Menjarah
Menjarah
Menjarah
Berita

Karena Deforestasi, Harimau Masuk Desa Tiga Hari Berturut-turut

518
×

Karena Deforestasi, Harimau Masuk Desa Tiga Hari Berturut-turut

Share this article
Ilustrasi harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), kucing besar endemik Sumatera yang dilindungi negara. | Sumber: WWF Indonesia
Ilustrasi harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), kucing besar endemik Sumatra yang dilindungi negara. | Sumber: WWF Indonesia

Gardaanimalia.com – Harimau masuk ke permukiman warga kali ini terjadi di Desa Seunebok Keuranji, Kecamatan Kota Bahagia, Aceh Selatan.

Padahal, selama puluhan tahun sebelumnya warga mengaku tidak pernah mengalami konflik dengan hewan liar.

pariwara
usap untuk melanjutkan

Salah seorang warga, T. Abdul Lazib, mengatakan bahwa harimau masuk permukiman pada awal November 2022 lalu dan memangsa sembilan ekor kambing warga.

Harimau itu menerkam ternak desa selama tiga hari berturut-turut. Sebabnya, terjadi kepanikan di kalangan warga desa hingga mereka takut beraktivitas di luar rumah.

“Namun, kini kami terkejut, kambing peliharaan kami ada lima ekor habis dimakan,” kata Abdul, yang dilansir dari Acehonline, Senin (26/12/2022).

Perisitwa gangguan harimau yang pertama kali dialami warga ini diduga berbarengan dengan puncak deforestasi wilayah Aceh Selatan.

Aceh Selatan merupakan bagian dari Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), rumah bagi spesies megafauna langka yang dilindungi.

Di antaranya adalah harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), gajah sumatra (Elephas maximus sumatrensis), orangutan sumatera (Pongo abelii), dan badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis).

Hilangnya habitat satwa oleh perambahan hutan diduga menyebabkan rawannya konflik satwa liar dengan manusia, juga bencana alam.

Konflik harimau diduga karena deforestasi. Inilah gambar petak-petak lahan yang diduga merupakan deforestasi di Desa Seunebok Keuranji, Kecamatan Kota Bahagia, Aceh Selatan. | Foto: Muhammad Fahmi/Aceh Online
Konflik harimau diduga karena deforestasi. Inilah gambar petak-petak lahan yang diduga merupakan deforestasi di Desa Seunebok Keuranji, Kecamatan Kota Bahagia, Aceh Selatan. | Foto: Muhammad Fahmi/Aceh Online

Data Global Forest Watch menunjukkan, KEL Aceh Selatan kehilangan tutupan hutan sebesar 1.704 hektare, terhitung Januari-Oktober 2022.

Angka ini akhirnya menempatkan Aceh Selatan sebagai lokasi dengan angka deforestasi tertinggi di kawasan KEL.

Deforestasi Diduga Menjadi Pangkal Sebab Konflik Harimau

Koordinator Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), Nurul Ikhsan menjelaskan bahwa tingkat kerusakan tutupan hutan di Aceh Selatan meningkat hampir 50 persen jika dibandingkan dengan tahun 2021 yang hanya mencapai 823 hektare.

“Sepanjang tahun 2022, Aceh Selatan ini mendapat ranking teratas deforestasi. Kami melakukan pemantauan Forest Watch hampir di seluruh Aceh. Sebelumnya tahun 2021, 2020 ranking teratas ada di Aceh Timur. Sementara Aceh Selatan masuk dalam lima besar atau tiga besar,” jelasnya.

Nurul menjabarkan, tiga titik di Aceh Selatan dengan aktivitas perambahan hutan ilegal paling tinggi. Tiga lokasi ini adalah Suaka Margasatwa Rawa Singkil, yaitu Desa Jambo Dalem, Kecamatan Trumon Timur; dan Desa Seunebok Keuranji, Kecamatan Kota Bahagia.

Nurul pun berpendapat bahwa akar masalah deforestasi bukanlah masyarakat lokal, namun para investor penambang emas.

Berdasarkan pengalaman Nurul di lapangan, biasanya yang bekerja mencari beras satu bambu itu masyarakat. “Dan pelaku utamanya itu investor bukan mencari sebambu beras, tapi segenggam emas”.

“Kita berharap dimulai dari kepala sampai ke ekornya, karena bisa memungkinkan dilihat dari kondisi sekarang bencana besar akan mengancam kita, kalau memang kita tidak arif dan bijaksana mengelola alam,” ujar Nurul.

Ia mengungkapkan, penegakan hukum di sektor ini harus dilakukan segera dan menindak pelaku utamanya.

Merespon maraknya perambahan hutan dan pembukaan lahan ilegal tersebut, Kapolres Aceh Selatan, AKBP Nova Suryandaru menegaskan pihaknya akan menindak siapa saja yang melakukan perusakan hutan.

“Itu komitmen kami untuk menjaga wilayah Aceh Selatan terutama lingkungannya agar tetap lestari dan terjaga. Sehingga menjaga masyarakat dari kerusakan lingkungan yang tentunya itu mengakibatkan benca alam yang ada di wilayah Aceh Selatan,” ucapnya.

Meskipun begitu, Ia menyadari bahwa upaya penegakan hukum belum menjadi solusi terbaik.

Nova juga menjelaskan bahwa kerja sama serta diskusi dengan beberapa pihak dibutuhkan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan hutan lindung Aceh Selatan.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments