Menjarah
Menjarah
Menjarah
Berita

Kapan Satwa Putusan Pengadilan Dilepasliarkan?

1893
×

Kapan Satwa Putusan Pengadilan Dilepasliarkan?

Share this article
Kapan Satwa Putusan Pengadilan Dilepasliarkan?
Burung Enggang papan dalam masa proses rehabilitasi di PPS Sibolangit sambil menunggu untuk proses translokasi ke habitat aslinya di alam. Foto : Ayat S Karokaro
  • Meskipun satwa sudah berkekuatan hukum tetap atau Inkracht di Pengadilan, tetapi pelepasliaran satwa-satwa tersebut harus menunggu proses translokasi oleh BKSDA.
  • Semakin cepat satwa liar dilepaskan ke habitatnya di alam akan semakin baik bagi mereka.

Sejumlah kasus penyelundupan dan perdagangan satwa liar dilindungi Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya yang di sidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Medan, sudah selesai digelar. Semua pelaku dinyatakan bersalah dan divonis penjara serta denda uang.

Dalam semua amar putusannya, majelis hakim menangani perkara kejahatan terhadap satwa liar dilindungi ini, menyatakan semua satwa-satwa terancam punah tersebut diserahkan ke Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut), untuk proses pelepasliaran kembali ke habitat aslinya di alam.

pariwara
usap untuk melanjutkan

Ada pula kasus penyelundupan satwa jenis burung cendrawasih sebanyak empat pasang, yang dibongkar oleh Balai Karantina Hewan dan Tumbuhan Kelas I Medan, yang akan diseludupkan ke luar negeri melalui jalur udara dengan sistem alur acak, yaitu dari Papua menuju Bandara Juanda Surabaya, lalu ke Bandara Kualanamu Internasional Airport (KNIA), untuk kemudian akan dikirim ke Tiongkok melalui jalur laut sumatera, namun berhasil digagalkan di Sumatera Utara.

Semua satwa-satwa ini dititipkan ke Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) di Sibolangit, Kabupaten Deliserdang. Ada juga dititipkan ke sejumlah lembaga konservasi di Sumut.

Riana Pohan, salah satu hakim yang acap kali menangani perkara kejahatan terhadap satwa liar dilindungi ini, baik sebagai hakim ketua maupun hakim anggota.

Setiap selesai menangani perkara hingga putusan, selalu menyatakan dari ahli yang dihadirkan dan saksi-saksi turut memberikan keterangan di persidangan, semuanya menyatakan bahwa satwa-satwa yang berhasil diamankan dari para pelaku jaringan perdagangan satwa liar dilindungi ini masih memiliki sifat liar, sehingga semakin cepat dilepaskan ke habitatnya akan semakin baik bagi mereka.

“Atas dasar itu saya selalu memutuskan semua perkara Kejahatan terhadap satwa liar dilindungi, harus dilepas kembali ke habitat mereka di alam,” jelas perempuan yang memiliki sertifikasi hakim lingkungan dengan wajah serius ketika berbincang di PN Medan.

Keseimbangan ekosistem alam akan terjadi dengan mengembalikan satwa-satwa dilindungi ini ke habitat aslinya. Tempat mereka menurutnya bukan di kandang sempit. Sebab itu sama saja menyiksa mereka sehingga harus segera di lepas liarkan ke alam.

“Di persidangan ketika pemeriksaan saksi dan terdakwa saya selalu cari terus bagaimana kondisi satwanya. Itu penting dalam mengambil keputusan,” jelas Riana Pohan.

Lantas mengapa satwa-satwa yang sudah berkekuatan hukum tetap atau Inkracht belum dilepasliarkan ke habitat aslinya di alam?

Kepala BBKSDA Sumut, Hotmauli Sianturi, saat berada di Bea Cukai Belawan ketika dikonfirmasi soal ini menyatakan, pihaknya telah melayangkan surat ke Ditjen KSDAE soal rencana pelepasliaran satwa-satwa yang sudah berkekuatan hukum tetap di pengadilan.

Menurutnya, langkah yang dilakukan adalah koordinasi dengan BKSDA setempat untuk proses translokasi satwa endemik yang diburu dari alam kemudian diperdagangan secara Ilegal.

Hotmauli menyatakan, saat ini ada beberapa jenis satwa yang menunggu proses translokasi ke habitat aslinya di alam. Salah satunya adalah burung Cendrawasih endemik Papua, Nuri kepala hitam serta Nuri merah endemik Maluku, ada juga Kakatua raja, Kakatua jambul kuning dan Rangkong papan.

Kapan Satwa Putusan Pengadilan Dilepasliarkan?
Burung Cendrawasih masih menunggu proses translokasi dengan BKSDA Papua. Foto: Ayat S Karokaro

Saat ini menurutnya jenis burung dilindungi dengan status terancam punah itu, tengah menjalani proses karantina dan habituasi di PPS di Taman Wisata Alam (TWA) Sibolangit. Disana ada dokter hewan yang selalu memantau kondisi kesehatan satwa ini.

“Kita sudah berkoordinasi dengan BKSDA Papua dan Maluku. Jadi rencananya nanti sekaligus di angkut. Yang Nuri duluan diturunkan di Maluku, lalu lanjut Cendrawasih ke Papua,” katanya tanpa memberikan kepastian kapan satwa ini akan dibawa keluar dari area PPS di TWA Sibolangit.

Data dari Balai Karantina Pertanian Kelas I Medan, jumlah Burung Cendrawasih yang berhasil digagalkan dari upaya penyeludupan sebanyak empat pasangan. Namun satu ekor mati ketika dititipkan di PPS TWA Sibolangit. Tempat ini dikelola oleh BBKSDA Sumut.

Begitu juga sejumlah satwa yang digagalkan dari upaya penyeludupan dan sudah berkekuatan hukum tetap, dititipkan di sejumlah lembaga konservasi yang ada di Sumut dan ada juga yang dititipkan ke PPS di TWA Sibolangit, yaitu 16 ekor burung paruh bengkok dengan rincian lima Kakatua raja (Probosciger aterrimus), lima ekor Kasturi raja atau Nuri kabare (Psittrichas fulgidus), dan masing-masing satu ekor Rangkong papan atau Enggang papan (Buceros bicornis), Kakatua maluku (Cacatua moluccensis), Kakatua jambul kuning (Cacatua sulphurea), serta tiga ekor juvenil Kasuari gelambir-ganda (Casuarius casuarius).

Dalam perkara ini satu pelaku bernama Adil Aulia, dijatuhi hukuman enam bulan penjara denda Rp 1 juta. Perkara ini dipimpin majelis hakim Mian Munthe.

Selanjutnya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan, menjatuhkan hukuman delapan bulan penjara, denda Rp 5 juta bagi para pelaku penyelundupan 28 paruh bengkok endemik Maluku, lewat jalur laut.

Dalam amar putusan, majelis hakim diketuai Riana Pohan, menyatakan, para terdakwa terbukti sah dan meyakinkan melanggar beberapa aturan, seperti, Pasal 21 ayat (2) huruf a dan c, dan Pasal 40 ayat (2) UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Juga Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Sembilan terdakwa yang divonis bersalah, yaitu, Zulkifli sebagai nahkoda kapal, dan delapan orang anak buah kapal (ABK), yaitu Dedi, Handra, Saiful, Siddik, Aditya, Ilham, Umar, dan Joshua.

Mereka dijatuhi hukuman atas perbuatannya memiliki puluhan burung dilindungi tanpa dokumen sah, termasuk tak ada surat angkut tumbuhan dan satwa dalam negeri (SAT-DN).

Satwa yang berhasil diselamatkan dan berdasarkan putusan majelis hakim disita untuk kemudian dilepasliarkan kembali ke habitat aslinya di alam, yaitu 23 ekor Burung Nuri Ambon (Alisterus amboinensis) termasuk CITES Appendix II, satu ekor Burung Nuri Kepala Hitam (Lorius lory) ) termasuk CITES Appendix II, lalu ditemukan juga empat ekor Burung Kakaktua Jambul Kuning  termasuk CITES Appendix I.

Sayangnya satu ekor Nuri kepala hitam mati dan dua ekor Nuri Ambon lepas ketika dititipkan di PPS TWA Sibolangit.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments