Menjarah
Menjarah
Menjarah
Ulasan

Perkebunan Kelapa Sawit Makin Melebar, Apa Kabar Satwa Liar?

2763
×

Perkebunan Kelapa Sawit Makin Melebar, Apa Kabar Satwa Liar?

Share this article
Perkebunan Kelapa Sawit Makin Melebar, Apa Kabar Satwa Liar?
Ilustrasi perkebunan kelapa sawit. Foto: Sindonews

Gardaanimalia.com – Tidak dapat dipungkiri Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah. Terbukti dengan tingginya tingkat entitas hayati dan hewani yang hidup di darat, air, maupun udara. Berlimpahnya kekayaan alam tersebut ibarat dua sisi mata pisau. Jika dikelola dengan baik maka akan memberikan keuntungan yang tidak sedikit. Di sisi lain, hal ini juga akan menghadirkan tantangan tersendiri.

Kawasan hutan yang luas merupakan salah satu contoh nyata kekayaan alam Indonesia. Dikutip dari Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) KLHK, hasil pemantauan hutan Indonesia menunjukan bahwa pada tahun 2019 lalu luas lahan berhutan di seluruh daratan Indonesia mencapai 94,1 juta hektare atau 50,1% dari total daratan. Sayangnya, luasnya kawasan hutan tiap tahun kian menyusut akibat alihfungsi lahan yang tidak terkontrol.

pariwara
usap untuk melanjutkan

Prof. Dr. Tukirin Patmomihardjo, peneliti botani dari (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) LIPI menjelaskan bahwa tiap tahunnya 13 juta hektare kawasan hutan telah dialihfungsikan menjadi kawasan pertanian, pemukiman, maupun perkebunan. Perkebunan kelapa sawit berkembang sangat signifikan dalam satu dekade belakangan. Ini menjadi salah satu penyumbang menyusutnya kawasan hutan. Terlebih kelapa sawit menjadi primadona dalam komoditas perkebunan. Kelapa sawit menjadi komoditas andalan untuk pemasukan pendapatan nasional serta devisa negara.

Pada 2013, Indonesia dan Malaysia menguasai hampir 86% produksi CPO dunia dengan kontribusi sebesar 26,70 juta ton.[1]Agung Prasetyo (et al). 2017. Keunggulan Komparatif dan Kinerja Ekspor Minyak Sawit Mentah Indonesia di Pasar Internasional. Jurnal Agro Ekonomi. 35 (2). hal 19 Bahkan, tiga tahun kemudian, Indonesia mampu menjadi produsen pertama di dunia dengan produksi CPO sebesar 34 juta ton serta mampu mengekspor ke berbagai negara sebanyak 25 juta ton dari total keseluruhan produksi.[2]Deilla Tsamrotui dan Ernah. 2018. Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Berdasarkan Prinsip ISPO di PTPN VIII Cikasungka Jawa Barat. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 23 (3). Hal 190

Kepentingan ekonomi inilah, yang kemudian menggenjot pembukaan perkebunan kelapa sawit baru secara besar-besaran. Pada 2020, Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian mencatat luas perkebunan kelapa sawit telah mencapai 14.996.010 hektare.[3]Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian dalam Buku Statistik Kelapa Sawit 2018-2020 Selain itu, pada tahun 2014-2018, diketahui luas areal perkebunan kelapa sawit mengalami laju peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7,89% kecuali pada tahun 2016, di mana terjadi penurunan sebesar 0,5%.

Dengan luasnya areal perkebunan kelapa sawit tidak aneh jika Indonesia mampu menjadi produsen pertama CPO di dunia. Kelapa sawit berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi dan peningkatan distribusi pendapatan. Ibarat pisau bermata dua, pengembangan kelapa sawit memang memiliki dampak positif bagi perekonomian, namun di sisi lain memunculkan berbagai problematika sebagai bentuk tantangan.

Ekspansi kelapa sawit ternyata memunculkan dampak negatif yang serius bagi lingkungan. Peningkatan emisi karbon, berkurangnya habitat satwa yang berdampak pada menurunnya kuantitas satwa liar, serta penggunaan pestisida yang tidak ditangani sesuai dengan prosedur sehingga mengganggu stabilitas ekosistem, menjadi beberapa dampak yang harus segera dipikirkan solusinya. Ekspansi kelapa sawit juga telah meningkatkan deforestasi serta mempengaruhi perubahan iklim sehingga mengganggu lingkungan.[4]Pacheco P. 2012. Oil Palm in Indonesia Linked to Trade and Investment: Implications for Forest. Bogor: Center for International Foresty Research (CIFOR

Laju pertumbuhan areal perkebunan kelapa sawit yang semakin meningkat dari tahun ke tahun menjadikan bisnis kelapa sawit ini sebagai penyumbang deforestasi ketiga terbesar dengan luas deforestasi seluas 586.531 hektare. Dikutip dari hasil analisis spasial yang dilakukan oleh lembaga Forest Watch Indonesia (FWI) diketahui sampai dengan pertengahan tahun 2017, luas konsensi perkebunan kelapa sawit berkisar 19 juta hektare. Sedangkan, tutupan hutan alam yang berada di dalam konsensi perkebunan seluas 2,3 juta hektare. Berdasarkan data yang sama, deforestasi yang dialami mencapai hingga 2,81 juta hektare atau setara dengan 49% akibat adanya izin pemanfaatan serta penggunaan lahan pada periode tahun 2013-2017.[5]Forest Watch Indonesia. Diakses melalui website http://fwi.or.id/wp-contenst/uploads/2019/10/FS_Deforestasi _FWI_small.pdf, pada 3 Juni 2021 pukul 22.15

Perkebunan Kelapa Sawit Makin Melebar, Apa Kabar Satwa Liar?
Ilustrasi perkebunan kelapa sawit. Foto: Trubus

Selain deforestasi dan peningkatan emisi karbon, ekspansi kelapa sawit turut memengaruhi persediaan air tanah untuk tanaman lain di luar area perkebunan kelapa sawit. Menurut Kallarackal dalam studinya di India, sebatang pohon kelapa sawit membutuhkan air sebanyak 2,0-5,5mm per hari atau setara dengan 140-385 liter per hektare per hari dengan jumlah pohon sebanyak 143 pohon per hektar.(Kallarackal J, Jiyakumar P, George S. 2004. Water Use of Irrigated Oil Palm at Three Different Arid Locations in Peninsulan India. Journal of Oil Palm Research. 16 (1). Hal 59-67))

Ekspansi kelapa sawit juga turut menjadi salah satu ancaman besar bagi keberadaan satwa yang terancam punah. Diketahui kini jumlah rata-rata mamalia hanya 15-25% per hektar. Jumlah ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah mamalia di kawasan hutan tropis. Penurunan vegetasi tanah akibat dari tutupan yang diakibatkan karena adanya tumpang tindih daun sehingga mengakibatkan penurunan jumlah spesies tanaman.[6]Lord S, Clay J. 2011. Environmental Impact of Oil Palm-Practical Considerations in Defining Sustainability for Impact on The Air, Land and Water. Diakses melalui … Continue reading

Deforestasi hutan alam, berakibat pada rusaknya habitat hutan serta perubahan lanskap hutan alam. Selain itu, juga berdampak pada rusaknya kondisi  daerah aliran sungai (DAS) yang berada di bawahnya. Hal ini tentunya akan berimbas munculnya dampak alam lainnya seperti tanah longsor, sedimentasi, serta meningkatnya aliran permukaan air dan erosi tanah.[7]Yani A. 2011. Penilaian Ekonomi Kawasan Hutan di Indonesia : Pendekatan dalam Penentuan Kelayakan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit. Disertasi. Jakarta : Universitas Indonesia Perkebunan kelapa sawit juga diketahui memiliki laju evapotranspirasi yang cukup tinggi. Evapotranspirasi sendiri diartikan sebagai gabungan dari evaporasi di permukaan tanah serta transpirasi tanaman yang mengalami penguapan sehingga berpengaruh terhadap kesediaan air tanah.

Dari sekian tantangan yang ada, menjadi PR penting bagi pemerintah, pemangku kepentingan, serta masyarakat untuk bersinergi memantau pengelolaan perkebunan kelapa sawit guna meminimalisir resiko yang ada.

Pelanggaran Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Berimbas Semakin Rusaknya Lingkungan

Dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit, pemerintah telah menetapkan standarisasi tersendiri yang dituangkan dalam satu bentuk sertifikasi bernama ISPO (Indonesian Suistainable Palm Oil Certification System). ISPO diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 11/Permentan/OT.140/3/2015 Tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia dan Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2020 Tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.

Di dalam ISPO tertuang 7 (tujuh) prinsip yang mengatur tata kelola kepengurusan perkebunan kelapa sawit. Dari 7 (tujuh) prinsip ISPO, terdapat 2 (dua) prinsip yang akan dibahas yaitu mengenai legalitas usaha perkebunan serta pengelolaan dan pemantauan lingkungan.

Prinsip pertama, yakni legalitas usaha. Terkait dengan legalitas usaha, telah diatur di dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 98 Tahun 2013 sebagaimana telah diubah menjadi Permentan No. 29 Tahun 2016 yang kemudian diubah kembali menjadi Permentan No.21 Tahun 2017. Dalam peraturan ini diatur mengenai jenis usaha perkebunan serta perizinannya. Namun demikian, dalam praktik seringkali masih dijumpai perkebunan ilegal.

Baca juga: Wisata Lembaga Konservasi Satwa sebagai Sarana Edukasi atau Eksploitasi?

Sebagai contoh, dikutip dari wartaekonomi.co.id bahwa terdapat 1,4 juta hektare perkebunan kelapa sawit ilegal di Provinsi Riau. Menurut Suharman Amby selaku mantan Ketua Panitia Khusus Monitoring dan Evaluasi Perizinan DPRD Riau, Pemerintah Provinsi Riau berpotensi kehilangan penerimaan pajak sebesar Rp 107 triliun/Tahun.[8]Diakses pada 4 Juni 2021, pukul 20.30. Melalui website Warta Ekonomi.co.id (https://www.google.com/amp/s/amp.wartaekonomi.co.id/berita270057/marak-kebun-sawit-ilegal-riau-rugi-hingga-ratusan-triliun

Temuan tersebut sudah tentu bertentangan dengan ketentuan yang telah diatur di dalam regulasi yang telah ada. Apalagi jika mengingat ISPO yang telah ditetapkan, tentunya temuan tersebut telah menyalahi prinsip yang ada di dalamnya. Sejatinya, selain pemerintah yang dirugikan dengan adanya perkebunan kelapa sawit ilegal ini, masyarakat di sekitar turut merasakan imbas negatif dari keberadaannya. Dalam Pasal 2 huruf f UU Perkebunan disebutkan bahwa perkebunan diselenggarakan berdasarkan asas kebermanfaatan. Seharusnya pengelolaan perkebunan kelapa dapat memberikan dampak nyata bagi penunjang kehidupan masyarakat di sekitar perkebunan.[9]Ramos Adi P. Sawit dan Lingkungan yang Sakit : Perspektif Analisis Terhadap Dampak Negatif dalam Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Di Indonesia. Diakses pada 3 Juni 2021, pukul 21.00 mmelalui … Continue reading

Problematika lain dari perkebunan kelapa sawit ilegal ini adalah kemungkinan pengelolaan yang tidak sesuai prosedur yang ada sehingga dapat menghasilkan residu yang berbahaya bagi lingkungan. Hal ini dimungkinkan sebab belum tentu perkebunan tersebut memiliki alokasi dan penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan tujuan untuk mencegah kerusakan lingkungan sebagaimana dijelaskan didalam Pasal 2, Pasal 3, serta Pasal 9 UU Lingkungan Hidup.

Lantas kemudian, dampak negatif ekspansi ditunjukan dalam pelanggaran prinsip kedua ISPO, yakni manajemen pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Ekspansi kelapa sawit memang memiliki dampak signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Investasi pun turut berdatangan. Namun demikian, ekspansi kelapa sawit berimbas pada kondisi lingkungan.

Perkebunan Kelapa Sawit Makin Melebar, Apa Kabar Satwa Liar?
Perkebunan ilegal di Riau. Foto: Tempo

Telah diketahui sebelumnya bahwa kelapa sawit menempati posisi ketiga sebagai penyumbang deforestasi di Indonesia. Demikian dapat diartikan bahwa habitat satwa liar pun ikut  tergerus. Ekspansi kelapa sawit berimplikasi pada keberadaan satwa yang semakin terancam punah.

Praktik ekspansi kelapa sawit nampaknya juga tidak sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam UU Penataan Ruang. Dijelaskan dalam UU ini, bahwa prinsip penataan ruang bertujuan untuk menciptakan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan.[10]Mongabay, “Hukum dan Perundangan yang Berhubungan dengan Tata Kelola Hutan dan Lahan”, Diakses pada 4 Juni 2021 melalui website … Continue reading

Jika pemanfaatan ruang tidak dikelola dengan sebaik-baiknya, tentunya akan berdampak bagi lingkungan. Baik perkebunan kelapa sawit legal maupun perkebunan kelapa sawit ilegal. Keduanya memberikan dampak bagi lingkungan maupun ekologi hingga sosial.

Catatan penting dari bisnis dan ekspansi kelapa sawit adalah dampak negatif terhadap keberlanjutan lingkungan yang sangat mengerikan di masa depan. Peningkatan emisi gas karbon dioksida (CO²), penurunan kuantitas air tanah, deforestasi, serta berkurangnya vegetasi tumbuhan tentunya akan mempengaruhi keberadaan satwa liar. Penurunan kuantitas satwa tidak dapat dihindari. Pada prinsipnya, satwa tidak akan berpindah dari habitat asalnya. Akan tetapi, ekspansi perkebunan kelapa sawit memaksa satwa untuk berkelana keluar habitat asalnya. Sehingga acapkali satwa ditemukan berkeliaran disekitar wilayah pemukiman. Dengan demikian, pergerakan satwa dalam mencari makan dan berkembangbiak akan terganggu.[11]Rianda Akbari. 2021. Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit Jadi Ancaman Bagi Kehidupan Satwa. Diakses pada 2 Juni 2021 pukul 13.00, melalui website gardaanimalia.com … Continue reading Hal ini mengakibatkan kuantitas satwa semakin berkurang, dan tak menutup kemungkinan satwa akan terancam punah.

Terlepas dari legalitas perkebunan, maupun kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi. Pemerintah ataupun pemangku kepentingan tidak bisa menutup mata terhadap dampak buruk dari bisnis dan ekspansi kelapa sawit. Pemerintah, pengelola serta masyarakat harus saling bekerjasama guna memantau pengelolaan perkebunan kelapa sawit agar sesuai dengan standarisasi yang telah diputuskan sebelumnya. Pihak pengelola diharuskan berkomitmen dengan peraturan yang ada. Tentunya bagi para pelanggar harus ditindak tegas dengan sanksi yang berlaku.

0 0 votes
Article Rating

Referensi[+]

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Harimau di Pusaran Jerat Pemburu
Ulasan

Gardaanimalia.com – Beberapa waktu lalu, tepatnya pada 17 Oktober 2021, seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) berjenis kelamin betina…