Gardaanimalia – Kawanan gajah (Elephas maximus sumatranus) kembali masuk ke Desa Tri Anggun Jaya, Kecamatan Muara Lakitan, Musi Rawas, Sumatra Selatan.
Peristiwa ini membuat warga resah, terlebih setelah seorang ibu dengan usia kehamilan 5 bulan meninggal dunia akibat terinjak gajah pada Minggu (8/9/2024) silam.
Kawanan gajah yang diperkirakan berjumlah 15 ekor itu juga melintasi kebun sawit milik warga.
Akibat rentetan kejadian tersebut, warga berniat melakukan unjuk rasa kepada pihak terkait karena belum ada penyelesaian apapun atas kasus ini.
Terakhir kali, kelompok gajah terpantau masuk permukiman warga dan lokasi kebun kelapa sawit warga pada Rabu (25/9/2024) pukul 18.30 WIB.
“Tadi malam setelah magrib sudah masuk ke areal perkebunan. Sekarang posisinya ada di petak empat enam dan masih bergerombolan,” ungkap Parsono, Sekretaris Desa Tri Anggun Jaya dikutip dari detikSumbagsel, Kamis (26/9/2024), melansir dari detik sumbangsel.
Ia mengatakan, pada pagi hari itu ia menemukan jejak kaki gajah yang diperkirakan merupakan jejak baru.
Parsono mengatakan, pohon sawit milik salah satu warga Desa Tri Anggun Jaya tersebut habis karena mamalia besar itu muncul di perkebunan. Oleh karena kejadian tersebut, warga melakukan penghalauan terhadap gajah.
“Langsung di kawal area sana. Jadi sekarang pakai meriam spirtus [untuk menghalau] yang dibuat sehingga ada bunyi ledakan-ledakan sama buat api unggun biar gak mendekat gajahnya,” jelasnya.
Parsono juga mengutarakan, pemerintah desa sudah melapor ke pihak kecamatan dan kabupaten, dan akan diteruskan hingga tingkat provinsi.
“Sementara ini, mengadakan penghalauan ataupun pengiringan. Tapi percuma digiring, besok datang lagi, digiring hari ini besok datang lagi,” ujarnya.
Ia juga mengungkap bahwa warga sudah memberikan jangka waktu seminggu setelah peristiwa korban ibu meninggal agar kasus ini segera diselesaikan
“… supaya ada penanganan dari pihak-pihak terkait seperti BKSDA, Kehutanan, ataupun pengelola lahan. Tetapi sampai sekarang belum ada penanganan sama sekali dan masyarakat sudah tidak sabar lagi sehingga mau melakukan aksi katanya,” tambahnya.
BKSDA Sebut sudah Lakukan Penanganan
Sementara itu, Kepala Seksi Wilayah II Lahat BKSDA Sumatra Selatan Yusmono menjelaskan daerah tersebut merupakan perlintasan serta habitatnya.
Ia berharap warga dapat dapat menyesuaikan diri dan hidup berdampingan dengan satwa liar.
“Harus disadari itu kan memang habitat gajah, jadi solusinya itu bagaimana warga di sana mengatur aktivitas dan kegiatan sehari-hari mereka berdampingan dengan gajah. Mungkin bisa dibuat pos penjagaan (siskamling), jadi kalau ada gajah masuk bisa langsung digiring biar tidak merusak kebun. Karena bagaimana pun juga gajah itu kan hewan liar yang dilindungi dan punya hak hidup juga,” ujarnya.
Yusmono mengungkapkan, BKSDA sudah melakukan imbauan, penyuluhan, dan pendampingan kepada masyarakat setiap ada laporan kedatangan gajah.
Ia menjelaskan bahwa pihaknya sudah berkali-kali datang ke lokasi setiap kali menerima laporan dan melakukan penjagaan. Timnya akan kembali ke Lahat jika gajah sudah dinilai menjauh dari lokasi.
“Yang jelas BKSDA terus memantau di situ semaksimal mungkin dan akan turun ke lapangan juga. Tapi kalau secara tiap hari di situ kami masih terkendala dengan keterbatasan anggaran dan anggota. Tetapi kami usahakan untuk turun dan mendampingi masyarakat di situ,” ucapnya.
Menanggapi permintaan warga agar menyelesaikan persoalan gajah, Yusmono mengatakan, jika penyelesaiannya adalah dalam bentuk pemindahan satwa endemik tersebut, perlu ada pertimbangan matang.
“Kalau permintaan masyarakat untuk digiring dan dipindahkan gajahnya ya gimana, itu kan memang habitatnya. Kalau memang mau dipindahkan mau dipindahkan ke lokasi mana. Terus memindahkannya make apa dan apakah mau dibius satu-satu gerombolan gajahnya. Ada pertimbangan-pertimbangan dan kendala yang lain kalau mau memindahkan itu,” tuturnya.
Yusmono mengatakan, diperkirakan gajah akan tetap kembali meski telah digiring keluar, sebab lokasi itu memang merupakan habitat gajah.