Gardaanimalia.com – Selangkah lagi, sepuluh ekor kukang jawa akan kembali hidup di alam bebas.
Sepuluh kukang jawa tersebut berhasil ditranslokasi ke Kawasan Resort Pengelolaan Taman Nasional Gunung Kendeng, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (PTNW) III Sukabumi, Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS).
Translokasi adalah proses pengangkutan satwa dari pusat rehabilitasi ke kandang habituasi di lokasi lepas liar.
Kesepuluh kukang jawa (Nycticebus javanicus) ditranslokasi oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat, BTNGHS, dan Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) pada Rabu (23/10/2024).
Adapun kukang-kukang yang ditranslokasikan terdiri dari tiga kukang jantan bernama Petruk, Yuda, dan Gareng. Sementara, tujuh lainnya adalah betina bernama Alon, Citas, Kunthi, Madrim, Bestari, Kajol, dan Loni.
Sepuluh kukang ini berasal pelaporan dan penyerahan masyarakat kepada BBKSDA Jawa Barat dan BKSDA Yogyakarta.
Setelah diserahkan, primata-primata tersebut menjalani rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi YIARI di Ciapus, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Dalam kesempatan ini, Direktur Operasional Program YIARI Argitoe Ranting menekankan pentingnya pelepasliaran sebagai indikator keberhasilan dalam konservasi satwa liar.
“Pelepasliaran kukang jawa ini merupakan puncak dari upaya penyelamatan panjang dan teliti, dimulai dari proses penyelamatan, rehabilitasi, hingga akhirnya pelepasliaran ke habitat alami mereka,” ujarnya.
Ia pun berharap kegiatan ini dapat memberikan dampak langsung terhadap kesejahteraan satwa yang dilepasliarkan.
Tak hanya itu, Argitoe berharap pelepasliaran dapat menyediakan data untuk studi lanjutan tentang konservasi kukang jawa.
Rehabilitasi hingga Lepas Liar
Di YIARI, kukang-kukang yang diselamatkan akan melewati proses rehabilitasi yang bertujuan memulihkan kesehatan dan perilaku liar, serta mempersiapkan mereka untuk kembali ke alam liar.
Rehabilitasi meliputi proses cek kesehatan menyeluruh, pengaturan diet spesifik, serta pemberian fasilitas dan kegiatan yang mendukung perilaku alami mereka.
Setelah menyelesaikan rehabilitasi, barulah para kukang akan ditranslokasi dan menjalani proses habituasi.
Kandang habituasi terbuat dari jaring dengan rangka bambu seluas 18 meter persegi.
Di sana, kukang diberi pakan dan waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan baru secara bertahap selama sekitar satu minggu.
Proses adaptasi penting untuk memastikan kukang mampu bertahan sebelum dilepas ke alam.
Karena merupakan satwa nokturnal atau aktif di malam hari, kukang akan dilepasliarkan saat malam hari.
Tahapan terakhir dari proses ini adalah pemantauan pasca-pelepasliaran. Tahap ini dilakukan selama dua hingga tiga bulan dengan menggunakan GPS collar
Pemantauan bertujuan untuk melacak adaptasi kukang pada habitat baru mereka, memastikan mereka mampu bertahan hidup, mencari makan, dan berperilaku sesuai kebutuhan alaminya.
Pemilihan Lokasi Lepas Liar
Kawasan Resort PTN Gunung Kendeng, Seksi PTNW III Sukabumi BTNGHS dipilih sebagai lokasi pelepasliaran berdasarkan beberapa pertimbangan utama, yaitu ketersediaan pakan, dan keamanan lokasi dari perburuan atau gangguan.
Lokasi juga relatif jauh dari permukiman untuk meminimalisir konflik dengan masyarakat.
Pemilihan lokasi ini juga telah dikukuhkan melalui Keputusan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Nomor: SK. 50/KSDAE/SET.3/KSA.2/3/2021 tentang Penetapan Lokasi Pelepasliaran Lima Jenis Satwa di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak periode tahun 2021–2025.
Keputusan ini menetapkan area dengan kesesuaian habitat sebesar 22.848,1 hektare dan area prediksi pelepasan sebesar 15.578,4 hektare, termasuk habitat untuk kukang jawa.
Lokasi translokasi itu berjarak sekitar 36 kilometer dari Pusat Rehabilitasi YIARI di Bogor.
Untuk mencapai lokasi lepas liar, tim harus menempuh perjalanan darat dengan kendaraan bermotor sekitar empat jam, diikuti berjalan kaki selama kurang lebih 30 menit.
Mencintai Tidak dengan Memelihara
Kepala Balai TNGHS Budhi Chandra mengatakan, lepas liar kukang adalah wujud nyata komitmen pihaknya dalam melestarikan keanekaragaman hayati di TNGHS.
“Kami berharap kegiatan ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan satwa liar dan lingkungan kita,” ungkapnya.
Di sisi lain, Kepala BBKSDA Jawa Barat Agus Arianto memberikan apresiasi kepada YIARI yang telah mendukung program pelestarian satwa liar dilindungi.
Agus Arianto lalu mengimbau masyarakat untuk bersama-sama menjaga keberlangsungan kelestarian satwa liar dilindungi kukang jawa di habitatnya.
“Mencintai satwa liar tidak berarti harus dilakukan dengan cara memelihara, sejatinya dengan membiarkannya hidup di alam liar, di habitatnya merupakan bentuk mencintai satwa liar sesungguhnya,” kata Agus.
Kukang jawa adalah satwa yang dilindungi berdasarkan Permen LHK Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi di Indonesia.
Aturan mengenai satwa dilindungi telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Selain itu, International Union for Conservation of Nature (IUCN) juga telah mengklasifikasikan satwa endemik ini sebagai satwa terancam (endangered).