Gardaanimalia.com – China resmi menghapus sisik Trenggiling dari daftar bahan pembuatan obat-obatan tradisional yang dikeluarkan Buku Farmasi Traditional Chinese Medicine (TCM) pada Selasa (9/6).
Penghapusan sisik Trenggiling dari daftar obat-obatan dilakukan setelah otoritas kehutanan China meningkatkan status perlindungan Trenggiling pada level tertinggi minggu lalu Sabtu (6/6).
Selain sisik Trenggiling, pil yang diformulasikan dari kotoran kelelawar juga ikut dihapus, seperti yang diberitakan oleh surat kabar China Health Times.
Beberapa bulan lalu, China juga telah mengeluarkan larangan pembatasan perdagangan satwa liar di wilayahnya. Pembatasan ini dilakukan sebagai upaya untuk menghentikan penyebaran virus corona baru, tetapi perdagangan tetap diperbolehkan untuk tujuan penelitian dan pengobatan tradisional.
Beberapa peneliti menduga Trenggiling, mamalia yang paling banyak diperdagangkan di dunia, sebagai inang pembawa virus corona baru yang muncul dari sebuah pasar di Wuhan, Cina, tahun lalu. Trenggiling, bersama dengan Kelelawar, merupakan jenis satwa yang diduga merupakan inang dari virus SARS-CoV-2, seperti yang dilaporkan peneliti.
Menurut Organisasi WildAid, Sebanyak 200.000 trenggiling dikonsumsi setiap tahun di Asia untuk sisik dan daging mereka. Lebih dari 130 ton sisik hewan hidup dan mati disita dari perdagangan ilegal antar negara tahun lalu. Angka tersebut diperkirakan mewakili hingga 400.000 ekor Trenggiling.
Dari laporan yang dikeluarkan Traffic, Cina dan Vietnam adalah dua pasar konsumen utama untuk Trenggiling. Di negara ini satwa Trenggiling dimanfaatkan sebagai obat dan bahan makanan. Daging Trenggiling umumnya dikonsumsi sebagai makanan eksotis di beberapa wilayah di dunia.
Selain dagingnya, sisik Trenggiling banyak dipergunakan sebagai bahan obat-obatan tradisional yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Sisik ini dipercaya dapat menghilangkan rasa nyeri, obat kulit, demam malaria, dan bahkan kanker, meskipun peneliti mengatakan sisik tidak terbukti memiliki kandungan obat.
Kondisi ini menempatkan Trenggiling dalam status Appendiks I yang dikeluarkan oleh Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). Perburuan yang marak memasukkan satwa ini ke status Terancam kepunahan/ Critically Endangered (CE) dalam daftar merah Uni Internasional untuk Konservasi Alam (nama resmi: International Union for Conservation of Nature atau disingkat IUCN).