Gardaanimalia.com – Kelinci belang sumatera atau Nesolagus netscheri merupakan mamalia langka yang tak banyak dikenal orang dan kurang mendapat perhatian. Spesies ini pertama kali direkam pada tahun 1997 oleh J.Holden dari Fauna and Flora International namun sebelumnya telah dideskripsikan oleh E. Netscher dari hasil spesimen yang dikumpulkan olehnya pada tahun 1880.
Menurut Jennifer McCarthy, peneliti dari UniversitasMassachusetts-Amherst, kelinci sumatera ini dapat dijumpai di Taman Nasional Bukit Barisan dan Taman Nasional Kerinci Seblat. Namun, tidak menutup kemungkinan hewan yang juga dikenal sebagai kelinci sumatera telinga pendek ini hidup di lokasi lain. Untuk habitatnya, kelinci belang mendiami hutan tropis dengan ketinggian antara 600 mdpl hingga 1600 mdpl namun beberapa kali dilaporkan perjumpaan dari daerah hutan yang sudah pernah ditebang atau terdegradasi. Padahal hewan ini diduga sangat bergantung dengan hutan. Hal ini berkaitan dengan semakin tingginya degradasi hutan dan konversi lahan di Pulau Sumatera yang mempersempit habitat dari kelinci belang sumatera ini.
Kelinci ini memiliki panjang kepala dan badan antara 350 milimeter hingga 400 milimeter dengan panjang ekor 15 milimeter. Warna dari rambut kelinci ini adalah abu abu, memiliki garis berwarna coklat yang mencolok pada punggung bagian tengah, bahu sampai bokong, dan terlihat berpola pada wajah dan tungkai. Bagian bokong dan ekor kelinci ini berwarna merah cerah dan bagian bawah berwarna putih.[1]Setiawan, A. et al. 2019. First description of an immature Sumatran striped rabbit (Nesolagus netscheri), with special reference to the wildlife trade in South Sumatra. … Continue reading
McCarthy menyebutkan kemungkinan hewan ini adalah nokturnal karena sebagian besar gambar kelinci belang yang tertangkap di kamera jebakan diambil pada malam hari. Namun, ada juga laporan yang mengatakan bahwa kelinci ini memakan buah yang jatuh dari pohon pada siang hari. Beberapa pengamatan pada siang hari juga menunjukkan bahwa hewan ini sangat pemalu dan akan langsung kabur. Hewan ini diketahui bersembunyi di tempat gelap atau di dalam liang yang digali oleh hewan lain dan makanannya adalah batang dan daun dari tumbuhan berair dari dalam hutan.
Baca juga: Menyelamatkan Alam dan Satwa Liar dengan Adat Istiadat
IUCN menetapkan hewan ini dalam kategori Data Deficient dikarenakan minimnya penelitian dan data yang menjelaskan populasi, sebaran dan ataupun analisis ekologi yang dibutuhkan untuk menentukan status dari kelinci endemik Sumatera ini. Disebutkan bahwa penelitian dan survey yang dilakukan sejak tahun 1994 belum menghasilkan dokumentasi atau pengamatan yang cukup untuk dibuat pemodelan habitat, distribusi ataupun kepadatan spesies. Hal ini menyebabkan status dari hewan ini tidak konsisten dari tahun ke tahun.
Tren populasi spesies ini juga tidak diketahui secara pasti. Akan tetapi, di Indonesia, hewan ini termasuk dalam hewan yang dilindungi dalam PermenLHK Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi. Namun, tidak ada payung hukum untuk perlindungan secara internasional.
Ancaman utama bagi keberlangsungan hidup kelinci belang sumatera juga belum diketahui secara pasti. Namun, laman resmi IUCN menyebutkan bahwa fragmentasi dan degradasi hutan menjadi penyebab menurunnya populasi spesies ini. Tidak ada indikasi adanya perburuan atau perdagangan hewan yang melibatkan satwa liar ini. Penduduk setempat pun tidak menjadikan hewan ini sebagai bahan makanan yang dikonsumsi karena rasa dagingnya tidak enak. Kemungkinan besar hewan dengan telinga pendek ini mati karena terkena jerat yang sebenarnya dipasang untuk menangkap satwa liar lainnya.
Referensi
Saya pernah lihat lebih dari 5 kali sekitar tahun 1998 pertengahan, semuanya siang hari di TNBBS Lampung