Gardaanimalia.com – Seekor bekantan (Nasalis larvatus) betina masuk ke Pondok Pesantren Darul Amin, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, Kabupaten Kotawaringin Timur pada Selasa (20/8/2024).
Ia masuk ke ruang guru perempuan, lalu melompat dari dinding satu ke dinding lain di antara beberapa barang.
Komandan BKSDA Pos Jaga Sampit Muriansyah mengatakan, primata tersebut diduga kuat tersesat ke area permukiman ketika mencari makan.
Warga pun lekas menangkap bekantan untuk diselamatkan.
“Sebenarnya warga tidak mempermasalahkan kehadiran bekantan di lokasi tersebut. Namun, karena bekantan masuk ruangan, membuat ustazah dan santri takut, akhirnya diselamatkan dan dipindahkan,” kata Muriansyah kepada Garda Animalia, Rabu (21/8/2024).
Setelah ditangkap, warga lantas melaporkan keberadaan satwa itu ke BKSDA Sampit untuk mendapatkan tindak lanjut.
Muriansyah menjelaskan kondisi satwa berjenis kelamin betina itu tampak stres ketika ditangkap, tetapi kekuatannya mulai pulih.
“Dari pengamatan petugas, bekantan masih tampak stres dan kekuatannya mulai pulih. Tidak ditemukan luka,” kata dia.
Agar tidak semakin stres, BKSDA bersama Damkar dan Komunitas Reptil Sampit lantas melakukan pelepasliaran di wilayah hutan Kecamatan Seranau, Kabupaten Kotawaringin Timur.
Proses lepas liar dilakukan tim menggunakan sebuah perahu klotok.
“Lokasi merupakan habitat bekantan,” kata Muriansyah.
Penghuni Asli Borneo
Adapun bekantan adalah primata endemik berhidung mancung dan hidup di sekitar hutan lahan basah, seperti mangrove dan rawa gambut.
Ciri fisiknya adalah bagian wajah tidak ditutupi rambut. Sementara, panjang ekornya sama dengan panjang tubuhnya, yakni sekira 559 sampai 762 milimeter.
Warna tubuhnya juga bervariasi, bagian punggung coklat kemerahan sementara ventral dan anggota tubuh lainnya berwarna putih abu.
Menurut buku berjudul “Konservasi Bekantan Berbasis Masyarakat di Pulau Bunyu“, secara umum bekantan memakan daun, buah, bunga, kulit pohon, serangga, kepiting dan lainnya.
Ia juga membutuhkan air untuk minum dan berenang.
Bekantan kini mengalami ancaman perburuan dan hilangnya habitat karena rusaknya hutan.
Ia juga masuk dalam satwa dilindungi menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi.
Karena populasinya semakin menurun, Nasalis Larvatus tercantum dalam status genting atau endangered menurut IUCN Red List.