Gardaanimalia.com – Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) wilayah Kalimantan Timur dan Polhut Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim menangkap pelaku perdagangan Cucak hijau (Chloropsis sonnerati) melalui Media sosial di Samarinda, Kalimantan Timur pada Kamis (4/6/2020).
Seorang pemuda berinisial LS (19) diamankan oleh petugas bersama dengan barang bukti berupa 167 ekor burung Cucak hijau/ Cica daun besar. Pelaku ditangkap di kediamannya Jalan Juanda 4, Kec. Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur.
Kepala Balai Gakkum LHK wilayah Kalimantan, Subhan mengatakan bahwa penangkapan tersebut berawal dari adanya laporan masyarakat mengenai perdagangan ilegal satwa dilindungi di media sosial.
“Kita mendapatkan laporan dari warga yang melapor di Kota Samarinda. Saat diselidiki, informasinya ternyata benar. Setelah itu tim operasi diturunkan untuk menindak pelaku,” kata Subhan pada Jumat (5/6/2020) dilansir dari presisi.co
Pelaku LS, ungkapnya, mendapatkan burung Cucak hijau dari Kabupaten Berau menggunakan transportasi travel. Satu ekor burung dijual mulai harga Rp 150 ribu hingga Rp 300 ribu per ekornya.
Subhan mengatakan pihaknya akan menelusuri jaringan perdagangan satwa dilindungi ini dan akan segera menindak pelaku lain yang terlibat.
“Akan kami pantau. Kalau memang ada respon dari pihak penampung, akan segera kami tindak,” tegasnya.
Sementara ratusan ekor burung Cucak hijau hasil sitaan petugas akan diserahkan kepada pihak BKSDA Kalimantan Timur untuk dilepasliarkan di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Balitek Samboja.
Dari hasil interogasi, LS mengaku bahwa aksinya memperdagangkan Cucak hijau secara online baru dilakukan sejak pertengahan bulan Februari 2020. Selain melalui media sosial, LS juga memperdagangkan burung langsung kepada pelanggan.
Atas perilakunya, Pelaku dijerat Pasal 40 ayat (2) jo Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. LS terancam hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda Rp 100 juta.