Menjarah
Menjarah
Menjarah
Berita

Drama Kelaparan di Kebun Binatang

1905
×

Drama Kelaparan di Kebun Binatang

Share this article
Drama Kelaparan di Kebun Binatang
Harimau sumatera terlihat kurus di sebuah kebun binatang di Jawa Timur pada 2013. Foto: AFP Photo/Juni Kriswanto

Gardaanimalia.com – Sejak diberlakukannya kebijakan tindakan pembatasan sosial oleh pemerintah daerah guna menghambat laju penyebaran virus Corona di Indonesia, banyak objek hiburan ditutup. Diantaranya adalah lembaga konservasi untuk kepentingan umum seperti kebun binatang.

Kebun Binatang Semarang dan Medan yang merupakan milik pemerintah menuturkan kepada awak media telah mengalami krisis pakan karena selama ini mereka mengandalkan hasil penjualan tiket untuk memenuhi kebutuhan satwa. Begitu juga kebun binatang swasta di Bandung menyampaikan pesan senada. Bahkan sudah menerapkan tindakan ‘Puasa Daud,’ artinya sekarang diberi makan besok tidak, begitu seterusnya. Juga berencana akan melakukan skenario sembelih satwa herbivora untuk memenuhi pakan karnivora yang menjadi koleksi mereka apabila tidak mendapat bantuan dari pemerintah dan masyarakat.

pariwara
usap untuk melanjutkan

Dilansir dari Merdeka.com, Humas Kebun Binatang Bandung, Sulhan Syafi’i, mengatakan setiap bulan operasional untuk pakan semua hewan menghabiskan hampir Rp 300 juta. Cadangan anggaran yang dimiliki saat ini cukup untuk empat bulan.

“Kita punya dana cukup sampai bulan Juli. Kalau pandemi virus Corona terus berlangsung, maka kami sudah siapkan opsi-opsi. Salah satunya mengorbankan rusa untuk macan tutul atau harimau,” kata dia saat dihubungi, Jumat (1/5/2020) malam.

Jauh sebelum Pandemi Covid-19, kontroversi kebun binatang di Indonesia hampir terjadi di setiap daerah. Misalnya seperti satwa-satwa yang menjadi koleksi mengalami malnutrisi hingga kematian tidak wajar, atraksi atau sirkus satwa liar yang kejam dan adegan foto bersama binatang buas yang dinilai juga tidak mengedepankan aspek kesejahteraan satwa.

Siapa yang tidak ingat kasus kematian ratusan satwa di Kebun Binatang Surabaya. Sama halnya seperti kematian Gajah bernama Yani dan viralnya video Beruang madu yang terlihat kurus dan kelaparan. Kondisi itu diduga karena kurang mendapat perhatian dari pengelola kebun binatang terkait. Dari kejadian tersebut membuat Ridwan Kamil, Walikota Bandung pada saat itu meradang karena telah mencoreng citra daerah kekuasaannya. Ia kemudian bereaksi mengajak masyarakat untuk memboikot kebun binatang milik swasta tersebut dengan menyertakan tagar #boikotbonbinbdg melalui akun Instgram miliknya.

Kebun Binatang Marak, tapi Banyak yang Belum Terakreditasi

Juli 2019, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indra Exploitasia meminta semua lembaga konservasi untuk segera menuntaskan akreditasi pada 2020. Saat itu, baru sekitar 20 lembaga konservasi yang menyelesaikan akreditasi dari total 84 lembaga terdaftar.

“Kami meminta agar pada 2020 semua lembaga konservasi menyelesaikan akreditasi. Itu agar kita bisa membuktikan dan menjamin lembaga konservasi sudah terstandar baik itu dari sisi kesejahteraan hewan hingga manajemennya,” kata Indra Exploitasia pada pertemuan keluarga besar PKBSI di Jakarta.

Indra melanjutkan dari sekitar 20 lembaga yang sudah terakreditasi itu, sebagian besar juga belum mencapai kriteria penilaian A (Sangat Baik). Hanya 30% yang sudah berakreditasi A.

Kondisi ini membuat Koordinator Aliansi Pecinta Satwa Liar Indonesia (APECSI), Singky Soewadji berkomentar pedas mengenai maraknya berita terkait kebun binatang yang mengalami krisis pakan.

“Kebun binatang itu lembaga konservasi, tapi faktanya yang terjadi adalah profit-oriented, makanya kebun binatang marak ada di mana-mana,” ujarnya melalui pesan WhatsApp.

Singky menuturkan bahwa keberadaan kebun binatang peraturannya hanya ada satu di setiap provinsi. Namun peraturan itu berubah menjadi ada satu di setiap kabupaten/kota.

“Faktanya, kebun binatang ada beberapa di setiap kabupaten atau kota, walau namanya berbeda-beda. Ada yang disebut kebun binatang, taman satwa, taman burung, taman reptil dan sebagainya,” tuturnya.

Ia menyayangkan pihak kebun binatang yang berteriak dan merasa tidak sanggup memelihara satwanya di masa pandemi Covid-19 ini.

“Masa kalah dengan Kebun Binatang Gembiroloka Yogyakarta yang justru sempat kirim bantuan ke Kebun Binatang Medan dan Semarang. Pengelola kebun binatang yang orientasinya bisnis, coba belajar ke Gembiraloka yang tetap tangguh walau diterpa berbagai masalah seperti bencana alam,” katanya.

“Saat panen di hari libur dan lebaran, tidak ada yang berkomentar memamerkan keuntungannya, semua diam membisu. Tapi lihat sekarang, baru sebulan operasional dihentikan, ada yang berteriak tidak mampu beri makan satwa. Tutup saja kebun binatangnya!” sindirnya.

Ia mengatakan hanya Kebun Binatang Medan dan Semarang yang sedikit bermasalah, tapi kedua kebun binatang ini milik pemerintah daerah setempat, pasti akan teratasi.

Pecinta satwa liar yang juga pernah menjadi pengurus Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI) ini menghimbau kepada KLHK untuk berlaku tegas kepada pihak yang tidak dapat memenuhi prinsip dan komitmen lembaga konservasi sebagaimana tertuang pada Pedoman Penilaian Lembaga Konservasi.

“Semua satwa itu statusnya milik negara, mereka yang teriak dan merasa tidak sanggup, cabut ijinnya, tarik satwanya, bagikan ke lembaga konservasi lain yang sanggup,” tegas Singky.

“Agar semua pihak melek, jangan hanyut oleh sinetron atau politisasi dari para pebisnis yang selama ini berkedok sebagai pelaku konservasi, padahal hanya pecundang yang mengeksploitasi satwa untuk kepentingan bisnis meraup keuntungan,” tutupnya.

Data Kebun Binatang yang Tergabung dalam PKBSI

Dikutip dari Kompas.com, berdasarkan data dari Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI), anggota-anggota PKBSI mengelola satwa sebanyak 4.912 jenis dengan total 70.000 individu satwa yang terdiri dari mamalia, aves, reptil dan ikan. PKBSI menaungi 57 kebun binatang dan lembaga konservasi umum lainnya.

PKBSI juga menyerap sedikitnya 22 ribu orang pekerja yang bekerja di berbagai sektor, seperti staff keeper dan dokter hewan. Biaya operasional yang harus dikeluarkan setiap bulannya mencapai Rp 60 miliar yang mencakup antara lain biaya pakan satwa dan gaji pegawai.

Rahmat Syah selaku Ketua Umum PKBSI menyebutkan, dalam kondisi normal, angka kunjungan ke kebun binatang setiap tahunnya bisa mencapai 50 juta kunjungan.

Dari data di atas, Gardaanimalia.com mencoba menghitung estimasi keuntungan kebun binatang per bulan. Karena harga tiket beragam, seperti 15.000, 35.000, 135.000 hingga 285.000 Rupiah, jadi diasumsikan biaya tiket per orang adalah 100.000 Rupiah, maka keuntungan rata-rata kebun binatang yang tergabung dalam PKBSI bisa mencapai 6.2 miliar Rupiah per bulan. Atau bisa juga diasumsikan lebih rendah, misalnya Rp 25.000 per orang, maka keuntungan sebesar 1.5 miliar Rupiah per bulan. Tentu estimasi terakhir ini juga masih terbilang fantastis bukan? Sekalipun harus dipotong untuk pembayaran pajak hiburan dan penghasilan.

Pantauan Panji Petualang di Kebun Binatang

Beredarnya situasi krisis pada 90% kebun binatang membuat Muhammad Panji atau lebih dikenal sebagai Panji Petualang tergerak untuk meninjau kondisi terkini di Kebun Binatang Ragunan di Jakarta dan Lembang Zoo di Bandung.

Menurut Panji, kedua lembaga konservasi tersebut masih dalam keadaan baik dan stabil. Terlebih Kebun Binatang Ragunan milik pemerintah dan Lembang Zoo mandiri dalam pengadaan pakan.

“Di Lembang Zoo yang sempat saya lihat, kondisinya beberapa waktu ditutup itu masih diurus, dirawat dengan baik, memang pada akhirnya mereka melakukan pengurangan beberapa pegawai mungkin untuk menghemat pengeluaran,” ujar Panji.

“Di Lembang Zoo itu bagusnya, mulai dari ayam, kelinci, marmut dan tikus mereka ternak jadi cadangan makanan mereka aman, terus untuk sayur mayurnya mereka berkebun,” lanjut Panji.

Kemudian Panji menerangkan dari hasil pengamatannya dan informasi yang disampaikan dokter hewan di Kebun Binatang Ragunan, bahwa kondisi satwanya berprilaku lebih tenang sejak tidak adanya keramaian.

“Karena Pandemi ini jarang dikunjungi, jadi satwa-satwa itu seperti kakatua dan burung paruh bengkok lainnya kawin dan sempat nelor, beberapa walabi juga kawin dan berkembang biak karena mungkin nggak stres, karena kan kalau dikunjungi banyak orang bisa stres tuh,” tutupnya.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments