Berkelana dengan Lensa ala Regina Safri

Bayu Nanda, Shahnaz D.
3 min read
2025-03-08 15:24:16
Iklan
Regina Safri dan lensanya.

Gardaanimalia.com - Semua orang bisa berperan, semua orang bisa mengukir jejak. Seperti yang dilakukan Rere–sapaan akrab Regina Safri–dalam kiprahnya di dunia wildlife photography. 

Kurang lebih 12 tahun bergelut di foto jurnalistik, ada satu momen di dalamnya yang akhirnya mengantarkan Rere ke Kalimantan, sebagai mula perjalanannya mengenal isu lingkungan, khususnya satwa liar

Dalam artikel kali ini, Garda Animalia ingin merayakan Hari Perempuan Internasional dengan menuliskan bincang-bincang hangat bersama Rere tentang perjalanannya, ceritanya, dan juga buku-bukunya. 

Apa sih yang melatarbelakangi ketertarikan Kak Rere dalam dunia konservasi?

Sebenarnya memang waktu kuliah aku ambil jurusan PR (Public Relation), tetapi di saat yang sama juga aku belajar di kantor berita Antara, sampai akhirnya bekerja di sana selama 12 tahun sebagai fotografer.

Berjalannya waktu, pada suatu titik, selama bekerja menjadi jurnalis di Antara[ada tayangan] di RCTI tentang pembantaian orangutan di Kalimantan. Waktu itu aku nggak nonton karena tiba-tiba ada liputan dan harus pergi. Nah, Sabtu minggu depannya, disetel lagi tayangan sama.

Kayak semesta tuh bilang, ‘Lo harus nonton’ gitu, kan. Setelah nonton, ada rasa terdorong untuk pergi ke Kalimantan.

‘Apa benar orangutan itu dibantai-bantai?’

Saat itu aku sama sekali sama enggak tahu-menahu soal wildlife. Aku nggak ngerti orangutan itu ngapain, kenapa harus dibantai.

Nah, sampai akhirnya aku pergi ke Kalimantan. Ketika liputan soal orangutan di sana, aku ketemu orangutan pertama kali dan setelah bertatap mata, ada dorongan, ‘Wah, kayaknya aku harus do something' gitu, loh. Aku harus bikin sesuatu yang nggak sekedar liputan doang gitu.

Ya udah, akhirnya hampir satu tahun aku ngumpulin foto, riset, juga wawancara, yang menjadi sebuah buku tentang orangutan Kalimantan: Rhyme and Blues.

Lalu, aku juga sempat pameran foto tunggal waktu itu. Nah, setelah itu ‘nagih’!

Aku bikin lagi Ekspedisi Hutan Sumatra selama 4 empat tahun, dan endingnya juga jadi buku judulnya Before Too Late. Selama empat tahun dari Lampung sampai Aceh aku mendapatkan banyak banget forest crime, bahkan beberapa kali juga ikut nangkap pemburu, mengikuti berbagai aksi sama sama polisi hutan, BKSDA, atau NGO dan itu semakin membuka mataku, ‘Wah gila, ya, ternyata segini parah’. Setelah selesai, aku bikin jadi buku lagi, lalu ngambil kuliah S2 tentang lingkungan gitu.

Semakin tertarik karena aku tahu kondisi di lapangan bagaimana, lalu aku di kampus juga belajar banyak, dari sisi akademisinya.

Setelah itu, aku bikin buku lagi yang terinspirasi dari tesisku, yaitu tentang konflik manusia dengan satwa liar di Aceh dan dan Sumatera Utara, judulnya Hope, lahir di April 2024 lalu.

Nah, selama sekitar tahun 2011 sampai sekarang, semakin hari semakin suka, dan semakin tertarik dengan isu-isu lingkungan, khususnya wild animal, ya.

Sebenarnya aku juga suka tentang udara, tentang air, tanaman, cuma nggak terlalu terpaut gitu. Ya udah, sampai sekarang aku banyak berinteraksi juga sama orang-orang seputar wild animal.

Apa, sih, kisah paling menarik atau momen paling berkesan dalam penyusunan tiga karya ini?

Sebenarnya hampir semua menarik, ya, karena ini adalah hal-hal yang di luar kebiasaanku sehari-hari. Dulu itu aku kan anak kota, anak mall, tiba-tiba aku masuk hutan.

Aku nggak tahu cara mandi di sungai kayak gimana. Pertama kali digigit pacet, aku heboh banget kan, panik. Aku juga nggak terbiasa untuk minum air sungai tanpa dimasak. Hal kayak gitu nggak pernah aku alami.

Nah, tinggal di hutan berhari-hari itu aku merasa selalu ada pengalaman baru. Apalagi nangkap penjahat, wah, gila, sih, itu kayak adegan film! Film Fast and Furious karena ada adegan tembak-tembakan ketika nangkap pemburu harimau Jambi. Waktu itu kita keluar malam hari, kejar-kejaran mobil, lalu keluar tembakan lagi. Wah, sudah enggak kelihatan lagi kan pelurunya. Sebenarnya banyak banget, banyak banget kejadian atau sesuatu yang sebelumnya nggak aku pikirkan sama sekali.

Tapi, ya, Alhamdulillah [proses pembuatan buku] lancar dan semua memorable. Kalau pengen detailnya, ya, mungkin bisa baca bukunya, di dalamnya semua kisahnya tertulis.

Setiap kisah itu hampir semua aku ceritakan [di buku], walaupun nggak semua karena terbatas halaman. Misalnya, [cerita] bayi gajah yang putus belalainya karena kena jerat di hutan. Kasihan banget itu. Sesuatu yang nggak pernah kubayangkan ada bayi gajah yang belalainya putus karena kena jerat.

Atau aku ketemu harimau yang putus kakinya karena jerat, atau mendengar cerita dari masyarakat bahwa mereka melihat ada bom dengan daya ledak rendah ditaruh di dalam belahan nanas dan itu dimakan sama si gajah. Meledak [buah nanas itu] di perutnya. Itu kan sesuatu di luar pikiranku selama ini.

Lalu, setiap aku share atau bedah buku, aku juga selalu menceritakan pengalamanku, ya. Aku punya misi-misi ‘ngomporin’, aku pengen mereka juga ‘terkompor’, mereka juga tertular atau kalau cerita sedih, mereka bisa merasakan kesedihannya. Jadi, ya, itulah gunanya story telling, kita harus bisa merasakan empatinya lawan bicara kita gitu.

Lalu, tentang buku Hope. Hope dibuat ketika aku aku tinggal di Aceh dan Sumatera Utara, selama covid aku tinggal di sana, jadi sekalian bikin folk gitu. Kuliahku online, sambil menyelesaikan kuliah jarak jauh, sambil riset, sambil bikin buku Hope.

Ada nggak persiapan khusus ataupun barang khusus yang selalu dibawa sebelum Kak Rere turun ke lapangan, selain kamera mungkin, ya?

Tolak angin, hahaha.

Mental udah jelas, nih, harus siap juga. Sleeping bag itu jelas karena bisa tidur di mana saja. Oh, sarung! Sarung wajib dibawa karena selain memberi kehangatan, itu juga memudahkan mandi di sungai. Banyak fungsinya, lah, sarung itu. 

Kayaknya itu aja, sih? Aku kayaknya orangnya ‘gampangan’ atau nggak ribet gitu, loh. Kayak, ya sudah cus cus berangkat! Yang pasti sleeping bag, sarung, jaket. Kayaknya aku nggak punya alat wajib selain kamera. 

Apakah ada ciri khusus atau visi misi khusus yang ingin disampaikan dari setiap buku?

Sebenarnya enggak ada misi khusus, ya, semuanya sama-sama menceritakan soal fakta-fakta di lapangan, terutama soal animal.

Kalau Before Too Late kan memang perjalanan ekspedisi, jadi tidak hanya animal, tetapi ada aku selipkan soal suku adat di situ. Seperti intermeso, diselipkan di beberapa halaman karena ada beberapa suku yang kalau dia masuk hutan, dia pasti bawa bibit pohon.

Lalu, Hope memang spesifik tentang konflik. Jadi, di dalamnya memang penuh luka: harimau putus kakinya, siamang putus tangannya, beruang madu kehilangan pergelangan tangan, segala macam memang. Semua mengerucut ke ke satwa liar, sih.

Bagaimana Kak Rere melihat isu konservasi di Indonesia saat ini?

Isu konservasi itu kan sebenarnya luas. Kita bersih-bersih saluran air depan rumah itu juga sudah salah satu tindakan konservasi.

Lalu, kalau kita spesifik atau kita kerucutkan ke satwa liar, aku masih concern ke kejahatannya, seperti perburuan, konflik, jerat, jual beli ilegal.

Kenapa setiap bedah buku atau talk show di mana-mana aku selalu ngomporin, ‘Kalian itu harus ngeh bahwa ini satwa [liar] kok ada di sini, dari mana datangnya? Lu juga harus tahu satwa mana yang nggak boleh beredar. Ini kan satwa dilindungi. Lu harus mulai melek samal hal-hal kayak gitu. Kok bayi orangutan doang, emaknya mana? Emaknya dibunuh?’ 

Setidaknya mereka tahu dulu, nih, sisanya mereka mau melakukan apa, itu belakanganya.

Apakah ada target setelah ini, atau akan ada buku selanjutnya tentang isu satwa liar?

Sebenarnya sudah mulai tertarik ke daerah lain, ya, misalnya satwa lain yang dilindungi atau mungkin di daerah timur, Sulawesi gitu. Sudah mulai melirik, searching ke sana. 

Cuma ya kita lihat nanti. Karena untuk bikin buku dan perjalanan itu kan juga perlu perencanaan. Nggak cuma perencanaan, perlu duit juga, ya, kan? Perlu waktu, tenaga, semua harus well prepared. Karena kalau nggak diperhitungkan, aku takutnya nggak efisien. Jadi aku harus tahu targetku apa.

Apa mimpi terbesar Kak Rere di bidang ini?

Keinginan terbesar, ya, aku mungkin ingin sekolah lagi. Karena saat ini kayaknya yang masih didengar sama orang Indonesia itu salah satunya akademisi.

Jadi, supaya ketika aku bicara, orang akan lebih [percaya]. Karena awal-awal buku keluar, [ada] orang [yang berkomentar], ‘Ini cuma orang jalan-jalan doang’ gitu.

Makanya, ketika kita punya punya sesuatu yang meyakinkan orang ketika kita ngomong, ya, aku pikir mungkin jalur akademisi gitu.

Mengutip dari buku Before Too Late, Kak Rere pernah bilang analogi [bahwa] ‘kiamat itu oleh manusia’, masih relate nggak, Kak?

Itu aku spontan aja sebenarnya, bisa dibilang sotoy. Cuma kadang terpikir, bisa juga gitu, loh. Karena kiamat itu kan ada dua, ya, kiamat kubro dan sughro.

Nah, seperti bencana bencana alam, itu kan banyak juga yang terjadi karena manusia, misalnya longsor dan banjir. Banyak juga diakibatkan oleh kenakalan, kerakusan dari manusia.

Jadi aku pikir, iya, manusia yang bikin, yang menciptakan kiamat atau kehancurannya. Ketika di suatu tempat ada banjir atau longsor, terus kita cek ke hulu, ternyata terjadi illegal logging besar-besaran. Itu yang bikin manusia kan.

Tapi aku nggak mau melulu menyalahkan masyarakat. Karena menurutku, mungkin masyarakatnya belum tahu atau kurang kurang ditemenin, kurang didampingi. Siapapun bisa, misalnya oknum pemerintah kan bisa juga [berbuat seperti itu].

Intinya, kayaknya masih relevan, sih, menurutku. Kiamat [atau] kerusakan kecil, bencana alam yang dibuat oleh manusia. 

Apakah pernah ada konflik dengan siapa pun pihak yang merasa dirugikan dalam proses Kak Rere membuat karya?

Aku merasa baik-baik saja, tidak tahu kalau pihak lain. Karena aku merasa aku selalu selalu pamit, misalnya aku pamit sama BKSDA atau pihak taman nasional gitu. Artinya, so far belum pernah konflik begitu.

Atau pernah ditegur saja, misalnya jangan pakai kata ‘deforestasi’ dan ‘konflik’, masih kena tegur, [harusnya menggunakan kata] ‘interaksi negatif’. Masalahnya, di jurnal-jurnal internasional itu masih [menggunakan kata] ‘konflik’. 

Kecuali, misalnya tentang data. Nih, jangan sampai salah data. Apalagi aku 12 tahun menjadi jurnalis, kita nggak boleh banget nulis salah data. Karena sekali kita ngelakuin salah, trust orang akan pergi dari kita.

Pesan dan harapan Kak Rere untuk satwa liar, konservasi, dan juga peran masyarakat dalam isu satwa liar?

Harapanku semoga  satwa liarnya tetap ada, juga supaya manusia atau masyarakat lebih tahu, lebih aware, lebih lebih melek. Kan tak kenal maka tak sayang. Mereka nggak tahu, misalnya orangutan dan babi, bedanya apa? Karena ada orang menembak orangutan, dia kira tidak ada hukumannya seperti menembak babi. Nah, itu kan karena dia tidak tahu. 

Jadi, at least lo tahu lah. Kalau ingin melakukan lebih lagi, effort lagi, ya, syukur Alhamdulillah. Mudah-mudahan dengan tahu, ada rasa ingin menjaga dan melindungi.     

Satu lagi buat pemerintah, bisa lebih lebih lebih lebih lebih serius, termasuk penegakan hukumnya. Jangan kelamaan, jangan pilah-pilih kasus. Karena [kalau] semakin lama, semakin ditunda, lama-lama habis.

Jangan lama-lama, keburu habis nanti.

Tags :
tokoh inspiratif tokoh konservasi satwa liar Hari Perempuan Internasional
Writer: Bayu Nanda, Shahnaz D.
Pos Terbaru
Berkelana dengan Lensa ala Regina Safri
Berkelana dengan Lensa ala Regina Safri
Liputan Khusus
08/03/25
Burung-Burung Migran di Pantai Sasa dan Masa Depan Mereka
Burung-Burung Migran di Pantai Sasa dan Masa Depan Mereka
Liputan Khusus
07/03/25
Terisolir di Kebun Sawit, Orangutan Sumatera Dievakuasi ke Hutan Lindung
Terisolir di Kebun Sawit, Orangutan Sumatera Dievakuasi ke Hutan Lindung
Berita
06/03/25
Bermula dari Berita Viral, Enam Warga Ditangkap karena Bunuh Harimau Sumatera
Bermula dari Berita Viral, Enam Warga Ditangkap karena Bunuh Harimau Sumatera
Berita
06/03/25
Pentingnya Satwa Liar bagi Orang Ternate
Pentingnya Satwa Liar bagi Orang Ternate
Opini
05/03/25
Biawak Dilindungi dalam Botol Mineral Disita Petugas di Ternate
Biawak Dilindungi dalam Botol Mineral Disita Petugas di Ternate
Berita
05/03/25
Dibawa dari Padang, Seekor Kucing Hutan Diamankan di Bakauheni
Dibawa dari Padang, Seekor Kucing Hutan Diamankan di Bakauheni
Berita
05/03/25
TNI AL Gagalkan Upaya Penyelundupan Satwa Liar di Selat Malaka
TNI AL Gagalkan Upaya Penyelundupan Satwa Liar di Selat Malaka
Berita
05/03/25
Balai Karantina Gagalkan Penyelundupan Belasan Cica Daun dari Kalimantan
Balai Karantina Gagalkan Penyelundupan Belasan Cica Daun dari Kalimantan
Berita
04/03/25
Siamang dan Bekantan Ditemukan di Rumah Warga di Tanjungbalai Sumut
Siamang dan Bekantan Ditemukan di Rumah Warga di Tanjungbalai Sumut
Berita
04/03/25
Seekor Kukang Sumatera Dilepasliarkan setelah Setahun Dipelihara Warga
Seekor Kukang Sumatera Dilepasliarkan setelah Setahun Dipelihara Warga
Berita
03/03/25
Dua Tersangka Perdagangan Satli di Sulut Terancam Pidana Maksimal 15 Tahun
Dua Tersangka Perdagangan Satli di Sulut Terancam Pidana Maksimal 15 Tahun
Berita
27/02/25
BKSDA Kalteng Selamatkan Dua Orangutan dalam Dua Hari
BKSDA Kalteng Selamatkan Dua Orangutan dalam Dua Hari
Berita
26/02/25
Ribuan Kupu-Kupu Awetan yang Hendak Diseludupkan ke Cina Akhirnya Dimusnahkan
Ribuan Kupu-Kupu Awetan yang Hendak Diseludupkan ke Cina Akhirnya Dimusnahkan
Berita
26/02/25
Adakah Titik Imbang antara Pemanfaatan dan Perlindungan Kura-Kura Moncong Babi?
Adakah Titik Imbang antara Pemanfaatan dan Perlindungan Kura-Kura Moncong Babi?
Liputan Khusus
26/02/25
Indra Kembali ke Habitat Usai Dievakuasi di Aceh Timur
Indra Kembali ke Habitat Usai Dievakuasi di Aceh Timur
Berita
25/02/25
Seekor Kucing Kuwuk Ditemukan di Kandang Ayam di Kabupaten Agam
Seekor Kucing Kuwuk Ditemukan di Kandang Ayam di Kabupaten Agam
Berita
25/02/25
Primata Berbisa Dievakuasi dari Permukiman di Kabupaten Kuningan
Primata Berbisa Dievakuasi dari Permukiman di Kabupaten Kuningan
Berita
24/02/25
Hidup-mati Kukang Sumatera di Jaringan Listrik Air Naningan
Hidup-mati Kukang Sumatera di Jaringan Listrik Air Naningan
Liputan Khusus
24/02/25
Jejak Harimau Ditemukan di Mukomuko, BKSDA Siagakan Box Trap
Jejak Harimau Ditemukan di Mukomuko, BKSDA Siagakan Box Trap
Berita
22/02/25