Gardaanimalia.com – Asal usul satwa liar di antaranya anoa dan babirusa yang diperdagangkan di pasar tradisional, kini tengah dilacak oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Kepala BKSDA Sulawesi Utara, Askhari Dg. Masikki menyebut, berdasarkan temuan lapangan, pihaknya masih mendapati anoa dan babirusa diperdagangkan.
“Berdasarkan survei dan penelitian, kami masih temukan satwa endemik tersebut dijual di pasar tradisional,” paparnya, Selasa (8/11).
Dirinya mengaku, pihak BKSDA belum mengetahui secara pasti dari mana kedua satwa endemik itu berasal. Apakah dari wilayah Sulawesi Utara atau luar wilayah.
Lebih lanjut, Askhari mengatakan, bahwa sebagian besar konsumsi daging satwa liar yang masuk ke wilayah mereka berasal dari luar Sulawesi Utara.
“Daging satwa liar yang masuk ke sini berasal dari Kendari (Sulawesi Tenggara), Palu (Sulawesi Tengah), dan Sulawesi Selatan,” terang Askhari.
Dirinya memberikan contoh, belum lama ini BKSDA bersama tim terkait menurunkan tim patroli guna menjaga jalur perbatasan yang masuk wilayah Sulawesi Utara.
Menurutnya, dalam patroli tersebut, pihak BKSDA menemukan potongan-potongan daging satwa liar yang sudah mati. Di antaranya kelelawar, ular piton, dan babirusa, yang jumlahnya sekitar empat ton.
“Kasus babirusa sementara kami proses hukum karena termasuk satwa dilindungi. Kami sementara mencari tahu asal dari satwa liar dilindungi tersebut,” kata Askhari.
BKSDA: Berhenti Konsumsi Satwa Liar Termasuk Babirusa
Saat ini, lanjutnya, pihak BKSDA terus melakukan edukasi kepada masyarakat agar tidak mengonsumsi satwa liar. Selain itu, harapannya pasokan daging satwa liar dari luar juga dihentikan.
“BKSDA, karantina serta aparat akan melakukan penegakan hukum apabila kasus seperti itu ditemukan,” ungkap Askhari.
Ujarnya, dari sisi karantina ternyata daging yang diangkut dari luar tidak memiliki surat keterangan kesehatan hewan. Selanjutnya, satwa dikembalikan ke daerah asal.
“Berpotensi penyakit zoonosis. Ini diedukasi kepada masyarakat. Memang kita belum ada indikasi zoonosis, tetapi berpotensi tinggi,” tutupnya.
Babirusa yang dalam bahasa ilmiah disebut Babyrousa babyrussa merupakan satwa dilindungi. Hal itu tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106 Tahun 2018.
Dalam peraturan itu, anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) dan anoa gunung (Bubalus quarlesi) juga dilindungi di Indonesia.