Gardaanimalia.com – KLHK mendapatkan kritik keras atas kematian 26 ekor badak jawa (Rhinoceros sondaicus) di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) karena aktivitas perburuan. Kritik tersebut dilayangkan oleh peneliti Yayasan Auriga Nusantara Riszki Is Hardiyanto.
Riszki mengatakan, terdapat kegagalan sistemik di dalam tubuh KLHK yang berujung pada kematian badak jawa di TNUK.
“Ujung Kulon hanyalah buah dari kegagalan sistemik KLHK,” katanya.
Dirinya mengutarakan, Balai TNUK tidak diberikan keleluasaan karena harus mengikuti petunjuk dan perintah KLHK. Padahal, pendanaan dan mobilitas merupakan hal yang penting bagi Balai TNUK agar dapat melakukan pengamanan terhadap badak jawa.
Selain itu, Riszki juga mengatakan KLHK semestinya menyikapi secara serius seluruh bentuk kehilangan, kematian, dan perburuan badak jawa yang populasinya kecil dan hanya tersisa di satu tempat.
“Jadi, telunjuk lebih pas diarahkan ke Menteri LHK,” tegas Riszki.
Riszki kemudian mengutarakan empat poin yang menjadi evaluasi bagi KLHK sebagai respons dari kematian 26 ekor badak jawa ini.
Pertama, KLHK perlu transparan mengenai populasi badak jawa, baik yang diduga mati atau diburu, maupun yang masih tersisa saat ini.
“Angka 26 yang disebut Polda Banten perlu ditelusuri secara rinci dan tuntas, termasuk jenis kelamin dan usia setiap individunya,” sambung Riszki.
Kedua, memastikan anggaran pengamanan memadai.
Ketiga, proteksi badak jawa secara sistematis dengan tim pengamanan yang profesional.
Keempat, laporan berkala ke publik mengenai kondisi populasi mamalia ini.
Riszki juga menekankan, fenomena ini tidak hanya terjadi pada badak jawa saja. Banyak spesies flagship Indonesia mengalami ancaman yang sama.
“Badak sumatera, gajah, orangutan, harimau juga nasibnya tidak lebih baik. Artinya, pengelolaan konservasi spesies oleh KLHK perlu dievaluasi secara menyeluruh dan mendasar,” kata Riszki.
Menjual Cula Badak Sampai ke Negeri Cina
Diberitakan sebelumnya, 26 badak yang dilaporkan mati oleh Polda Banten merupakan hasil buruan dua kelompok pemburu ilegal, yaitu kelompok Sunendi dan kelompok Suhar. Kelompok Sunendi beranggotakan sekitar 7 orang, sementara kelompok Suhar beranggotakan 5 orang.
Sejak 2020 saja, kelompok Sunendi telah membunuh enam ekor satwa dilindungi tersebut.
Diduga, cula dari badak yang dibunuh di TNUK dikirimkan ke Tiongkok melalui perantara sebagai obat dan bahan kosmetik.
Teranyar, dua orang terduga pelaku jejaring penyelundupan cula badak ditangkap Polda Banten, yaitu Liem Hoo Kwan Willy alias Willy (71) dan Yogi Purwadi (41). Willy merupakan calon pembeli cula badak, sementara Yogi adalah perantaranya.
Yogi mendapatkan cula badak tersebut dari kelompok Sunendi yang baru saja didakwa bersalah atas tindak perburuan satwa dilindungi. Dirinya divonis penjara 12 tahun dan denda Rp100 juta subsider 2 bulan penjara pada Rabu (5/6/2024).
Diduga masih terdapat dua orang Tiongkok lainnya yang belum tertangkap sampai saat ini.
Sebagai perbandingan, populasi badak jawa pada 2022 diperkirakan hanya tersisa 80 ekor. Jika kelompok Sunendi dan Suhar telah membunuh 26 ekor di antaranya, maka mereka telah membunuh sekitar 1 dari 4 ekor badak jawa yang tersisa.