Menjarah
Menjarah
Menjarah
Berita

Setelah Perjalanan Panjang, 12 Satwa Endemik Papua Dilepasliarkan

1980
×

Setelah Perjalanan Panjang, 12 Satwa Endemik Papua Dilepasliarkan

Share this article
Setelah Perjalanan Panjang, 12 Satwa Endemik Papua Dilepasliarkan
Pelepasliaran satwa endemik Papua. Foto: Papua Inside

Gardaanimalia.com – Sebanyak 12 ekor satwa dilepasliarkan di Kabupaten Jayapura, Papua. Sepuluh satwa diantaranya merupakan satwa translokasi dari wilayah luar Papua. Kegiatan ini dilakukan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua pada Selasa (31/8/2021) siang.

Sebelum dilepasliarkan, seluruh satwa telah menjalani rehabilitasi selama satu bulan di kandang transit Buper, Waena, Kota Jayapura, Papua. Seluruh satwa traslokasi itu telah menjalani proses panjang karena harus diterbangkan selama berjam-jam dari Pulau Jawa.

“Kita bayangkan, manusia saja bisa sangat lelah melakukan perjalanan, bisa jet lag dan segala macam,” kata Kepala BBKSDA Papua, Edward Sembiring.

Satwa yang dilepasliarkan antara lain dua ekor kakak tua raja (Probosciger aterrimus), satu ekor nuri kelam (Pseudeos fuscata), dan lima ekor kasturi kepala hitam (Lorius lory). Ketiganya merupakan satwa penyerahan dari BKSDA Jakarta. Selain itu, ada dua ekor cenderawasih kuning kecil (Paradisaea minor) dari BKSDA Jakarta dan Yogyakarta, serta dua ekor kasuari gelambir tunggal (Casuari unappendiculatus) yang diserahkan oleh masyarakat di Jayapura.

Edward mengatakan lokasi pelepasliaran tersebut dipilih karena sesuai dengan habitat satwa. Lebih lanjut, ia memaparkan ini merupakan bentuk dukungan kepada masyarakat adat setempat yang  beberapa tahun belakangan merintis dan mengembangkan wisata minat khusus bird watching.

“Semua satwa tersebut dilindungi Undang-Undang berdasarkan Permen LHK Nomor P.106/MENHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi,” ujar Edward.

Baca juga: Serba-serbi Konservasi Macan Tutul Jawa: Ancaman dan Usaha Mitigasinya

Edward menjelaskan, semua satwa tersebut berstatus Least Concern/LC (risiko rendah) berdasarkan daftar merah  IUCN. Mereka juga termasuk Appendix II CITES, kecuali pada kakaktua raja yang masuk dalam Appendix I. Karena itulah, ia mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk turut menjaga satwa endemik Papua sebelum menjadi kenangan.

“Satwa juga berhak sejahtera seperti manusia. Peran mereka sangat besar di alam dan tidak pernah bisa kita gantikan,” tegas Edward.

Edward menerangkan, bahwa kegiatan pelepasliaran satwa ini masih dalam rangka memperingati Hari Konservasi Alam Nasional yang jatuh pada 10 Agustus lalu, sekaligus membawa semangat kemerdekaan pada HUT RI ke-76. Harapan untuk terus berjalan seirama antara manusia, Tuhan, dan alam semesta untuk mencapai keharmonisan hidup yang sesungguhnya menjadi pesan penting yang ingin disampaikan dalam momentum ini.

Di kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Wiratno, mengapresiasi masyarakat adat di Rhepang Muaif karena usaha pengembangan wisata minat khusus bird watching. Wiratno ingin satwa-satwa yang dilepasliarkan dapat berkembang biak, beranak-pinak, menumbuhkan harmoni yang semakin utuh di hutan adat Isyo dan di seluruh Papua.

Alex Waisimon selaku perintis wisata bird watching menyambut baik pelepasliaran ini. Ia mengajak kita menjaga satwa-satwa ini supaya dapat dilihat oleh generasi mendatang dengan tidak memburu dan memperdagangkan satwa endemik.

“Jangan lagi mengganggu dan melakukan pemburuan satwa endemik Papua. Biarkan mereka hidup semestinya di alam liar karena mereka (satwa) adalah aset bangsa juga,” tuturnya.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments