Gardaanimalia.com – Pada Rabu (27/7), Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menerima informasi adanya konflik gajah sumatera di Desa Kemang, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Riau.
Kabarnya, satwa bernama ilmiah Elephas maximus sumatrensis itu muncul di perkebunan masyarakat sejak Selasa (26/7). Akibatnya, kebun warga mengalami kerusakan karena dimakan oleh kawanan satwa liar tersebut.
Kepala Bidang Wilayah l BBKSDA Riau, Andri Hansen Siregar mengatakan, usai mendapat laporan itu pihak BKSDA langsung menerjunkan tim untuk melakukan penanganan konflik.
“Kemarin sore, tim kita sudah turun ke lokasi untuk melakukan mitigasi. Kita masih menunggu laporan dan hasil mitigasinya,” kata Andri Hansen, Kamis (28/7) dilansir dari Tribun.
Menurut laporan yang disampaikan oleh masyarakat dan perangkat desa, ucapnya, kawanan satwa liar tersebut melakukan pindah-pindah tempat.
“Dugaan sementara, rombongan gajah di Desa Kemang berasal dari Desa Rantau Baru yang selama ini sedang ditangani. Bisa saja berpindah tempat untuk mencari pakan,” terangnya.
Kemunculan satwa dilindungi tersebut diketahui tak hanya di perkebunan warga, tetapi juga perkebunan perusahaan sawit yaitu PT LIH dan PT Adei.
Andri Hansen menjelaskan, pihaknya berencana menggiring satwa menuju Hutan Tanaman Industri (HTI) milik perusahaan agar tidak merusak tanaman sawit.
Apabila sudah berada di HTI, posisi gajah sumatera telah aman karena sudah dekat dengan hutan yang menjadi habitat mamalia bertubuh besar itu.
Selanjutnya, langkah yang akan diambil tergantung dari hasil mitigasi yang dilakukan oleh tim di lapangan. Setelah itu, barulah menentukan rencana untuk menuntaskan konflik gajah selama dua bulan terakhir di kawasan tersebut.
Dia pun mengimbau agar masyarakat tetap waspada dan tidak melakukan hal-hal yang anarkis kepada kawanan satwa dilindungi tersebut.
Pasalnya, imbuh Andri Hansen, gajah liar termasuk dalam kategori satwa dilindungi menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Hal itu diperteguh dengan adanya daftar satwa dilindungi yang tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106 Tahun 2018.