Gardaanimalia.com - “Apa yang dikatakan narasumber, [visualnya] sudah kami perkirakan, sudah kami planning. [Akan tetapi], perlu disadari bahwa pada praktiknya berbeda,” kata Yusep Maulana, Sutradara Film Dokumenter Lobi-Lobi Lobster.
Ia kemudian mengelaborasikan apa yang ia dan timnya alami di lapangan: ombak besar yang menghalangi nelayan lobster melaut.
Para nelayan hanya melaut menggunakan ban (sebagai pelampung) karena area kerjanya adalah area terumbu karang. Yusep menambahkan, nelayan baby lobster jumlahnya sedikit dan waktu itu bukan musim panen.
Cerita itu Yusep utarakan untuk menjawab pertanyaan salah satu peserta mengenai perencanaan visual, saat Kuliah Umum dan Bedah Film “Lobi-Lobi Lobster” pada Rabu (7/5/2025) di gedung Auditorium Pascasarjana Universitas Padjadjaran (Unpad).
Lobi-Lobi Lobster adalah dokumenter garapan Vistalk Project, tim mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad yang beranggotakan tujuh orang. Mereka adalah Epul Saepul sebagai Assistant Director; M. Farhan Al Anshor sebagai Producer dan Script Writer; Agil Saputra sebagai Music Director; Difa Giantara sebagai Director of Photography dan Graphic Designer, serta Yusep Maulana sebagai Sutradara dan Editor.
Dokumenter ini menguraikan perubahan kebijakan tutup-buka ekspor benih bening lobster (BBL) yang mempengaruhi banyak hal, salah satunya praktik penyelundupan BBL dari Indonesia ke Vietnam.
Siapa yang terlibat, bagaimana dan mengapa penyelundupan dilakukan, terurai dengan apik dalam dokumenter berdurasi 23 menit itu.
Dihubungi secara terpisah pada Selasa (13/5/2025) oleh Garda Animalia, Yusep mengungkapkan tantangan lain dalam proses pembuatan film ini selain cuaca.
“Terdapat kesulitan saat mencari narasumber dan pendekatan kepada narasumbernya. Terakhir, kami juga ada ketakutan terhadap keselamatan tim dalam konteks hukum, terlebih film ini mengungkap penyelundupan,” katanya.
Proses pembuatan karya yang memakan waktu sekitar enam bulan sejak Desember 2024 ini lahir dengan dukungan beasiswa oleh Garda Animalia kepada pemenang kompetisi Wildlife Journalism Competition (WJC).
Vistalk Project yang saat itu merupakan peserta dengan karya dokumenter berjudul “Jual-Beli Konservasi” keluar sebagai juara 2 kategori Video Dokumenter.
Karya yang Berkelanjutan
Foto bersama usai kegiatan Kuliah Umum dan Bedah Film "Lobi-Lobi Lobster" di Auditorium Pascasarjana Fikom Unpad. | Foto: Garda Animalia
Selain dihadiri Vistalk Project, kegiatan bedah film tersebut juga dihadiri oleh dua penanggap, yaitu Dosen dan Peneliti Pusat Studi Komunikasi Lingkungan Herlina Agustin, dan Campaigner Garda Animalia Shahnaz Dinda.
Praktisi Wildlife Documentary Dicky Nawazaki pun turut hadir dengan memberikan paparan singkat mengenai Wildlife Documentary, termasuk bagaimana peran bahasa visual dalam menyampaikan pesan.
Kuliah umum dan bedah film yang terbuka untuk publik dipilih oleh penyelenggara sebagai salah satu metode diseminasi karena dapat menjangkau penonton yang lebih luas.
Usai screening dilakukan, Vistalk Project pun mengungkapkan bahwa upaya mereka tidak akan berhenti sampai di sini.
Mereka berencana melahirkan karya selanjutnya dengan sudut pandang berbeda dari isu yang sama, masih terkait BBL.
“Film lanjutan ini akan menggunakan alur cerita perjalanan lobster dari awalnya hanya sebagai hidangan pada ‘budak’ hingga saat ini menjadi hidangan ‘mewah’” paparnya.
Hal ini selaras dengan harapan dari penyelenggara dan pendukung kegiatan, agar upaya mengangkat isu konservasi melalui dokumenter tidak berhenti sampai di sini, tetapi menjadi upaya yang berkelanjutan bahkan menular.
Sebagaimana harapan itu, Vistalk Project juga menyampaikan agar teman-teman yang ingin memulai untuk berkarya dalam bidang dokumenter untuk membagi jobdesk yang tepat sesuai dengan kemampuan dari anggota.
Mereka juga menekankan pentingnya melakukan pra-wawancara sebelum syuting karena itu akan sangat berguna untuk menyusun alur cerita film yang akan diproduksi.
“Yang pasti, mulai aja dulu,” pungkas Yusep.