Gardaanimalia.com – Berkas kasus pembunuhan gajah dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri Aceh Timur. Selain itu, jaksa penuntut umum juga telah menerima barang bukti tindak pidana yang diberikan oleh penyidik kepolisian.
“Kelima tersangka susah diserahkan penyidik kepolisian. Perkara ini sudah masuk tahap dua,” tambah Ivan N. Alavi selaku Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Aceh Timur pada Selasa (5/10/2021). Kelima tersangka yang telah diserahkan tersebut berinisial JN (35), EM (41), SN (33), JF (50), dan RN.
Ivan mengatakan saat penyidik menyerahkan tersangka, sejumlah barang bukti seperti gading gajah dan alat-alat yang digunakan untuk membunuh juga diserahkan.
“Guna memproses persidangan, tim jaksa penuntut umum akan segera melimpahkan perkara tersebut ke Pengadilan Negeri Idi minggu depan,” jelas Ivan.
Kasus ini bermula dari penemuan bangkai gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang kepalanya terpotong oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh bersama mitra pada Senin (12/7/2021) lalu. Hasil nekropsi yang dilakukan tim, mendapatkan perubahan organ di beberapa bagian alat pencernaan dan menemukan zat yang diduga racun. Sementara dari hasil penyidikan, para pelaku memotong kepala gajah sumatera ini untuk dapat mengambil gadingnya kemudian menjualnya.
Setelah melakukan olah tempat kejadian perkara di area perkebunan kelapa sawit di Desa Jambo Reuhat, Banda Alam, Aceh Timur, Kepolisian Resor (Polres) Aceh Timur membentuk tim khusus guna mengusut tuntas kasus kejahatan satwa ini. Perburuan dan perdagangan ilegal diduga kuat sebagai motif dari kejahatan ini dilakukan.
Setelah kurang lebih satu bulan, Kepolisian Resor Aceh Timur akhirnya berhasil menangkap pelaku yang membunuh mamalia terbesar di darat itu dan menetapkannya sebagai tersangka. Ada lima pelaku yang ditetapkan tersangka dalam kasus ini. Satu orang pelaku berinisial JN (35) merupakan orang yang meracuni dan memotong leher satwa gajah tersebut. Sementara empat pelaku lainnya berperan dalam perdagangan gading gajah.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 21 Ayat 2 huruf a pada UU Nomor 5/1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan terancam hukuman maksimal lima tahun penjara serta denda paling banyak sejumlah 100 juta rupiah.