Gardaanimalia.com – Seekor trenggiling bernama ilmiah Manis javanica dengan berat 6 kilogram dilepasliarkan di kawasan hutan Desa Rawa Makmur, Kecamatan Kolang.
Sebelumnya, satwa dilindungi itu ditemukan seorang warga, pada Senin (15/8) sekira pukul 21:00 WIB saat melintas di jalan Dusun Sordang.
Penemuan tersebut kemudian diinformasikan kepada Jasman yang merupakan anggota Kelompok Konservasi Penyu Pantai Bandang (KKP2B).
Selanjutnya, oleh Jasman dikoordinasikan dengan Yayasan Menjaga Pantai Barat (Yamantab) yang kemudian diteruskan ke BKSDA dan pemerintah desa setempat.
“Mendapat informasi ada temuan trenggiling, saya langsung informasikan kepada lembaga terkait, ketua KKP2B, Pemerintah Desa dan Yamantab,” ujarnya, Rabu (17/8).
Dirinya juga mengimbau warga yang menemukan agar mengamankan trenggiling sebelum dilepasliarkan. “Karena satwa tersebut dilindungi,” jelas Jasman.
Adapun Ketua KKP2B, Parningotan Pandiangan, mengatakan pelepasan satwa liar itu adalah bentuk kesadaran warga Desa Rawa Makmur untuk melestarikan satwa.
Meskipun, awalnya warga tidak mengetahui kalau itu satwa dilindungi. Tetapi, usai dijelaskan akhirnya warga memahami dan membiarkan trenggiling dilepasliarkan.
Sementara itu, petugas BKSDA Sumatra Utara, Lantas Hutagalung menuturkan, semoga satwa yang dilepasliarkan dapat kembali hidup dengan baik di habitatnya.
Ia juga berharap, apabila warga menemukan trenggiling di jalan agar tidak menangkapnya dan membiarkan satwa tersebut kembali ke rimba.
“Harapan kita, ke depan jikapun bertemu trenggiling di jalan agar dibiarkan saja melintas dan kembali ke hutan,” ungkap Hutagalung.
Perkuat Sosialisasi dan Penyadaran Masyarakat
Secara terpisah, Ketua Yamantab, Damai Mendrofa, menyebut wilayah Tapanuli Tengah merupakan daerah yang kaya dengan keanekaragaman hayati.
“Tapanuli Tengah bisa dikatakan sebagai salah satu bentengnya biodiversity di Pantai Barat Sumatera,” ucapnya, Rabu (17/8) dikutip dari Garudaonline.
Sehingga, sangat mungkin terjadi masyarakat bertemu satwa dilindungi. Pasalnya, Tapanuli Tengah memiliki banyak kawasan hutan yang tersebar di 20 kecamatan.
Karenanya, kata Damai, sosialisasi dan penyadaran masyarakat sangat dibutuhkan agar semakin memahami apa yang harus dilakukan ketika menjumpai satwa liar.
“Ya tentu, kita berharap jangan diganggu, jangan ditangkap apalagi memperjualbelikannya,” paparnya.
Ia menambahkan, bahwa ini bukan hanya soal penegasan undang-undang, namun terkait bagaimana mewariskan kekayaan ragam hayati ke generasi mendatang.
“Bayangkan jika semakin banyak satwa atau tumbuhan yang punah? Warisan apa yang kita beri ke anak cucu kita?” tandasnya.