Menjarah
Menjarah
Menjarah
Berita

2 Wilayah di Indonesia Ini Punya Satwa Primata Endemik Terbanyak

2115
×

2 Wilayah di Indonesia Ini Punya Satwa Primata Endemik Terbanyak

Share this article
2 Wilayah di Indonesia Ini Punya Satwa Primata Endemik Terbanyak
Ilustrasi tarsius. Foto: KLHK

Gardaanimalia.com – Sebagai negara megabiodiversity, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Guru Besar Fakultas MIPA IPB, Prof Dr Ir Raden Roro Dyah Perwitasari, MSc, mengatakan dari 479 spesies primata di dunia 61 di antaranya yang hidup di Indonesia.

“Dari 61 spesies satwa primata di Indonesia, 38 di antaranya merupakan spesies endemik yakni dari 11 genus dan lima famili,” jelas Wita dalam ringkasan orasi ilmiahnya.

pariwara
usap untuk melanjutkan

Ia juga menerangkan bahwa primata asli dapat dijumpai hampir di seluruh wilayah geografi di Indonesia kecuali Papua. Sulawesi dan Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat menjadi dua wilayah dengan primata endemik paling banyak.

Namun, eksistensi primata tersebut kian terancam. Pertambahan penduduk, hilangnya habitat, perubahan iklim, dan aktivitas manusia membuat satwa semakin terdesak. Oleh karena itu, konservasi genetik dinilai menjadi hal penting.

“Konservasi genetik dan aplikasinya untuk konservasi satwa primata menjadi sangat penting sebelum satwa primata itu punah tanpa data biologi yang lengkap dan rinci,” paparnya.

Baca juga: Deforestasi Merenggut Masa Depan Mamalia

Ia menambahkan konservasi genetik satwa primata memiliki tujuan mengurangi risiko kepunahan dengan memperhatikan proses genetik dan melestarikan potensi adaptasi spesies. DNA primata dapat digunakan untuk memetakan dan mengelompokkan konservasi genetiknya. Wita meneliti tarsius dan monyet ekor panjang sulawesi yang dianggap sebagai hotspot keanekaragaman hayati.

Berdasarkan studi molekuler yang dilakukannya ditemukan bahwa hibridasi alami yang terjadi antar dua spesies tarsius yang mempunyai habitat berbatasan yakni tarsius lariang dan tarsius dentatus. Sementara itu, dari analisis berbagai marka genetik, warna rambut, rambut ekor, dan vokalisasi, ditemukan satu spesies baru yang kemudian dinamai Tarsius wallacei sp. nov.

Selain itu, Prof Wita juga melakukan penelitian aspek genetik pada monyet ekor panjang di Papua. Monyet ekor panjang merupakan spesies eksotik atau asing di wilayah tersebut. Hasil rekonstruksi pohon filogenetik DNA mitokondria menunjukkan sampel Papua mengelompok dengan sampel Kalimanta bersama dengan haplotipe dari Jawa, Timor, Mauritius, dan Filipina.

Kesimpulan dari penelitian ini ialah pengembangan metode molekuler non-invasif untuk asesmen dan memonitor populasi primata liar menjadi komponen kunci dalam konservasi genetik. Rambut dan feses menjadi sumber DNA non-invasig yang paling umum digunakan.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments