Menjarah
Menjarah
Menjarah
Opini

Pentingnya Perlindungan Hiu Seiring Tren Penangkapan yang Meningkat

1811
×

Pentingnya Perlindungan Hiu Seiring Tren Penangkapan yang Meningkat

Share this article
Pentingnya Perlindungan Hiu Seiring Tren Penangkapan yang Meningkat
Pekerja memotong sirip ikan hiu berukuran kecil (cucut) di tempat pelelangan ikan Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, Jumat (24/7). Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/Rei/kye/15.

Oleh: Anugrah Ekandina Putri, Kontributor Garda Animalia


Gardaanimalia.com – Indonesia sebagai rumah dari beragam jenis Hiu, memiliki masalah yang cukup komplek terkait perlindungan jenis-jenis Hiu di perairannya. Selaras dengan posisinya sebagai bagian dari kawasan Coral Triangle yang merupakan tempat keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia, Indonesia juga sekaligus menjadi negara yang ramai dengan penangkapan dan perdagangannya.

pariwara
usap untuk melanjutkan

Dikutip dari Mongabay, Organisasi International Union for Conservation of Nature (IUCN) menyebut terdapat setidaknya 127 jenis hiu yang hidup di perairan Indonesia. Sedangkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan setidaknya ada 114 jenis hiu di perairan Indonesia. Secara keseluruhan, ada sekitar 220 spesies hiu yang teridentifikasi di Indonesia hingga 2018.

Dari ratusan jenis itu, baru satu jenis yang dilindungi secara penuh oleh pemerintah, yaitu Hiu paus (Rhincodon typus). Sementara 7 jenis Hiu lainnya yaitu Hiu koboy (Carcharhinus longimanus), Hiu lanjaman (Carcharhinus falciformis), Hiu tikus (Alopias pelagicus), Hiu pahitan (Alopias superciliosus), Hiu martil (Spyhrna lewini), Hiu martil tipis (Sphyrna zygaena), dan Hiu martil besar (Sphyrna mokarran) tidak dapat ditangkap sembarangan karena harus memenuhi izin khusus dan kuota tangkap dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Dalam beberapa dekade terakhir, tren penangkapan hiu semakin berkembang. Mulai dari perikanan longline berskala kecil, hingga menjadi perikanan komersial dengan target tangkapan jenis hiu bernilai tinggi. Hiu botol, hiu/pari lontar, dan jenis hiu-hiu besar, ditangkap baik sebagai target utama maupun tangkapan sampingan.

Penangkapan hiu oleh nelayan tidak serta merta sebagai tujuan utama penangkapan atau dalam istilah lain bytarget, tetapi juga dalam hal penangkapan sampingan atau bycatch. Tingginya harga sirip hiu di pasar internasional membuat hiu akhirnya menjadi tangkapan sampingan yang diharapkan dalam kegiatan penangkapan ikan.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2015), total produksi perikanan tangkap untuk kelompok hiu di Indonesia tahun 2014 mencapai 49.020 Ton dengan nilai produksi mencapai Rp 677.900.570.000. Di lain sisi, hiu pada umumnya memiliki laju pertumbuhan yang lambat, berumur panjang, lambat dalam pencapaian matang seksual, dan memiliki anakan yang sedikit. Dengan faktor biologis yang disebutkan, hiu menjadi sangat rentan terhadap laju kematian yang diakibatkan oleh penangkapan.

Fakta yang lebih mengejutkan bahwa Indonesia tidak hanya sebagai Negara eksportir untuk produk olahan hiu, namun juga sebagai Negara importer produk serupa. Hal ini menunjukkan pangsa pasar olahan hiu di Indonesia terbilang tinggi. Di satu sisi, tingginya penangkapan hiu menjadi salah satu komoditas penting bagi sebagian masyarakat, bahkan menunjukkan tingginya ketergantungan hiu dalam memberikan manfaat ekonomi bagi kesejahteraan nelayan.

Perlindungan Hiu

Eksploitasi dan perdagangan hiu secara tidak terkendali bisa berpotensi terus meningkat pesat, apalagi jika tidak diimbangi dengan implementasi perlindungan hiu yang berstatus dilindungi, maupun kontrol penangkapan hiu secara keseluruhan.

Dalam side event Indonesia sebagai tuan rumah yang mengusung tema Indonesia’s Conservation Initiatives: Curbing Illegal Wildlife Trade and Strengthening Legal Market Sistem, Diplomat dan Perwakilan Republik Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa saat ini, Hasan Kleib, mengatakan bahwa  perdagangan ilegal satwa liar merupakan tantangan global yang membutuhkan perhatian serius karena menimbulkan ancaman penurunan spesies, kerusakan ekosistem serta pemiskinan masyarakat lokal. Sehingga, tidak hanya menjadi isu konservasi tapi juga multidimensi dan sangat kompleks.

“Kolaborasi adalah kunci untuk memperkuat dan mempercepat tindakan menghadapi tantangan perdagangan ilegal satwa liar yang terus berkembang,” katanya.

Indonesia turut menjadi bagian dari signatory member state CITES, sehingga berkewajiban untuk ikut dalam mengimplementasikan keputusan yang disepakati dalam sidang konvensi CITES. Salah satunya, pada Conference of The Parties 16 (CoP-16) CITES di Bangkok pada tahun 2013, sejumlah 5 spesies hiu masuk dalam daftar Apendiks II. Empat dari lima spesies di antaranya ada di Indonesia, yaitu : Tiga spesies hiu martil dan hiu koboi. Selain hiu, dua spesies pari manta juga masuk dalam daftar Apendiks II dalam konvensi tersebut, yaitu manta oseanik dan manta karang.

Pemerintah pun menetapkan jumlah tangkapan maksimum dan ukuran tangkapan minimum, mengingat masih ramainya eksploitasi hiu sebagai komoditas dan khususnya yang menjadikan tangkapan hiu sebagai komoditas mata pencaharian utama.

Permasalahan dalam Pengelolaan Hiu

Beberapa permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan hiu mencakup beberapa poin besar, yaitu dalam hal pengelolaan, penerapan regulasi, dan ketentuan internasional terkait pemanfaatan sumber daya ikan hiu. Dalam hal regulasi, Indonesia mempunyai keanekaragaman spesies hiu yang cukup besar.

Ketersediaan regulasi yang ada di antaranya hanya mengatur 7 spesies hiu, yaitu perlindungan penuh Hiu Paus atau sering disebut juga Hiu Tutul, larangan ekspor hiu koboi dan tiga spesies hiu martil, serta larangan dalam penangkapan dua spesies hiu tikus genus Alopias di wilayah Samudra Hindia.

Rantai Perdagangan Hiu di Indonesia cenderung panjang dan kompleks, mulai dari tingkat nelayan, pengepul, unit pengolahan, eksportir, hingga Negara pengimpor. Rantai perdagangan di tingkat pengepul menjadi tingkat perdagangan hiu paling kompleks di Indonesia. Menurut Zainudin (2011) dalam Naskah Kebijakan perlindungan Hiu, banyaknya tingkatan dalam pengepul menjadi penyebab susahnya membangun sistem keterlacakan untuk mengetahui asal-usul penangkapan hiu.

Sistem keterlacakan ikan menjadi sangat penting dalam sistem pengelolaan dan perdagangan perikanan, mengingat sudah banyak Negara pembeli ikan yang juga mensyaratkan dokumen keterlacakan bagi semua jenis ikan yang masuk ke negaranya. Salah satu contohnya adalah catch certificate yang merupakan sistem yang dibangun untuk mengurangi ancaman penurunan sumber daya perikanan akibat penangkapan illegal.

Realita Upaya Perlindungan Hiu

Salah satu target SDG dalam poin Life below water dari Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) adalah secara efektif mengatur pemanenan dan mengakhiri penangkapan ikan yang berlebihan, ilegal, penangkapan ikan yang tidak dilaporkan dan tidak diatur, setidaknya ke tingkat yang berorientasi pada sistem berkelanjutan, sebagaimana ditentukan oleh karakteristik biologis mereka.

Selain pentingnya melakukan perlindungan hiu dari praktik-praktik ilegal dan perlindungan terhadap kekerasan satwa, perlu disadari bahwa upaya konservasi dan kontrol atas tindakan eksploitasi adalah upaya dalam penyeimbangan ekosistem. Sebagaimana efek dari bentuk ekspoitasi jangka panjangnya sangat memberikan pengaruh signifikan terhadap kestabilan alam.

Hilangnya hiu sebagai predator utama dapat memunculkan dominasi predator tengah, meliputi ikan-ikan dimangsa dan memangsa. Akibatnya, ikan-ikan lainnya yang menjadi sumber bahan pangan akan berkurang atau hilang. Melihat pentingnya perikanan hiu sebagai target pemenuhan dalam hal sosial, ekonomi, budaya, dan bahkan ketahanan pangan lokal, maka perlu untuk melakukan pengaturan untuk menjaga populasi dan keberagaman spesies hiu sebagai satwa laut yang dilindungi.

Saat ini, Pemerintah Indonesia sudah mempunyai rencana aksi perlindungan hiu hingga tahun 2020. Namun, sebagai refleksi, rencana ini belum memiliki kerangka legalitas yang jelas, sehingga penerapannya masih bersifat sukarela dan belum dapat dijadikan landasan hukum yang kuat bagi lembaga pemerintah untuk menyediakan anggaran demi aktualisasi perlindungan hiu.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback
3 years ago

[…] Baca juga: Pentingnya Perlindungan Hiu Seiring Tren Penangkapan yang Meningkat […]

Seekor harimau (Panthera tigris) sedang beristirahat di kandangnya di Medan Zoo. | Foto: Dok. Wildlife Whisperer of Sumatra
Opini

Gardaanimalia.com – Wali Kota Medan Bobby Nasution punya rahasia. Rahasia itu berhubungan dengan keputusannya menutup Medan Zoo pasca-insiden…