Menjarah
Menjarah
Menjarah
Berita

Gajah Dwiki Mati di Penangkaran karena Infeksi Gigi

1026
×

Gajah Dwiki Mati di Penangkaran karena Infeksi Gigi

Share this article
Pemeriksaan dilakukan kepada gajah Dwiki di Aek Nauli Elephant Conservation Camp (ANECC) di Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara. | Foto: Dok. KSDAE KLHK
Pemeriksaan dilakukan kepada gajah Dwiki di Aek Nauli Elephant Conservation Camp (ANECC) di Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara. | Foto: Dok. KSDAE KLHK

Gardaanimalia.com – Seekor gajah sumatra bernama Dwiki dinyatakan mati di penangkaran Aek Nauli Elephant Conservation Camp (ANECC) pada Selasa (14/2/2023).

Gajah berjenis kelamin jantan ini mati karena kelainan struktur gigi yang mengakibatkannya sulit makan. Sebelumnya, diketahui bahwa Dwiki memiliki luka luar di pipi kanannya.

pariwara
usap untuk melanjutkan

Pemantauan kesehatan kemudian dilakukan oleh dua dokter hewan dari tim medis Veterinary Society for Sumatran Wildlife Conservation (Vesswic) pada 7 dan 8 Januari 2023.

Kepala BBKSDA Sumatra Utara, Rudianto Saragih Napitu mengatakan kondisi Dwiki sudah mulai pulih ketika pemeriksaan.

“Kondisi luka luar di pipi kanan sudah mulai membaik dan gajah sudah mulai makan dan minum walaupun sedikit,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Jumat (17/2/2023).

Namun, gajah sumatra berusia 43 tahun tersebut mendadak mogok makan pada minggu kedua Februari.

Merespons perubahan perilaku ini, tim medis Vesswic dan dokter hewan ahli gajah Taman Safari Indonesia (TSI) kembali diterjunkan ke ANECC. Perawatan intensif pun dilakukan sejak Sabtu (11/2/2023).

Tim memberikan sebanyak 100 botol infus, obat-obatan, dan vitamin kepada satwa dilindungi itu untuk memulihkan kondisinya.

Namun, Dwiki tidak tertolong. Ia dinyatakan mati pada pukul 06.20 WIB, tiga hari setelah menjalani perawatan intensif (14/2/2023).

Kelainan Struktur Gigi Akibatkan Gajah Sulit Makan

Proses pemeriksaan yang dilakukan kepada Dwiki, gajah jinak sumatra yang sakit di Aek Nauli Elephant Conservation Camp (ANECC). | Foto: Dok. BBKSDA Riau
Proses pemeriksaan yang dilakukan kepada Dwiki, gajah jinak sumatra yang sakit di Aek Nauli Elephant Conservation Camp (ANECC). | Foto: Dok. BBKSDA Riau

Setelah kematiannya, tim melakukan nekropsi terhadap bangkai satwa. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya infeksi pada gigi kanan bawah. Akibatnya, gigi tersebut tidak bisa tumbuh normal.

Hal ini lantas mengakibatkan gigi geraham atasnya yang sehat juga tidak tumbuh normal. Penampakan gigi Dwiki menjadi asimetris antara kiri dan kanan.

“Kelainan struktur gigi ini mengakibatkan gajah sulit untuk makan,” terang Rudianto.

Mamalia besar ini juga mengalami intususepsi lambung yang mengakibatkan malabsorbsi makanan dan malnutrisi. Tubuh Dwiki sulit menyerap nutrisi yang mengakibatkan dirinya mengalami penurunan kesehatan dan berat badan.

Pemeriksaan lanjutan dilakukan pada sampel hati, paru, ginjal, jantung, limpa, dan vesica urinaria (kandung kemih) untuk pemeriksaan histopatologi di Balai Veteriner Medan.

Hasil pemeriksaan tersebut akan menunjukkan keterangan lebih valid mengenai sebab kematian gajah jinak itu.

Dwiki Dimakamkan, Gadingnya Dipotong

Seusai nekropsi, bangkai satwa dikuburkan di lokasi ANECC, tempat gajah tersebut ditangkarkan. Sementara, gadingnya dipotong untuk disimpan di BBKSDA Sumatra Utara.

Sebelumnya, Dwiki dipindahkan dari Barumun Nagari Wildlife Sanctuary (BNWS) ke ANECC pada tanggal 18 Desember 2022 lalu. Ia dipindahkan bersama Dini, gajah betina jinak berusia 35 tahun.

ANECC terletak di Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara. Pemindahan Dwiki dilakukan untuk mengurangi beban biaya operasional BNWS yang krisis pembiayaan sejak pandemi covid-19.

Dwiki diduga mendapatkan luka di pipinya sejak dipindahkan ke ANECC. Namun, Rudianto menjelaskan kalau kondisinya sudah membaik ketika dipindahkan.

“Kalau hasil pemeriksaan dokter, sudah sehat dan dalam penutupan bekas luka. Karena sebelum pemindahan semua gajah harus diperiksa dan mendapat disposal dari dokter dan pemindahan juga didampingi dokter hewan,” jelasnya.

Gajah sumatra merupakan satwa yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Satwa bernama ilmiah Elephas maximus sumatrensis tersebut berstatus endangered atau terancam punah. Hal itu terdata dalam The International Union for Conservation of Nature’s Red List.

Di Indonesia, namanya juga terdaftar sebagai satwa dilindungi menurut Peraturan Menteri LHK Nomor P.106 Tahun 2018.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments