Gardaanimalia.com – Kabar munculnya harimau sumatera di perkebunan warga telah mendapat respon dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh.
Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto mengatakan, pihaknya sudah menurunkan tim menuju lokasi konflik di Desa Punti Payong, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur.
Ia menyampaikan, bahwa petugas melalui tim BKSDA Aceh Timur akan mengidentifikasi keberadaan harimau sumatera untuk melakukan penghalauan.
Selain itu, lanjut Agus, tim juga mendeteksi dan mengontrol keberadaan satwa liar tersebut. “Kita ingin pastikan lokasinya, ceritanya dan lain sebagainya.”
Hal itu bertujuan, agar langkah selanjutnya yang akan diambil tim menjadi lebih maksimal. “Untuk mengatasi gangguan satwa liar ini,” paparnya, Minggu (2/10).
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106 Tahun 2018, satwa yang dalam bahasa ilmiah disebut Panthera tigris sumatrae itu termasuk satwa dilindungi.
Lebih lanjut, ia menyebut, pihaknya akan menghalau satwa ke pedalaman hutan. “Langkah maksimal kita ambil adalah mengusir harimau itu ke kawasan terjauh yang kita bisa,” ungkapnya.
Namun apabila langkah itu tidak berhasil, pihak BKSDA telah menyiapkan rencana lainnya yaitu harimau akan ditangkap untuk dilepasliarkan ke rimba.
“Langkah pertama kita usir dulu, sekarang tim masih di kawasan itu untuk memantau keberadaan harimau tersebut,” ujar Agus.
Ia juga meminta kepada masyarakat untuk sementara waktu agar tidak melepaskan hewan ternak di sekitar lokasi konflik.
Panthera tigris sumatrae juga dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Bagi siapapun yang menangkap, memelihara, membunuh, ataupun melukai harimau sumatera akan dapat dikenakan sanksi pidana.
Dalam aturan tersebut, pelaku kejahatan terhadap satwa liar dilindungi bisa dijerat hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp100 juta.