Menjarah
Menjarah
Menjarah
Edukasi

Mengenal Dugong, Lady of The Sea dan Perannya dalam Ekosistem Laut

2840
×

Mengenal Dugong, Lady of The Sea dan Perannya dalam Ekosistem Laut

Share this article
Mengenal Dugong, Lady of The Sea dan Perannya dalam Ekosistem Laut
Dugong pemakan lamun. Foto: Global Environment Facility

Gardaanimalia.com – Dugong atau duyung yang dikenal dengan nama ilmiah Dugong dugon merupakan salah satu dari 35 jenis mamalia laut di Indonesia. Kata “dugong” berasal dari bahasa Tagalog yang artinya nona laut atau lady of the sea. Satwa laut ini dapat ditemukan di sepanjang perairan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.

Menurut data yang dilansir dari IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources), habitat dugong meliputi daerah pesisir, perairan hangat dengan kedalaman dangkal hingga sedang (minimum 15–17 °C dengan termoregulasi perilaku).

Panjang dugong bisa mencapai 3 meter dengan berat 450 kg. Satwa laut ini merupakan satu-satunya mamalia laut pemakan lamun yang juga berkontribusi besar dalam menyeimbangkan ekosistem lamun.

Seiring waktu, keberadaan dugong terancam langka, sejalan dengan keberadaan padang lamun yang turut mengkhawatirkan. Menurut Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan (KKJI), walaupun mamalia laut ini sudah ditetapkan sebagai biota yang dilindungi di Indonesia, namun populasinya secara nasional diindikasikan terus mengalami penurunan dan dikhawatirkan mengalami kepunahan apabila tidak dilakukan langkah-langkah penanganan serius.

Mengapa Dugong Terancam Langka?

Secara biologis, dugong memiliki siklus reproduksi yang lambat. Dibutuhkan 14 bulan untuk melahirkan satu individu baru pada interval 2,5 hingga 5 tahun, dan kisaran 10 tahun untuk menjadi dewasa.

Perburuan dan perdagangan secara massif karena faktor nilai ekonomi yang tinggi terus terjadi. Maraknya perburuan dan pemanfaatan langsung bagian tubuh satwa laut ini, di antaranya digunakan untuk bahan makanan, obat tradisional, afrodisiak, ukiran, produk kulit bahan masak, dan pelumas.

Beberapa informasi berdasarkan kepercayaan lokal menyebutkan, bahwa air mata dugong dianggap memiliki kekuatan sebagai media klenik: jimat/perhiasan/artefak religious/lainnya.

Penangkapan dugong secara tidak sengaja atau bycatch–sero, keramba dan sejenisnya milik nelayan–kerap terjadi. Dikutip dari Mongabay, data WWF Indonesia menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2 tahun terakhir, setidaknya terdapat 53 kasus dugong yang terdampar, diburu, maupun terjerat, baik dalam kondisi hidup maupun mati. Dari 53 kasus, meliputi 18 kasus diakibatkan bycatch dengan 3 kasus di antaranya terjadi di Kepulauan Riau. Selain itu, kelangkaan padang lamun yang merupakan habitat dan sumber makanan utama dugong menambah resiko kepunahan satwa laut ini.

Dungong Merupakan Satwa Laut yang Dilindungi

Dugong tercakup dalam tiga konvensi konservasi internasional, di antaranya: The Convention on Biological Diversity (CBD), Convention on the International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) dan Convention on Migratory Species of Wild Animals (juga dikenal sebagai CMS atau Konvensi Bonn). Satwa ini juga termasuk dalam Coral Triangle Initiative (CTI), goal five (Spesies Terancam Punah). Selain itu, Konvensi tentang Lahan Basah (Konvensi Ramsar) yang juga mengatur perlindungan terhadap beberapa habitat penting dugong.

Berdasarkan data IUCN, dugong saat ini berstatus rentan punah (vulnerable) dan termasuk dalam golongan Appendix I. Di Indonesia, nona laut ini merupakan salah satu dari 20 spesies prioritas yang menjadi target penting Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Satwa laut ini secara tegas dilindungi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang terjabar dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P106 Tahun 2018 tentang Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.

Dugong dan Lamun: Peranannya dalam Ekosistem Hayati Laut

Dalam hidupnya, dugong merupakan satwa laut pemakan lamun, sehingga kehidupan mamalia ini sangat bergantung pada persebaran lamun. Itulah sebabnya selain konservasi satwa laut ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan juga mendorong daerah agar menginisiasi ekosistem padang lamun sebagai habitat kunci dugong untuk menjadi Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD).

Lamun merupakan tumbuhan laut yang tumbuh di dasar perairan dangkal, membentuk padang rumput, sehingga juga dikenal sebagai “Padang Lamun.” Menurut LIPI, Indonesia memiliki 12 jenis lamun dari 60 jenis spesies lamun yang tersebar di dunia. Selaras dengan urgensi keberadaan dugong dan lamun, data penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menyebutkan bahwa dari 1507 km² luas padang lamun, hanya 5% lamun yang tergolong sehat, 80% kurang sehat, dan 15% kondisi tidak sehat. Secara keseluruhan, menurut data dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI), terdapat 25.752 ha padang lamun yang tervalidasi dari 29 lokasi di Indonesia.

Saat ini, ancaman kepunahan dugong dan rusaknya padang lamun terus meningkat. Padahal, keberadaan satwa dilindungi ini di alam sangat penting karena berperan besar dalam pengendali ekosistem laut, bahkan tidak bisa digantikan oleh biota laut lainnya.

Berdasarkan informasi yang dikutip dari Mongabay, sebagai pemakan lamun, dugong memakannya dengan cara mengaduk substrat yang ada di bawah pasir laut. Cara ini membantu siklus nutrient di alam dan menyuburkan tanah yang ada di bawah perairan, sehingga mamalia ini juga berperan besar dalam penyebaran pertumbuhan lamun.

Dilansir dari situs LIPI, Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Wawan Kiswara mengungkapkan bahwa populasi dugong di Eropa punah pada tahun 1917 dan 13 tahun kemudian muncul penyakit lamun yang menyebabkannya tidak pernah tumbuh lagi hingga saat ini.

“Apabila dugong punah dari negeri kita, maka habitat lamun pun habis dan ekosistem pun akan berdampak. Jika padang lamun hancur, tripang, ranjungan, dan beberapa biota lainnya juga ikut menghilang”, ucapnya.

Menurut Wawan, laju kerusakan lamun di Indonesia berkontribusi besar terhadap peningkatan ancaman kepunahan dugong. Data terkini terkait sebaran, besaran, dan populasi satwa pemakan lamun di Indonesia juga masih terbatas.

Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Agus Dermawan, pada Simposium Nasional Dugong dan Habitat Lamun 2016 di Bogor, diperkirakan 10 tahun lalu masih terdapat 1000 individu, dan sampai saat ini masih belum diketahui berapa jumlah satwa ini di Indonesia.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback
4 years ago

[…] Baca juga : Mengenal Dugong, Lady of The Sea dan Perannya dalam Ekosistem Laut […]