Menjarah
Menjarah
Menjarah
Edukasi

Akankah Macan Tutul Jawa Bernasib Sama Seperti Harimau Jawa?

1379
×

Akankah Macan Tutul Jawa Bernasib Sama Seperti Harimau Jawa?

Share this article

WARNING: unbalanced footnote start tag short code found.

If this warning is irrelevant, please disable the syntax validation feature in the dashboard under General settings > Footnote start and end short codes > Check for balanced shortcodes.

Unbalanced start tag short code found before:

“Adhiasto DN, Wilianto E, Wibisono HT. (2020) Uncover the unrevealed data: the magnitude of Javan leopard removal from the wild, CATnews No. 71. 2020, IUCN/SSC Cat Specialist Group.) Menurut IUCN, status satwa ini juga sudah Kritis (Critically Endangered). Itu artinya hanya satu langkah lagi menuju…”

Akankah Macan Tutul Jawa Bernasib Sama Seperti Harimau Jawa?
Ilustrasi macan tutul jawa. Foto: BBKSDA Jabar

Gardaanimalia.com – Macan tutul jawa (Panthera pardus melas) adalah salah satu spesies kucing besar yang masuk dalam kategori satwa dengan tingkat ancaman kepunahan tinggi. Satwa ini menjadi karnivora besar terakhir yang tersisa di Jawa setelah kepunahan harimau jawa. Meski populasinya kian menurun, konflik antara manusia dengan satwa dilindungi ini masih terus ada.

Save the Indonesia Nature and Threatened Species (Sintas) mencatat setidaknya terjadi 87 konflik macan tutul jawa dengan manusia selama periode 2008-2020. Akibat dari konflik tersebut, setidaknya 29 individu terpaksa harus dievakuasi. Bahkan, ada yang kemudian mengalami cacat permanen. Sintas juga mencatat 18 macan tutul jawa yang mati karena konflik.

pariwara
usap untuk melanjutkan

Hilangnya habitat menjadi salah satu penyebab tingginya konflik antara satwa dan manusia sekaligus menjadi ancaman. Peneliti ahli utama Pusat Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Hutan, Prof. Ris. Dr Hendra Gunawan, menyampaikan bahwa saat ini satwa yang masuk dalam famili ‘Felidae’ ini hidup dengan habitat yang padat yakni 332 jiwa per kilometer persegi.

Senada dengan Hendra, Erwin Wilianto yang merupakan Pendiri Yayasan Sintas, mengungkapkan bahwa pertumbuhan populasi manusia yang terus meningkat di Pulau Jawa menjadi faktor utama yang memicu terjadinya konflik satwa dan manusia.

Baca juga: Urgensi Penerapan Sanksi Pemulihan Bagi Pelaku Kejahatan di Revisi UU Konservasi

“Pertumbuhan manusia jelas meningkatkan kebutuhan akan ruang. Luas hutan di Pulau Jawa yang tadinya hampir memenuhi daratan Jawa, kini tinggal sekitar 24 persen saja,” ungkapnya sebagaimana dikutip dari laman Kumparan, Kamis (1/4/2021).

Selain penyempitan hutan, Erwin juga menyebut tentang ternak warga di sekitar kawasan hutan. Selama ini banyak sekali kasus-kasus satwa liar yang memangsa ternak warga. Ini terjadi karena sumber daya di dalam hutan. Ternak adalah alternatif pakan bagi hewan karnivora.

Dikutip dari laman Indonesia.go.id, macan tutul jawa bahkan sudah mengalami kepunahan lokal. Dari penelitian yang dilakukan sejak tahun 1998 sampai 2008, tercatat adanya kepunahan lokal macan tutul jawa di 17 lokasi yang berbeda. Sebagian besar lokasi kepunahan adalah kawasan hutan produksi. Jika penyempitan area hutan dan konflik terus terjadi, bukan tidak mungkin satwa dengan nama latin Pathera pardus melas ini punah seperti harimau jawa.

Ancaman lain juga datang dari perburuan. Macan tutul jawa yang mati diburu dan diperdagangkan, ada 19 individu dalam kurun waktu 2007-2019.((Adhiasto DN, Wilianto E, Wibisono HT. (2020) Uncover the unrevealed data: the magnitude of Javan leopard removal from the wild, CATnews No. 71. 2020, IUCN/SSC Cat Specialist Group.) Menurut IUCN, status satwa ini juga sudah Kritis (Critically Endangered). Itu artinya hanya satu langkah lagi menuju kepunahan di alam liar.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
FATWA: Orangutan juga merantau! | Ilustrasi: Hasbi Ilman
Edukasi

Gardaaniamlia.com – Garda Animalia mengeluarkan FATWA (Fakta Satwa) pertama. Sebuah seri fakta singkat di dunia persatwaliaran. Yuk, simak!…