Garda Animalia https://gardaanimalia.com/ Media Spesialis Satwa Liar Mon, 11 Nov 2024 07:49:19 +0000 en-US hourly 1 https://gardaanimalia.com/wp-content/uploads/2021/09/cropped-logo-garda-animalia-ef884115-70x70.png Garda Animalia https://gardaanimalia.com/ 32 32 Air dan Api Diserahkan ke BKSDA Kalteng https://gardaanimalia.com/air-dan-api-diserahkan-ke-bksda-kalteng/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=air-dan-api-diserahkan-ke-bksda-kalteng https://gardaanimalia.com/air-dan-api-diserahkan-ke-bksda-kalteng/#respond Mon, 11 Nov 2024 07:49:19 +0000 https://gardaanimalia.com/?p=25074 Gardaanimalia.com – Dua anak owa jenggot putih (Hylobates albibarbis) yang diberi nama Air dan Api diserahkan oleh warga Sampit kepada...

The post Air dan Api Diserahkan ke BKSDA Kalteng appeared first on Garda Animalia.

]]>
Dua anak owa bernama Air dan Api yang diserahkan ke BKSDA Kalteng. | Foto: BKSDA Kalteng
Dua anak owa bernama Air dan Api yang diserahkan ke BKSDA Kalteng. | Foto: BKSDA Kalteng

Gardaanimalia.com – Dua anak owa jenggot putih (Hylobates albibarbis) yang diberi nama Air dan Api diserahkan oleh warga Sampit kepada BKSDA Kalimantan Tengah pada Selasa (5/11/2024).

Warga Sampit atas nama Lia Cristin itu menyerahkan dua anak primata kepada tim Wildlife Rescue Unit (WRU) Seksi Konservasi Wilayah II dan petugas Resor Sampit.

Saat diserahkan kondisi Air tampak sehat, sedangkan Api memiliki bekas cidera kaki. Kedua anak owa ini berjenis kelamin jantan.

Kepada petugas, Lia Cristin mengatakan bahwa dua owa tersebut berasal dari Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah.

“Dibawa ke Sampit oleh suami saudari Linda yang bekerja di sana (di Kabupaten Lamandau),” terang Kepala BKSDA Resor Sampit Muriansyah, Jumat (9/11/2024).

Setelah dibawa ke Sampit, Linda sempat merawat dua individu owa itu selama dua bulan.

“Saat dirawat, owa-owa dilepaskan di pepohonan depan rumah saudari Lia, tanpa dikandangkan atau diikat,” sambung Muriansyah.

Lima hari sebelum proses penyerahan, tim BKSDA telah melakukan upaya persuasif kepada Lia.

Petugas menjelaskan terkait perilaku dan psikologi owa sebagai satwa liar, serta bagaimana pemeliharaan juga dapat berdampak kepada pemelihara.

Tak lupa, petugas turut mensosialisasikan risiko kesehatan dan dampak negatif lain jika memelihara owa.

Usai serah terima, dua ekor owa langsung dibawa tim WRU SKW II ke kantor SKW II di Pangkalan Bun.

Di sana owa akan menjalani pemeriksaan kesehatan untuk memastikan kondisinya.

Untuk diketahui, owa merupakan satwa yang dilindungi di Indonesia. Namanya tercantum dalam Permen LHK Nomor P.106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.

Di Indonesia, tidak hanya owa jenggot putih atau owa kalimantan yang berstatus dilindungi. Terdapat enam spesies lain yang tergolong dilindungi. Enam jenis itu adalah owa ungko (Hylobates agilis), owa bilau (Hylobates klosii), owa serudung (Hylobates lar), owa jawa (Hylobates moloch), owa kalawat (Hylobates muelleri), dan owa siamang (Symphalangus syndactylus).

The post Air dan Api Diserahkan ke BKSDA Kalteng appeared first on Garda Animalia.

]]>
https://gardaanimalia.com/air-dan-api-diserahkan-ke-bksda-kalteng/feed/ 0 air dan api Dua anak owa bernama Air dan Api yang diserahkan ke BKSDA Kalteng. | Foto: BKSDA Kalteng
Empat Satwa Langka Diduga Dibius sebelum Diselundupkan ke India https://gardaanimalia.com/bea-cukai-gagalkan-penyeludupan-satwa-langka-yang-dibius/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=bea-cukai-gagalkan-penyeludupan-satwa-langka-yang-dibius https://gardaanimalia.com/bea-cukai-gagalkan-penyeludupan-satwa-langka-yang-dibius/#respond Thu, 07 Nov 2024 13:08:14 +0000 https://gardaanimalia.com/?p=25065 Gardaanimalia.com – Warga Negara India berinisial STH (43) gagal menyelundupkan empat ekor satwa langka yang diduga telah dibius...

The post Empat Satwa Langka Diduga Dibius sebelum Diselundupkan ke India appeared first on Garda Animalia.

]]>
Lutung budeng (Trachypitecus auratus) yang diselamatkan dari penyelundupan. | Foto: sindikatpost.com
Lutung budeng (Trachypithecus auratus) yang diselamatkan dari penyelundupan. | Foto: sindikatpost.com

Gardaanimalia.com – Warga Negara India berinisial STH (43) gagal menyelundupkan empat ekor satwa langka yang diduga telah dibius menuju Mumbai, India.

Operasi ini berhasil digagalkan oleh petugas kantor pelayanan utama Bea Cukai Tipe Madya Pabean C Bandara Soekarno-Hatta pada Selasa (29/10/2024).

Modus penyelundupan dilakukan dengan membius satwa terlebih dahulu. Lalu, satwa dimasukkan ke dalam sangkar yang berbahan kayu.

Sangkar itu kemudian masuk ke dalam koper, ditumpuk dengan makanan, mainan dan pakaian serta benda lainnya.

“Iya, kelihatannya dibius karena pada waktu kita tegakkan satwanya, lutungnya agak lemas,” ujar Kepala kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta Gatot Sugeng Wibowo, Selasa (5/11/2024) dikutip dari detik.com.

Di dalam aksinya, STH berhasil menyelundupkan empat satwa yang berhasil dibius. Satwa tersebut adalah 1 burung serindit jawa (Loriculus pusillus), 1 burung nuri raja ambon (Alisterus amboinensis), dan 2 lutung budeng (Trachypithecus auratus).

Kini pelaku sudah diamankan, dan barang bukti diserahkan di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jakarta.

Kronologi Penangkapan Pelaku

Kronologi penangkapan tersangka diawali dari adanya informasi dan kecurigaan petugas Bea Cukai yang bekerjasama dengan Aviation Security Bandara Soetta, Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Banten, serta BKSDA Jakarta yang merujuk pada koper milik  STH.

Koper tersebut berada di bagasi Pesawat IndiGo Airlines (6E-1602) rute penerbangan Jakarta (CGK)-Mumbai (BOM). 

“Modusnya jadi disimpan di dalam sangkar. Jadi ada sangkar di dalamnya (koper), tetapi ditumpuk dengan beberapa barang seperti pakaian untuk menyamarkan agar lolos dari pemeriksaan petugas,” ujar Gatot.

STH diketahui menginap dalam durasi yang singkat, yaitu dua hari, di salah satu hotel di Jakarta untuk rekreasi.

Hasil pemeriksaan, pelaku mengaku bahwa empat satwa dilindungi akan diberikan sebagai hadiah ulang tahun kepada anak dan keluarganya di India.

STH mengaku, satwa tersebut diperoleh dari Pasar Hewan Jatinegara di daerah Jakarta Timur.

“Kalau pengakuannya sih untuk hadiah ulang tahun. Memang kalau di India itu satwa liar banyak diperjualbelikan dan bagi mereka itu menarik, terutama dari Indonesia,” ujarnya.

Ini bukan pertama kalinya BC Soetta melakukan penindakan terhadap penyelundupan satwa liar ke luar negeri oleh warga negara asing.

Selama bulan November 2024, terdapat 13 orang tersangka dengan 66 ekor berbagai jenis satwa liar sebagai barang bukti.

Status Konservasi Satwa Langka yang Diselundupkan

Dalam daftar merah IUCN, status keterancaman nuri-raja ambon adalah tidak terancam secara global atau least concern.

Sementara, serindit jawa berstatus hampir terancam secara global atau near threatened, dan lutung budeng bertatus konservasi rentan atau vulnerable.

Ketiga spesies tersebut juga masuk pada Peraturan Menteri LHK Nomor P.106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi, serta masuk ke dalam kategori CITES Appendix II. 

Atas perbuatannya, ia dijerat Pasal 102A Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. UU ini dapat menjeratnya dengan ancaman hukuman pidana maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.

Selain itu, ia juga disangkakan dengan pasal 87 UU Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan dengan ancaman hukuman pidana maksimal 3 tahun dan denda maksimal Rp3 miliar.

The post Empat Satwa Langka Diduga Dibius sebelum Diselundupkan ke India appeared first on Garda Animalia.

]]>
https://gardaanimalia.com/bea-cukai-gagalkan-penyeludupan-satwa-langka-yang-dibius/feed/ 0 lutung budeng beacukai Lutung budeng (Trachypitecus auratus) yang diselamatkan dari penyelundupan. | Foto: sindikatpost.com
Spesies Baru Katak-pohon Sematkan Nama Herpetolog Indonesia https://gardaanimalia.com/spesies-baru-katak-pohon-sematkan-nama-herpetolog-indonesia/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=spesies-baru-katak-pohon-sematkan-nama-herpetolog-indonesia https://gardaanimalia.com/spesies-baru-katak-pohon-sematkan-nama-herpetolog-indonesia/#respond Wed, 06 Nov 2024 10:02:01 +0000 https://gardaanimalia.com/?p=25058 Gardaanimalia.com – Baru-baru ini, herpetolog Indonesia mempublikasikan penemuan spesies baru melalui jurnal dengan tajuk “A New Species of...

The post Spesies Baru Katak-pohon Sematkan Nama Herpetolog Indonesia appeared first on Garda Animalia.

]]>
Spesies baru yang diberi nama Zhangixalus faritsalhadii. | Foto: Misbahul Munir (A–C) and Fajar Kaprawi (D) diunduh dari A new species of tree frog (Amphibia, Anura, Rhacophoridae) from Central Java, Indonesia
Spesies baru yang diberi nama Zhangixalus faritsalhadii. | Foto: Misbahul Munir (A–C) and Fajar Kaprawi (D) diunduh dari A new species of tree frog (Amphibia, Anura, Rhacophoridae) from Central Java, Indonesia

Gardaanimalia.com – Baru-baru ini, herpetolog Indonesia mempublikasikan penemuan spesies baru melalui jurnal dengan tajuk “A New Species of tree frog (Amphibia, Anura, Rhacoporidae) from Central Java, Indonesia”.

Dalam publikasinya, peneliti memaparkan terkait taksonomi, biosistematika, serta memberikan penjelasan deskripsi lengkap terkait penemuan Zhangixalus faritsalhadii.

Katak-pohon farits alhadii (Zhangixalus faritsalhadi) ditemukan pertama kali di daerah Gunung Slamet, Jawa Tengah.

Penelitian dilakukan selama dua tahun lamanya (2020-2022). Katak-pohon ini diberikan nama Farits Alhadii sebagai bentuk penghormatan kepada herpetolog Indonesia yang mengumpulkan spesimen pertama kalinya. Melalui karyanya, banyak peneliti muda dan mahasiswa yang terbantukan.

Semasa hidupnya, Almarhum Farits Alhadii memiliki kontribusi dalam dunia herpetologi Indonesia.

Salah satu karya besar yang diinisiasi oleh Almarhum Farits Alhadii adalah Buku Amfibi Pulau Jawa- Panduan Bergambar dan Identifikasi yang diterbitkan pada Oktober 2021 lalu.

Saat pencuplikan data, sejauh ini Z. faritalhadii  hanya ditemukan di dataran tinggi Gunung Slamet, Jawa Tengah.

Di sana, ia ditemukan di hutan rasamala (Altingia excelsa) yang dekat dengan rawa-rawa, jaraknya hanya sekitar 10 meter dari sungai utama.

Habitat Z. faritsalhadii dikelilingi oleh genangan air kecil yang terbentuk dari air yang mengalir.

Diperkirakan Z. faritsalhadii dapat ditemukan di daerah dataran rendah lainnya di Gunung Slamet. Hal tersebut muncul dalam basis data citizen science tercatat pada Februari 2020 oleh Khafizh

Morfologi Katak-pohon Farits Alhadii

Z. faritalhadii memiliki ukuran tubuh 37,6–40,7 milimeter untuk jantan, dan 50,7–54,5 milimeter untuk betina. Ukuran tersebut lebih kecil dibandingkan dengan Z. prominanus dengan ukuran tubuh 44,4–58,5 milimeter untuk jantan, dan 60,5–70,7 milimeter untuk betinanya.

Perbedaan di antara kedua spesies ini terletak pada bentuk mulut. Z. faritalhadii memiliki bentuk mulut lebih oval dibandignkan Z. prominanus.

Selain itu, morfologi dari Z. faritsalhadii yang dapat dilihat jelas, yaitu pada bagian kelopak mata, kepala, dan daerah lubang hidung yang terdapat bitnik-bintik menonjol.

Ujung jari tangan dan kaki, bagian pangkal paha, siku bagian dalam dan lutut memiliki warna kebiruan.

Z. faritsalhadii memiliki kemiripan jarak genetik sebanyak 3,1 persen hingga 3,3 persen dengan A. prominanus yang persebarannya di Semenanjung Malaya dan Sumatra.

Spesiasi jenis ini bersifat alopatrik, artinya spesiasi alopatrik dapat terjadi karena adanya populasi terisolasi secara geografis terhadap spesies satu sama lain yang ada di daratan Sunda.

Spesies lainnya yang ditemukan di daratan Sunda, yaitu Z. prominanus; Z. achantharrhena; dan Z. dulitensis.

The post Spesies Baru Katak-pohon Sematkan Nama Herpetolog Indonesia appeared first on Garda Animalia.

]]>
https://gardaanimalia.com/spesies-baru-katak-pohon-sematkan-nama-herpetolog-indonesia/feed/ 0 katak spesies baru Spesies baru yang diberi nama Zhangixalus faritsalhadii. | Foto: Misbahul Munir (A–C) and Fajar Kaprawi (D) diunduh dari A new species of tree frog (Amphibia, Anura, Rhacophoridae) from Central Java, Indonesia
Satire si Ekor Panjang Tak Berumur Panjang https://gardaanimalia.com/satire-si-ekor-panjang-tak-berumur-panjang/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=satire-si-ekor-panjang-tak-berumur-panjang https://gardaanimalia.com/satire-si-ekor-panjang-tak-berumur-panjang/#respond Wed, 06 Nov 2024 05:29:05 +0000 https://gardaanimalia.com/?p=25054 Di balik topeng: Hidup atau mati? Jika hidup, bolehkah aku memilih untuk tak memakai kekang ini? Jika hidup,...

The post Satire si Ekor Panjang Tak Berumur Panjang appeared first on Garda Animalia.

]]>
Ilustrasi pertunjukan topeng monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). | Foto: Hariadhi
Ilustrasi pertunjukan topeng monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). | Foto: Hariadhi/Wikimedia Commons

Di balik topeng: Hidup atau mati?
Jika hidup, bolehkah aku memilih untuk tak memakai kekang ini?
Jika hidup, bolehkah aku memilih makananku sendiri?
Jika hidup, bolehkah aku memilih sarangkubukan terali besi?
Karena pakaian, rantai, terali, dan gaung yang ditabuh ini menyiksaku,
Seperti sebuah pilihan kematian.

Di depan sorotan lensa: Hidup atau mati?
Jika mati, bolehkah aku minta kaki yang tak terpatahkan?
Jika mati, bolehkah aku minta tangan yang tak terkalahkan?
Jika mati, bolehkah aku minta tubuh yang tangguh bertahan?
Karena rasa sakit, yang tak terbayangkan ini (akan) membinasakanku,
Seperti sebuah akhir kehidupan.

Di dalam gelap: Hidup atau mati?
Jika hidup, beri aku cinta kasih ibuku
Jika mati, beri aku empati manusiawimu
Jika hidup, beri aku kebebasan itu
Entah hidup maupun mati, beri aku kebijaksanaanmu

Maka ini tak perlu menjadi satire
atau ironi yang tak berujung
Mari berdamai.

 

Bogor
Oktober 2024

The post Satire si Ekor Panjang Tak Berumur Panjang appeared first on Garda Animalia.

]]>
https://gardaanimalia.com/satire-si-ekor-panjang-tak-berumur-panjang/feed/ 0 Topeng monyet ekor panjang Ilustrasi pertunjukan topeng monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). | Foto: Hariadhi
Petugas Gagalkan Penyelundupan Burung di Pelabuhan Laut Sorong https://gardaanimalia.com/petugas-gagalkan-penyelundupan-burung-di-pelabuhan-laut-sorong/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=petugas-gagalkan-penyelundupan-burung-di-pelabuhan-laut-sorong https://gardaanimalia.com/petugas-gagalkan-penyelundupan-burung-di-pelabuhan-laut-sorong/#respond Tue, 05 Nov 2024 12:49:07 +0000 https://gardaanimalia.com/?p=25051 Gardaanimalia.com – BBKSDA Papua Barat berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 22 ekor burung di Pelabuhan Laut Sorong, Senin (4/11/2024)...

The post Petugas Gagalkan Penyelundupan Burung di Pelabuhan Laut Sorong appeared first on Garda Animalia.

]]>
Sebanyak 22 ekor burung dengan jenis kasturi kepala hitam dan pitohui karat yang diamankan petugas BKSDA Papua Barat di Pelabuhan Laut Sorong. | Foto: Instagram BBKSDA Papua Barat
Sebanyak 22 ekor burung diamankan petugas BBKSDA Papua Barat di Pelabuhan Laut Sorong. | Foto: Instagram BBKSDA Papua Barat

Gardaanimalia.com – BBKSDA Papua Barat berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 22 ekor burung di Pelabuhan Laut Sorong, Senin (4/11/2024) sekitar pukul 00.30 sampai 03.30 WIT.

Upaya penyelundupan tersebut berhasil diungkap saat petugas melakukan kegiatan rutin pengendalian dan pengawasan peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL).

Kali ini, pengawasan dilakukan di KM Gunung Dempo dengan rute Jayapura – Nabire – Wasior – Manokwari – Sorong – Makassar – Surabaya – Tanjung Priok.

Berdasarkan laporan tertulis yang diterima Garda Animalia, petugas mengawasi dermaga dan KM Gunung Dempo, terutama di bagian yang dicurigai sering dijadikan spot menyelundupkan satwa. 

“Saat melakukan pemeriksaan, petugas menemukan burung jenis pitohui karat (Pitohui ferrugineus) sebanyak sembilan ekor di dalam keranjang yang dimasukan ke dalam kardus,” tertulis dalam laporan.

Berdasarkan keterangan dari orang yang membawa satwa, burung-burung itu awalnya dibawa dan dinaikkan ke kapal oleh oknum anggota TNI. Satwa dinaikkan di Pelabuhan Nabire dengan tujuan Surabaya.

“Burung dimasukkan dalam kardus yang didesain sesuai dengan bentuk keranjang dan di taruh di pojok dinding kapal lalu ditutupi dengan barang bawaan lainnya,” lanjutnya.

Burung itu kemudian diamankan petugas dan orang yang membawa satwa diberikan pemahaman mengenai SATS-DN (Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar Dalam Negeri).

Modus Penyelundupan: Dimasukkan dalam Keranjang Berisi Air

Selain itu, petugas berhasil mengamankan lima ekor burung lainnya dengan jenis kasturi kepala-hitam (Lorius lory) di dek tiga kapal bagian belakang.

Saat ditemukan, satwa tersebut berada dalam keranjang yang dilapisi plastik hitam.

“Kemudian petugas mendapatkan informasi dari seorang TKBM bahwa ada burung di dek tiga belakang,” lanjutnya.

Selain di KM Gunung Dempo, petugas juga berhasil mengamankan delapan ekor burung dengan jenis yang sama, yakni kasturi kepala hitam (Lorius lory) di pelabuhan. 

“Saat petugas berada di pelabuhan, petugas mencurigai seseorang yang hendak naik ke kapal dan membawa plastik berwarna hitam,” sambungnya.

Benar saja, saat diperiksa petugas, plastik hitam tersebut berisi dua karung yang di dalamnya terdapat delapan ekor burung kasturi hitam.

Dari keterangan yang didapatkan petugas, orang tersebut adalah tukang ojek yang diminta seseorang dari Rufei untuk menaikkan ‘barang’ tersebut ke atas kapal.

“Petugas mengamankan satwa tersebut dan menjelaskan status perlindungan satwa yg dibawa itu,” tutupnya.

Mirisnya, delapan ekor burung kasturi tersebut dimasukkan ke dalam keranjang yang diisi air. Tujuannya, agar burung-burung tersebut kedinginan, sehingga tidak mengeluarkan suara.

Berdasarkan hasil identifikasi, total satwa yang berhasil diamankan adalah 22 ekor burung yang terdiri dari 13 ekor kasturi kepala-hitam, serta 9 ekor pitohui karat. Seluruhnya diamankan dalam kondisi hidup. 

Kasturi kepala-hitam adalah jenis yang dilindungi, sementara pitohui karat tidak termasuk jenis yang dilindungi.

The post Petugas Gagalkan Penyelundupan Burung di Pelabuhan Laut Sorong appeared first on Garda Animalia.

]]>
https://gardaanimalia.com/petugas-gagalkan-penyelundupan-burung-di-pelabuhan-laut-sorong/feed/ 0 barang bukti sorong Sebanyak 22 ekor burung dengan jenis kasturi kepala hitam dan pitohui karat yang diamankan petugas BKSDA Papua Barat di Pelabuhan Laut Sorong. | Foto: Instagram BBKSDA Papua Barat
Penjual Burung Dilindungi Divonis 1 Tahun Penjara dan Denda Rp10 Juta https://gardaanimalia.com/penjual-burung-dilindungi-divonis-1-tahun-penjara-dan-denda-rp10-juta/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=penjual-burung-dilindungi-divonis-1-tahun-penjara-dan-denda-rp10-juta https://gardaanimalia.com/penjual-burung-dilindungi-divonis-1-tahun-penjara-dan-denda-rp10-juta/#respond Fri, 01 Nov 2024 10:04:06 +0000 https://gardaanimalia.com/?p=25047 Gardaanimalia.com – Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, Jawa Timur, menjatuhkan hukuman penjara 1 tahun dan denda Rp10 juta subsider...

The post Penjual Burung Dilindungi Divonis 1 Tahun Penjara dan Denda Rp10 Juta appeared first on Garda Animalia.

]]>
Arik Kristanto saat sidang vonis di PN Mojokerto. | Foto: Enggran Eko Budianto/detikjatim
Arik Kristanto saat sidang vonis di PN Mojokerto terkait jual beli burung dilindungi. | Foto: Enggran Eko Budianto/detikjatim

Gardaanimalia.com – Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, Jawa Timur, menjatuhkan hukuman penjara 1 tahun dan denda Rp10 juta subsider dua bulan kurungan kepada Arik Kristanto (37).

Pria asal Desa Ngingasrembyong, Sooko, Mojokerto, Jawa Timur itu terbukti memperdagangkan burung yang dilindungi. Putusan ini diumumkan dalam sidang pada Rabu (30/10/2024).

Ketua Majelis Hakim Ida Ayu Sri Adriyanthi memimpin persidangan di mana Arik dinyatakan melanggar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 

Tindakan tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran Pasal 40 Jo Ayat (2) Jo Pasal 21 Ayat (2) huruf a, serta Peraturan Menteri LHK Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ari Budiarti mengonfirmasi bahwa vonis tersebut sesuai dengan tuntutan yang diajukan sebelumnya. 

“Vonis sesuai tuntutan kami, yaitu 1 tahun penjara dan denda Rp10 juta subsider 2 bulan kurungan,” tutur Ari, dikutip dari detikjatim.

Sebelumnya, Tim Unit I Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Jawa Timur menggerebek rumah Arik pada 26 Juni 2024. 

Di sana, petugas menyita 39 cica daun besar (Chloropsis sonnerati) dan 1 cica daun sumatera (Chloropsis venusta). Kedua jenis burung itu termasuk dalam kategori satwa dilindungi di Indonesia.

Dalam sidang sebelumnya, Arik mengaku membeli burung-burung tersebut dari seorang bernama Heri. Harganya bervariasi, tergantung pada jenis kelamin, warna, dan kondisi burung. 

Sebagai contoh, burung topeng leher hitam dibeli seharga Rp440.000, sedangkan burung paruh putih seharga Rp150.000.

Arik menjual burung-burung tersebut melalui pesan WhatsApp kepada pelanggan, dengan harga jual yang bervariasi. 

Menurut pengakuannya, burung topeng leher hitam dijual seharga Rp480.000, paruh putih Rp170.000, dan burung paruh hitam Rp260.000 hingga Rp280.000 per ekor. 

Dari setiap ekor yang terjual, Arik mendapat keuntungan berkisar antara Rp20.000 hingga Rp40.000.

The post Penjual Burung Dilindungi Divonis 1 Tahun Penjara dan Denda Rp10 Juta appeared first on Garda Animalia.

]]>
https://gardaanimalia.com/penjual-burung-dilindungi-divonis-1-tahun-penjara-dan-denda-rp10-juta/feed/ 0 arik mojokerto Arik Kristanto saat sidang vonis di PN Mojokerto. | Foto: Enggran Eko Budianto/detikjatim
Kelana Sanggabuana, Memantau Burung Migrasi dari Utara Bumi https://gardaanimalia.com/kelana-sanggabuana-memantau-burung-migrasi-dari-utara-bumi/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=kelana-sanggabuana-memantau-burung-migrasi-dari-utara-bumi https://gardaanimalia.com/kelana-sanggabuana-memantau-burung-migrasi-dari-utara-bumi/#respond Thu, 31 Oct 2024 09:19:44 +0000 https://gardaanimalia.com/?p=25016 Gardaanimalia.com – Puluhan kaki itu menderap langkah di tanah yang basah. Pada Sabtu (26/10/2024), mereka datang ke punggung...

The post Kelana Sanggabuana, Memantau Burung Migrasi dari Utara Bumi appeared first on Garda Animalia.

]]>
Memantau burung raptor yang bermigrasi ke Gunung Sanggabuana. | Foto: Dok. Burung Indonesia.
Memantau burung raptor yang bermigrasi ke Gunung Sanggabuana. | Foto: Dok. Burung Indonesia.

Gardaanimalia.com Puluhan kaki itu menderap langkah di tanah yang basah. Pada Sabtu (26/10/2024), mereka datang ke punggung Gunung Sanggabuana, Karawang berbekal satu misi: memantau burung raptor yang bermigrasi dari utara bumi.

Perjalanan ini diselenggarakan oleh Burung Indonesia, sebuah organisasi konservasi pelestarian burung liar yang berpusat di Kota Bogor, Jawa Barat bekerja sama dengan Sanggabuana Conservation Foundation (SCF).

Para peserta menyiapkan kelengkapannya masing-masing. Ada yang memegang kamera lensa tele berlaras panjang, ada juga yang membawa teropongnya sendiri. Tak lupa buku panduan untuk memahami jenis-jenis burung.

Mentari mulai beranjak ke atas kepala. Kami bergerak menuju sebuah air terjun bernama Curug Cikoleangkak melalui jalan setapak. Jalannya dipenuhi bebatuan besar, lengkap dengan semak belukar dan beberapa pohon tumbang yang menghalangi perjalanan kami.

Kami bergerak perlahan. Sekadar mengambil foto, atau menikmati suara burung yang berkeliaran di hutan. Pemandu perjalanan kami menjelaskan jenis-jenis burung yang ada di sekitar kami dengan mengidentifikasi suaranya.

Bertemu Burung Elang Hitam

Mencari burung di tengah perjalanan menuju Puncak Sempur. | Foto: Hasbi/Garda Animalia
Mencari burung di tengah perjalanan menuju Puncak Sempur. | Foto: Hasbi/Garda Animalia

Kami sampai di perhentian pertama. Gunung dan pepohonan rimbun terhampar di sana. Sebuah tempat dengan pemandangan cantik yang membentang dan memperlihatkan dengan jelas Kabupaten Karawang.

Kami pun menyiapkan alat terbaik kami untuk memantau burung-burung migrasi yang akan lewat.

Ternyata benar, seekor burung elang hitam (Ictinaetus malayensis) tengah bermain-main di punggung gunung dari kejauhan.

Beberapa orang sigap mengambil kamera jarak-jauhnya. Sedangkan sebagian lain yang tidak membawa kamera, meneropong sang burung raptor yang mengangkasa.

Burung raptor yang kami lihat ternyata salah satu burung yang bermigrasi dari utara. Bisa jadi dari Alaska, Rusia atau Tiongkok. Dalam perjalanan jauh tersebut, ia melalui jalur terbang yang disebut East Asia-Australia Flyway.

Sang elang bergerak dari tempat asalnya melalui Semenanjung Malaya. Perlahan ia bergerak ke Pulau Sumatra hingga menyeberang ke Pulau Jawa.

Tujuannya adalah mencari makan karena di tempat asalnya telah memasuki musim gugur dan dingin, sehingga pasokan makanan semakin menipis.

Dengan gagah ia meluncur di hutan-hutan. Tak nampak jelas jika hanya dengan mata telanjang. Lensa tertuju pada sang elang yang jaraknya sekira sepuluh kilometer dari tempat kami berdiri.

Beberapa orang mendapati foto sang burung. Beberapa lain menghela napas karena tidak mendapatkan rekaman sang burung.

Kami pun bergerak menuju curug untuk mendapatkan materi dan penjelasan selanjutnya.

Mereka Bermigrasi untuk Mencari Makan

Peserta dibagi menjadi dua kelompok untuk memantau burung. | Foto: Dok. Burung Indonesia.
Peserta dibagi menjadi dua kelompok untuk memantau burung. | Foto: Dok. Burung Indonesia.

Pria itu berpakaian seperti koboi konservasi di film-film. Kacamatanya menutupi garis mata yang lugas, lengkap dengan bucket hat dan kemeja panjang berwarna krem.

Namanya adalah Achmad Ridha Junaid, seorang Biodiversity Conservation Officer dari Burung Indonesia. Tubuhnya tinggi tegap seperti orang Indonesia pada umumnya.

Ia menyapa belasan peserta yang hadir. Sorai bergemuruh. Lantas bertanya burung-burung apa saja yang mereka temukan selama perjalanan. Beberapa peserta menjelaskan burung-burung yang ia temukan, sisanya hanya mendengar suaranya saja.

“Burung raptor pada dasarnya adalah burung pemangsa. Ia terbagi dua, yakni kelompok burung elang dan kelompok burung hantu,” Ridha mulai menjelaskan.

Burung-burung bermigrasi ini, menurutnya, adalah burung yang berpindah dari tempat asalnya, dengan alasan yang paling umum karena sedikitnya makanan dan menghindari musim dingin di tempat asalnya.

Migrasi ini tidak hadir setiap hari, melainkan satu kali saja dalam setahun. Dalam Kelana Sanggabuana yang para peserta ini hadiri, mereka fokus kepada burung elang yang bisa datang pada pagi dan sore hari.

Ridha menjelaskan bahwa ada keterhubungan antara wilayah-wilayah di bagian Asia Timur hingga Selandia Baru, sehingga menjadi kesatuan jalur migrasi dan Indonesia menjadi pusat jembatan penghubung antara Asia dan Australia.

Jalur tersebut menyambung sebagian wilayah Alaska, kemudian Rusia bagian timur, Tiongkok, Laos, Myanmar, Thailand, Indonesia hingga Australia dan Selandia Baru.

“Salah satu dari tujuh jalur migrasi burung di seluruh dunia. Indonesia ini menjadi penting karena menjadi tempat sebagian besar burung bermigrasi, beristirahat, juga menghabiskan waktunya selama musim dingin di tempat asalnya,” kata dia.

Pemandangan Gunung Sanggabuana, Kabupaten Karawang dari Puncak Sempur. | Foto: Dok. Burung Indonesia.
Pemandangan Gunung Sanggabuana, Kabupaten Karawang dari Puncak Sempur. | Foto: Dok. Burung Indonesia.

Ia menjelaskan bahwa pada umumnya burung-burung tersebut menghabiskan sekitar tiga sampai lima bulan di Indonesia.

Ketika musim semi tiba di kampung halamannya, mereka lantas kembali menuju tempat asalnya untuk berkembang biak.

Mereka dapat terbang cukup jauh karena merekalah top predator. Artinya, tidak ada kekhawatiran terhadap predator lain yang ada di sana, seperti burung-burung residen.

Namun, dalam perjalanan panjang tersebut, mereka melakukan efisiensi energi. Ia memanfaatkan panas bumi untuk mengambil ancang-ancang dengan meminimalisir kepakan sayap.

“Contohnya elang-ular bido, ia berputar-putar di lembahan untuk menghemat energinya. Sembari mencari makan, sampai pada ketinggian tertentu, ia melakukan gliding ke arah timur,” jelas Ridha.

Berbeda dengan elang, burung-burung hutan memanfaatkan energinya untuk bermigrasi. Sebelum take-off ia akan mulai makan sebanyak-banyaknya–hingga beratnya dua sampai tiga kali lipat.

Sampai di Indonesia, mereka akan makan banyak lagi untuk kembali ke tempat asalnya.

Tentunya mereka akan dihadapi beragam tantangan ketika bermigrasi. Ketika mereka terbang ke selatan, mereka berharap mendapat makanan di sana.

“Nah, kemudian yang jadi permasalahan di Indonesia adalah hilangnya habitat atau telah banyak mengalami perubahan. Tempat persinggahan burung-burung bermigrasi ini menjadi hilang,” kata Ridha.

Ridha mencontohkan burung air yang bermigrasi. Mereka adalah spesies yang membutuhkan area mangrove atau pesisir pantai untuk mendapat makanan. 

Namun, area ini telah banyak mengalami degradasi yang mengancam kelestariannya. Berubah menjadi tambak udang, misalnya.

Selain itu, bagi burung hutan yang bermigrasi, ancaman yang akan ia alami adalah polusi cahaya. Karena mereka bergerak secara masif di malam hari, cahaya alami akan menjadi penanda tujuan migrasi.

“Tak sedikit karena masifnya pembangunan, mengecoh tujuan banyak burung yang mengalami salah tujuan. Risiko yang akan dihadapinya adalah ketersediaan makanan, ketika tidak cukup untuk kembali, peluang ‘tak bisa kembali’ ke tempat asalnya itu ada,” jelas Ridha.

Selain itu, bencana-bencana lain seperti kebakaran hutan dapat membuat burung-burung tersebut gagal bermigrasi.

Habitat yang hilang, juga polusi dapat mempengaruhi psikologis dan kesehatan burung. Asap yang tebal dapat membuatnya hilang arah.

Juga, penangkapan yang dilakukan secara masif oleh manusia, baik untuk konsumsi maupun perdagangan mengancam keberadaan dan populasi burung-burung tersebut.

Birdwatching Bisa Dilakukan Siapa Saja

Penghitungan burung raptor yang ditemukan selama perjalanan oleh tim. | Foto: Hasbi/Garda Animalia
Penghitungan burung raptor yang ditemukan selama perjalanan oleh tim. | Foto: Hasbi/Garda Animalia

Kami pun bergegas menuju Puncak Sempur, salah satu tempat terbaik untuk memantau burung raptor. Puncaknya cukup luas dengan gunung-gunung yang membentang di hadapan kami.

Tak sedikit peserta yang mengaku bahwa ini pengalaman pertama dalam birdwatching atau  pemantauan burung liar di habitatnya.

Kegiatan ini tampak sulit dijalani, tetapi ternyata dapat dilakukan oleh pemula.

Menurut Ridha, pemantauan burung ini bisa menjadi hobi yang menarik dan membantu upaya-upaya konservasi dari satwa liar di habitatnya. 

Ia mencontohkan sebuah game yang pernah viral pada 2016, Pokemon Go. Di mana sang pemain perlu berjalan dan berkeliling areanya untuk menangkap Pokemon virtual yang ada di layar gawai.

“Pernah main itu? Bagi saya birdwatching itu mirip-mirip dengan Pokemon Go. Motivasi saya birdwatching itu adalah menemukan burung sebanyak mungkin. Jadi, jika ada publik yang tertarik mengamati burung, dicoba saja karena ini adalah hobi yang menyehatkan,” kata dia.

Karena dalam prosesnya, kita juga mesti berjalan kaki untuk menemukan burung-burung yang lain. Semacam kardio dan menyehatkan jantung.

Tahap pertama untuk mengawalinya, Ridha menyarankan agar melakukan pemantauan di taman-taman kota. 

Jika sudah temukan semua burung di sana, baru bergerak ke wilayah-wilayah preserve seperti taman wisata alam atau daerah dengan elevasi tinggi.

“Contohnya seperti Kebun Raya Cibodas. Kita bisa mengamati burung-burung khas elevasi tinggi dan menambah keragaman burung yang kita lihat,” kata dia.

Secara teknis kita dapat berinvestasi pada buku-buku panduan, kemudian alat pemantauan seperti binokuler. Apalagi kini kegiatan birdwatching dapat dimudahkan oleh banyak aplikasi field guide.

Sedangkan tempat-tempat terbaik untuk mengamati burung migrasi dari utara ini dapat ditemukan di beberapa tempat. Sebab di Indonesia, terdapat semacam area perlintasan menyempit dari rute persebaran burung tersebut atau yang disebut bottleneck.

Semisal di Sumatra, tempat terbaik untuk memantau burung-burung tersebut adalah di Kepulauan Riau karena bersinggungan langsung dengan jalur migrasi burung dari Semenanjung Malaya. Selain itu, ada juga di Lampung.

Sedangkan di Jawa, kita dapat melihat bottleneck itu di Banten dan Banyuwangi.

Menurut Ridha, salah satu tempat favorit peneliti untuk melakukan pemantauan ada di kota-kota tersebut.

Jika pemantauan melalui jalur migrasi burung Oseanik, tempat terbaik untuk melakukan pemantauan adalah Pulau Sangihe, Sulawesi Utara.

“Kami di sana juga mengajak masyarakat untuk melakukan pengamatan burung migrasi, termasuk burung raptor. Ada ratusan, bahkan ribuan burung raptor seperti elang-alap cina (Accipiter soloensis), elang-alap nipon (Accipiter gularis), sikep madu asia (Pernis platorynchus), hingga baza hitam (Aviceda leuphotes) pun ada,” tukas Ridha.

Lamat-lamat surya perlahan turun ke ufuk barat. Kami pun bergegas turun dari Puncak Sempur, Gunung Sanggabuana, melewati jalan setapak yang curam dan penuh belukar.  

Ridha pun menutup percakapan kepada Garda Animalia. Beberapa burung raptor seperti elang hitam dan alap-alap cina melintas dalam binokuler kami. Terbang dan menjauh setelah asik bermain-main di punggung gunung.

Bagaimana, apakah kamu tertarik untuk mengamati burung liar dari habitatnya langsung?

Sesi foto bersama anggota Burung Indonesia. | Foto: Dok. Burung Indonesia
Sesi foto bersama anggota Burung Indonesia. | Foto: Dok. Burung Indonesia

The post Kelana Sanggabuana, Memantau Burung Migrasi dari Utara Bumi appeared first on Garda Animalia.

]]>
https://gardaanimalia.com/kelana-sanggabuana-memantau-burung-migrasi-dari-utara-bumi/feed/ 0 para pengamat burung Memantau burung raptor yang bermigrasi ke Gunung Sanggabuana. | Foto: Dok. Burung Indonesia. pengamatan di tengah jalan Mencari burung di tengah perjalanan menuju Puncak Sempur. | Foto: Hasbi/Garda Animalia pengamatan burung kompres Peserta dibagi menjadi dua kelompok untuk memantau burung. | Foto: Dok. Burung Indonesia. pemandangan gunung sanggabuana Pemandangan Gunung Sanggabuana, Kabupaten Karawang dari Puncak Sempur. | Foto: Dok. Burung Indonesia. pencatatan Penghitungan burung raptor yang ditemukan selama perjalanan oleh tim. | Foto: Hasbi/Garda Animalia foto bersama Sesi foto bersama anggota Burung Indonesia. | Foto: Dok. Burung Indonesia
Cerita Bermula di Pulo Tareba: Bagaimana Andil Satwa terhadap Kehidupan Manusia? https://gardaanimalia.com/cerita-bermula-di-pulo-tareba-bagaimana-andil-satwa-terhadap-kehidupan-manusia/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=cerita-bermula-di-pulo-tareba-bagaimana-andil-satwa-terhadap-kehidupan-manusia https://gardaanimalia.com/cerita-bermula-di-pulo-tareba-bagaimana-andil-satwa-terhadap-kehidupan-manusia/#respond Thu, 31 Oct 2024 06:20:32 +0000 https://gardaanimalia.com/?p=24996 Gardaanimalia.com – Berboncengan di sepeda motor tua buatan Italia, Benny Aladin Siregar dibawa ke arah utara kota, melintas...

The post Cerita Bermula di Pulo Tareba: Bagaimana Andil Satwa terhadap Kehidupan Manusia? appeared first on Garda Animalia.

]]>
Seekor kuskus mata-biru di kawasan wisata Pulo Tareba, Takome, Ternate Barat. | Foto Firman Yahya
Seekor kuskus mata-biru di kawasan wisata Pulo Tareba, Takome, Ternate Barat. | Foto Firman Yahya

Gardaanimalia.com – Berboncengan di sepeda motor tua buatan Italia, Benny Aladin Siregar dibawa ke arah utara kota, melintas di jalan kedaton kesultanan lalu menuju Pulo Tareba di Takome, Ternate Barat. Ia akan berbagi pengetahuan pada sejumlah mahasiswa Antropologi Sosial Universitas Khairun terkait biodiversity dan perannya terhadap kehidupan manusia.

Setengah jam berkendara dari areal parkir di sudut kota, mereka akhirnya tiba di tujuan.

Sepeda motor peot itu lalu diparkir sekitar lima meter di ujung gerbang bertuliskan “Pulo Tareba: Conservation and Camping Ground”.

Sejumlah pengunjung berswafoto di depan gerbang masuk kawasan wisata Pulo Tareba. | Foto: Rajuan Jumat/Garda Animalia
Sejumlah pengunjung berswafoto di depan gerbang masuk kawasan wisata Pulo Tareba. | Foto: Rajuan Jumat/Garda Animalia

Suasana Pulo Tareba tampak begitu ramai pada Minggu pekan kedua Oktober lalu. Orang-orang datang dan pergi secara berganti sepanjang sore. Ada yang naik sepeda motor pribadi, datang dengan mobil carteran atau ikut angkutan umum bersama kerabat dan sanak saudara.

Di bawah pohon jamblang yang tumbuh rapat-rapat, tenda-tenda kecil dibangun berdekatan dengan gubuk tempat menu yang dipesan disiapkan. Ada yang datang sekadar mampir lalu berpindah ke areal lain, atau duduk menyeduh kopi dan berbincang santai.

Bila memasuki areal Pulo Tareba menjelang magrib, pengunjung akan mendapati sepasang gosong kelam (Megapodius freycinet) mencari makan di antara pohon togololo di dekat-dekat gubuk, atau berpasang kipasan kebun (Rhipidura leucophrys) dan cala ibi berkicau lantas terbang dari satu ranting ke ranting lain. Cala ibi, merupakan sebutan lokal bagi jenis burung madu–satwa polinator bagi tanaman pisang yang dikonsumsi manusia.

Pulo Tareba dan Kehidupan yang Menghidupkan

Kawasan Pulo Tareba terbilang lengkap bagi penikmat wisata berbasis alam dan pencinta satwa liar.

Selain pohon jamblang yang tumbuh lebat, ada pula Danau Tolire yang menyimpan sejarah geologi hingga cerita rakyatnya. Potensi keanekaragaman hayati pun bisa disaksikan pada siang atau malam hari.

Sekitar sepuluh meter dari gerbang masuk, poster berisi informasi status burung di Indonesia menyambut kedatangan pengunjung. Sejumlah potret satwa endemik Maluku Utara ikut dipajang dan menjadi bahan tontonan hingga swafoto–dari bidadari halmahera (Semioptera wallacii), kasturi ternate (Lorius garrulus), berkik gunung-maluku (Scolopax rochussenii) hingga mandar gendang (Habroptila wallacii) tampil sempurna.

Beberapa kali para turis mancanegara berdatangan dan menyaksikan sejumlah spesies penghuni Pulo Tareba; julang irian (Rhyticeros plicatus), cekakak biru-putih (Todiramphus diops), walik topi-biru (Ptilinopus monacha), sampai kakatua putih (Cacatua alba)—spesies paruh bengkok yang terancam kritis karena perburuan dan perdagangan liar.

Wisatawan mancanegara melihat poster sejumlah satwa liar yang bisa dijumpai di kawasan Pulo Tareba pada Sabtu, 19 Oktober 2024. | Foto: Rajuan Jumat/Garda Animalia
Wisatawan mancanegara melihat poster sejumlah satwa liar yang bisa dijumpai di kawasan Pulo Tareba pada Sabtu, 19 Oktober 2024. | Foto: Rajuan Jumat/Garda Animalia

Para traveler pun sempat menyaksikan bagaimana kehidupan hewan berkantong yang aktif di malam hari merayap dari satu dahan ke dahan lain; kuskus mata-biru (Phalanger matabiru) atau disebut kuso, merupakan hewan endemik Maluku Utara yang tersebar di Pulau Ternate dan Tidore.

Beberapa kali mamalia pemakan daun, buah, dan serangga itu menjadi korban kejahatan makhluk mulia bernama manusia.

Organisasi konservasi internasional IUCN (Internasional Union Conservation of Nature) bahkan memasukkan kuskus ke dalam status rentan (vulnerable). Itu berarti salah satu maskot Kota Ternate ini rentan punah.

Junaidi Abas (30), warga asal Takome yang juga pengelola kawasan Pulo Tareba bilang, ketika para turis itu datang, yang ingin dilihat cuma hal-hal unik yang belum mereka temukan di tempat lain. Salah satunya dengan menyaksikan margasatwa khas Maluku Utara.

Kalau sudah seperti itu, teman-teman Pulo Tareba seakan menjadi guide dadakan. Mereka menemani para turis berkeliling melihat sejumlah satwa liar yang hidup di kawasan itu–imbalan yang akan mereka terima berupa sekian nilai rupiah untuk harga rokok, katanya.

Junaidi dan Benny menunjukkan poster mengenai sejumlah satwa yang bisa dijumpai di kawasan wisata Pulo Tareba. | Foto: Rajuan Jumat/Garda Animalia
Junaidi dan Benny menunjukkan poster mengenai sejumlah satwa yang bisa dijumpai di kawasan wisata Pulo Tareba. | Foto: Rajuan Jumat/Garda Animalia
Dua turis mancanegara melakukan pengamatan malam untuk melihat kuskus mata-biru di kawasan wisata Pulo Tareba pada Sabtu (19/10/2024). | Foto: Rajuan Jumat/Garda Animalia
Dua turis mancanegara melakukan pengamatan malam untuk melihat kuskus mata-biru pada Sabtu (19/10/2024). | Foto: Rajuan Jumat/Garda Animalia
Seekor kuskus mata-biru di kawasan wisata Pulo Tareba, Takome, Ternate Barat. | Foto: Firman Yahya
Seekor kuskus mata-biru di kawasan wisata Pulo Tareba, Takome, Ternate Barat. | Foto: Firman Yahya

Sebuah Perbincangan untuk Memahami Koneksi antara Manusia, Satwa, dan Alam

Duduk di dipan sebuah gubuk sederhana, Junaidi dan Benny bergatian bercerita terkait satwa.

Gubuk yang baru dibangun tahun lalu itu tidak saja menjadi tempat semua menu pesanan dimasak, tetapi merangkap peran untuk ajang berbagi pengetahuan.

Bangunan berbahan kayu jati tersebut dilengkapi sejumlah aksesoris; ada belasan potong kayu berjejer dan menjadi lantai gubuk, ada teko blirik hijau hingga gelas keramik bergambar menampati sudut kanan pintu menuju dapur.

Di sudut-sudut gubuk, belasan tumbuhan liar merayap beralih fungsi jadi tanaman hiasan. Sementara duplikat burung goheba—sejenis elang berkepala dua yang menjadi lambang Kesultanan Ternate—berdiri dan turut menjadi aksesoris.

Dua bulan sebelumnya, sekitar setengah meter di atas kepala, di salah satu bagian dinding gubuk, sempat dipajang dua buah senapan angin. Itu milik pemburu kuskus mata-biru yang disita oleh Junaidi dan teman-teman Pulo Tareba.

Merasa luas gubuk tak akan sanggup menampung peserta, ajang berbagi pengetahuan seputar satwa digeser sekitar lima belas meter ke sebelah gubuk.

Benny Aladin sedang berbagi pengetahuan bersama sejumlah mahasiswa antropologi sosial Unkhair terkait peran satwa liar dalam kehidupan manusia pada Minggu (13/10/2024). | Foto Rajuan Jumat/Garda Animalia
Benny Aladin sedang berbagi pengetahuan bersama sejumlah mahasiswa antropologi sosial Unkhair terkait peran satwa liar dalam kehidupan manusia pada Minggu (13/10/2024). | Foto Rajuan Jumat/Garda Animalia

Di atas panggung sederhana beratap terpal itu, Junaidi bercerita; burung, katanya, kerap dijadikan sebagai tanda suatu peristiwa alam maupun yang berhubungan dengan manusia.

Di Takome sendiri, ada beberapa jenis satwa yang memang dijadikan sebagai penanda jika sebuah peristiwa akan terjadi.

Karakalo australia (Scythrops novaehollandiae), misalnya.

“Kalau dia basuara (bersuara) dari dua arah: utara-selatan, selatan-utara, maka diprediksi akan datang musim penyakit. Maka hal yang akan dilakukan oleh masyarakat adalah membuat ritual, ziarah kubur hingga tawaf kampung. Pasca dari tiga hal itu, langsung ditutup dengan tahlilan di masjid,” kata Junaidi.

Adapun burung jenis lain akan memberi kabar baik, ditandai dengan kipasan kebun (Rhipidura leucophrys) membuat sarang di karang, ranting, atau akar kayu dekat pantai. Itu bertanda air laut akan tenang.

“Mulai dari proses pembuatan sarang, bertelur sampai menetas hingga anaknya bisa terbang, itu sudah membutuhkan proses berapa lama coba? Itulah yang dipakai orang-orang tua kita saat itu untuk menentukan air laut tenang,” tukas Junaidi.

Sejalan dengan itu, Benny juga menyinggung bagaimana satwa ikut andil ketika terjadi peristiwa. Namun, hal itu kadang tidak disadari oleh manusia.

“Di Aceh, misalnya,” kata Benny. “Sebelum terjadi tsunami, hewan-hewan sudah merasakan lebih dulu perubahan lingkungan. Jadi cerita teman-teman yang di Aceh itu, kucing, anjing, semua sudah gelisah, menggonggong satu kampung. Sampai di rumah-rumah keluar tikus-tikus. Tapi manusia cuek. Setengah jam kemudian gempa. Abis gempa mereka makin gelisah, ternyata tsunami,” lanjut Benny yang juga Koordinator Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia wilayah Maluku.

Baik yang Benny maupun Junaidi kisahkan seakan memberi peringatan dini; jika kelak hal-hal tak terduga seperti gempa dan tsunami menerjang, tanda-tanda dari alam seperti itu patut dipelajari oleh manusia.

Satwa Memberi Tanda

BBC News Indonesia, salah satu media yang berkantor di Jakarta merilis sebuah karya jurnalistik bertajuk “Gempa dan tsunami: Jika hewan dapat merasakan bencana alam akan terjadi, dapatkah mereka menjadi sistem deteksi dini yang efektif?”.

Artikel itu pertama kali dimuat pada Maret 2020. Dari situ, kita bisa mendapati bagaimana korban selamat dari musibah dahsyat yang menimpa Serambi Mekah bersaksi—termasuk negara tetangga, Thailand.

“Sejumlah saksi mata menyatakan melihat gajah-gajah lari ke daratan yang lebih tinggi. Di desa pesisir Bang Koey di Thailand, warga lokal mengatakan, sekumpulan kerbau yang sedang berada di pinggir pantai tiba-tiba menegakkan telinga, memandang waspada ke arah laut, kemudian berlarian ke atas bukit beberapa menit sebelum tsunami menerjang,” tulis media yang bermarkas di London tersebut.

Bencana geologi serupa juga pernah menimpa Tangshan, Tiongkok, pada Juli 1976 dan China pada Mei 2008. Dikatakan dalam sebuah artikel berjudul “Tanda-tanda Aneh Menjelang Gempah Dahsyat 7,8 SR di Tangshan yang Rengut 250 Ribu Jiwa,” ada sejumlah hewan yang merasa gelisah dan memberontak.

Tikus-tikus berlarian pada siang bolong, ikan-ikan di akuarium gelisah dan mencoba melompat keluar. Sebelum fajar 28 Juli 1976 menyingsing, para peternak memberi pakan hewan ternak. Bukannya makan, kerumunan kuda dan keledai justru mengamuk. Mereka melompat dan menendang sejadinya. Setelah berhasil menjebol kandang, hewan-hewan itu lari tunggang langgang”.

Di artikel yang berbeda, tempo.co juga menulis: ketika Cina didera lindu berkekuatan 7,8 skala richter pada 2008, sejumlah hewan di kebun binatang yang sudah merasakan lebih dulu berlagak aneh. Zebra membenturkan kepalanya ke pintu kandang. Semua singa berkeliaran dan gelisah. Sementara lusinan burung merak mengeluarkan suara melengking sebelum petaka terjadi.

Menurut Benny, jika kehidupan manusia dengan alamnya sudah menyatu, maka akan ada banyak kehidupan yang terselamatkan. Sebab, pada dasarnya, di mana pun manusia tinggal, mereka punya relasi dengan alam.

Ilustrasi tikus, sebagai satwa yang diyakini peka terhadap perubahan lingkungan bahkan dapat mendeteksi gempa. | Foto: Christian Fischer/Wikipedia
Ilustrasi tikus, sebagai satwa yang diyakini peka terhadap perubahan lingkungan bahkan dapat mendeteksi gempa. | Foto: Christian Fischer/Wikipedia

Relasi Masyarakat dengan Alam dari Kacamata Antropologi

Apa yang dikatakan Benny sejalan dengan keterangan Safrudin Amin, dosen Antropologi Sosial Universitas Khairun Ternate.

Seusai mengajar, saya mendatangi dosen pengampu mata kuliah antropologi kebencanaan itu pada Senin, 21 Oktober siang.

“Masyarakat itu, selalu ada hubungannya dengan alam, dengan lingkungan. Termasuk hewan dan vegetasi. Masyarakat membangun afiliasi secara simbolik dengan objek-objek itu di lingkungannya,” kata Safrudin Amin yang biasa disapa Pak Saf.

“Ada spesies ikan tertentu yang tidak boleh dimakan oleh masyarakat. Orang Ternate mengenalnya dengan ikan goranggo. Cerita yang mereka ciptakan itu katanya, goranggo pernah membantu nenek moyang mereka ketika di laut sehingga tidak boleh disakiti, tidak boleh dimakan, boboso. Semacam pantangan. Dan itu disosialisasikan ke generasi dengan asumsi kepercayaan; kalau memakan ikan tersebut, akan melanggar sumpah nenek moyang yang sudah dibuat.”

Cerita-cerita dari masyarakat semacam itu kata Safrudin Amin, tentu tidak ada dalam kehidupan nyata. Namun, jika menggunakan perspektif lain, hal seperti itu sebenarnya adalah upaya dari kelompok masyarakat tertentu, marga tertentu untuk menghubungkan diri dengan suatu satwa sebagai konsep konstruksi identitas mereka.

Di Halmahera Timur juga terdapat tradisi serupa. Ada kelompok masyarakat yang tidak makan spesies burung tertentu. Bahkan melarang siapa saja untuk berburu atau menyakiti mereka. Sebab, masyarakat dengan kepercayaan Yamtoa itu sangat menyakralkan satwa jenis julang irian atau yang disebut burung taong.

“Kalau sampai ada yang tangkap atau lempar burung taong, katapel, dan sebagainya, keluarga itu akan jadi masalah, tersiksa dan sakit,” katanya.

“Dari sisi konstruksi identitas, …” kata Safrudin, ” … mereka sebenarnya membentuk suatu identitas bahwa mereka adalah keluarga Yamtoa, kami tidak makan ini, kami tidak makan burung taong. Kaya begitu. Jadi itu membentuk identitas mereka sehingga ketika ada hajatan, orang sudah tahu; oh, dia tara (tidak) makan ini, tidak makan barang ini. Kasih makanan lain. Jangan kasih makan barang itu. Barang itu kalau dong (mereka) makan, akan jadi gatal-gatal,” lanjutnya.

Sekalipun begitu, ada perbedaan cara pandangan dari para ahli antropologi kesehatan. Mereka justru menganggap gejala gatal-gatal jika memakan hewan tertentu dilatari oleh persoalan genetik–gen tertentu saja yang alergi terhadap protein hewani.

Kalangan antropologi ekologi justru mengganggap itu bagian dari mekanisme proteksi terhadap lingkungan, terhadap satwa.

“Jadi jangan makan ini, jangan tebang ini, itu adalah bagian mekanisme kultural. Semacam kita sebut “kearifan budaya” untuk tidak merusak kehidupan satwa.

Dengan cara seperti itu, mereka sebenarnya mengonservasi, melindungi lingkungan dan satwa dari ancaman pembunuhan, penangkapan dan bahkan kepunahan,” tegasnya.

Ada banyak peran satwa liar dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia. Mulai dari layanan penunjang (supporting services), penyedia (provisioning services), pengaturan (regulating services), hingga layanan budaya (cultural services). Yang terakhir itu seperti dijalankan oleh masyarakat di Maitara, Kota Tidore Kepulauan.

Pulau di depan Kota Ternate itu punya ritual tahunan untuk menolak bala. Mereka sebut Dumai.

Sebelum proses ritual berlangsung, beberapa macam sumber daya hutan dimanfaatkan. Satu di antaranya ialah tuak, minuman tradisional yang disadap dari pohon aren–salah satu jenis pohon yang penyebar utamanya adalah Julang irian atau si petani hutan.

Dalam kajian antropologi, ritual tahunan semacam itu dibuat untuk membangun solidaritas dan mempererat silaturahmi dalam masyarakat dan keluarga.

“Supaya keluarga yang so (sudah) jarang-jarang datang saling baku kenal lagi,” kata Safrudin.

“Fungsi ritual yang lain, … ” lanjutnya, ” … mungkin untuk menjaga identitas tertentu supaya tidak tergelincir, tidak terkuras dan tidak tereliminasi oleh penetrasi global,” tandasnya.

Jumlah burung di Kawasan Pulo Tareba

Berdasarkan hasil pengamatan beruntun yang dilakukan teman-teman Halmahera Widlife Photography (HWP), sebuah komunitas pelestarian satwa liar berbasis fotografi di Ternate, sedikitnya ditemukan 30 jenis burung yang ada di kawasan Pulo Tareba.

Beberapa di antaranya termasuk endemik Maluku Utara dan dilindungi pemerintah Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Poster sejumlah burung khas Maluku Utara yang terpajang di kawasan wisata alam Pulo Tareba, Ternate Barat. | Foto: Rajuan Jumat/Garda Animalia
Poster sejumlah burung khas Maluku Utara yang terpajang di kawasan wisata alam Pulo Tareba, Ternate Barat. | Foto: Rajuan Jumat/Garda Animalia

The post Cerita Bermula di Pulo Tareba: Bagaimana Andil Satwa terhadap Kehidupan Manusia? appeared first on Garda Animalia.

]]>
https://gardaanimalia.com/cerita-bermula-di-pulo-tareba-bagaimana-andil-satwa-terhadap-kehidupan-manusia/feed/ 0 kuskus matabiru 1 Seekor kuskus mata-biru di kawasan wisata Pulo Tareba, Takome, Ternate Barat. | Foto Firman Yahya gerbang pulo tareba Sejumlah pengunjung berswafoto di depan gerbang masuk kawasan wisata Pulo Tareba. | Foto: Rajuan Jumat/Garda Animalia turis mancanegara Wisatawan mancanegara melihat poster sejumlah satwa liar yang bisa dijumpai di kawasan Pulo Tareba pada Sabtu, 19 Oktober 2024. | Foto: Rajuan Jumat/Garda Animalia menunjukkan poster Junaidi dan Benny menunjukkan poster mengenai sejumlah satwa yang bisa dijumpai di kawasan wisata Pulo Tareba. | Foto: Rajuan Jumat/Garda Animalia observasi kuskus Dua turis mancanegara melakukan pengamatan malam untuk melihat kuskus mata-biru di kawasan wisata Pulo Tareba pada Sabtu (19/10/2024). | Foto: Rajuan Jumat/Garda Animalia kuskus matabiru 2 Seekor kuskus mata-biru di kawasan wisata Pulo Tareba, Takome, Ternate Barat. | Foto: Firman Yahya duduk di tareba Benny Aladin sedang berbagi pengetahuan bersama sejumlah mahasiswa antropologi sosial Unkhair terkait peran satwa liar dalam kehidupan manusia pada Minggu (13/10/2024). | Foto Rajuan Jumat/Garda Animalia tikus pendeteksi gempa Ilustrasi tikus, sebagai satwa yang diyakini peka terhadap perubahan lingkungan bahkan dapat mendeteksi gempa. | Foto: Christian Fischer/Wikipedia poster burung Poster sejumlah burung khas Maluku Utara yang terpajang di kawasan wisata alam Pulo Tareba, Ternate Barat. | Foto: Rajuan Jumat/Garda Animalia
Polda Kepri Gagalkan Penyelundupan Baning Coklat ke Luar Negeri https://gardaanimalia.com/polda-kepri-gagalkan-penyelundupan-baning-coklat-ke-luar-negeri/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=polda-kepri-gagalkan-penyelundupan-baning-coklat-ke-luar-negeri https://gardaanimalia.com/polda-kepri-gagalkan-penyelundupan-baning-coklat-ke-luar-negeri/#respond Wed, 30 Oct 2024 11:05:21 +0000 https://gardaanimalia.com/?p=24990 Gardaanimalia.com – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepulauan Riau (Kepri) berhasil menangkap dua terduga pelaku penyelundupan sepuluh...

The post Polda Kepri Gagalkan Penyelundupan Baning Coklat ke Luar Negeri appeared first on Garda Animalia.

]]>
Ditreskrimsus Polda Kepri dengan barang bukti berupa baning coklat. | Foto: Tribata News
Ditreskrimsus Polda Kepri dengan barang bukti berupa baning coklat. | Foto: Tribata News

Gardaanimalia.com – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepulauan Riau (Kepri) berhasil menangkap dua terduga pelaku penyelundupan sepuluh ekor baning coklat (Manouria emys). 

Wakil Direktur Reskrimsus Polda Kepri AKBP Ade Kuncoro Ridwan dalam konferensi pers pada Senin (28/10/2024) mengatakan, pihaknya mengamankan FP dan AW di Kantor J&T Cargo Batam Kota. 

“Pada Rabu (9/10/2024) telah dialksanakan kegiatan penyelidikan dugaan tindak pidana KSDAE sekira pukul 15.25 di Kantor J&T Cargo Batam Kota,” ucap Ade

Dikatakan Ade, sepuluh ekor kura-ura darat itu diangkut menggunakan peti kayu dari Kota Pekanbaru, Provinsi Riau.

“Didapati sebanyak sepuluh ekor hewan dilindungi, yaitu kura-kura darat jenis baning coklat yang dikirim dari Pekanbaru, Provinsi Riau,” terangnya. 

Dari Kantor J&T Kargo Batam Kota, petugas membawa para pelaku dan barang bukti ke Mapolda Kepri untuk penyelidikan lebih lanjut. 

Berdasarkan keterangan pelaku, satwa tersebut memiliki nilai jual Rp1,5 juta hingga Rp2,5 juta per ekornya. Perbedaan harga tersebut bergantung pada ukuran kura-kura yang akan dijual. 

Para pelaku berencana menjual baning coklat tersebut ke Singapura dan Malaysia dengan nominal 3 kali lipat per ekor dari harga di atas. 

Tak Hanya Kura-Kura Baning Coklat, Petugas Sita Barbuk Lain

Lebih lanjut, Ade mengatakan, pihaknya juga mengamankan sejumlah barang bukti lainnya dari tangan pelaku.

“… berhasil disita dari para tersangka antara lain 10 ekor kura-kura darat jenis baning coklat, sebuah peti kayu yang digunakan untuk mengangkut kura-kura tersebut, 1 unit sepeda motor Honda Beat, 1 unit ponsel merek Oppo berwarna hitam, serta surat tanda nomor kendaraan (STNK) sepeda motor tersebut,” jelasnya. 

Ade mengatakan, baning coklat adalah kura-kura darat terbesar di Asia yang kini dinyatakan berstatus terancam punah dan dilindungi.

Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2018.

Atas perbuatannya, para pelaku dijerat dengan UU Nomor 32 Tahun 2024 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, Pasal 40 A Ayat 1 Huruf D Jo Pasal 21 Ayat 2 huruf A. 

Para pelaku akan dikenakan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun, serta denda paling sedikit kategori IV dengan nominal Rp200 juta dan paling banyak kategori VII dengan nominal Rp5 miliar.

The post Polda Kepri Gagalkan Penyelundupan Baning Coklat ke Luar Negeri appeared first on Garda Animalia.

]]>
https://gardaanimalia.com/polda-kepri-gagalkan-penyelundupan-baning-coklat-ke-luar-negeri/feed/ 0 baning coklat Ditreskrimsus Polda Kepri dengan barang bukti berupa baning coklat. | Foto: Tribata News
Infeksi dan Dehidrasi, Seekor Gajah Betina Mati di PALI https://gardaanimalia.com/infeksi-dan-dehidrasi-seekor-gajah-betina-mati-di-pali/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=infeksi-dan-dehidrasi-seekor-gajah-betina-mati-di-pali https://gardaanimalia.com/infeksi-dan-dehidrasi-seekor-gajah-betina-mati-di-pali/#respond Tue, 29 Oct 2024 11:10:31 +0000 https://gardaanimalia.com/?p=24983 Gardaanimalia.com – Seekor gajah sumatra liar yang masuk permukiman Desa Semangus, Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten Penukal Abab Lematang...

The post Infeksi dan Dehidrasi, Seekor Gajah Betina Mati di PALI appeared first on Garda Animalia.

]]>
Gajah liar yang terluka masuk permukiman di PALI, Sumatra Selatan. | Foto: IDN Times
Gajah liar yang masuk permukiman di PALI, Sumatra Selatan, dalam keadaan terluka. | Foto: IDN Times

Gardaanimalia.com – Seekor gajah sumatra liar yang masuk permukiman Desa Semangus, Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatra Selatan, berakhir mati pada Minggu (27/10/2024).

Gajah malang tersebut mati setelah mengalami dehidrasi berat dan infeksi akibat luka di bagian leher.

Sebelumnya, BKSDA mendapat laporan bahwa seekor gajah masuk permukiman pekerja PT MHP pada Jumat (25/10/2024) pukul 07.30 WIB.

Merespons laporan, tim BKSDA segera datang ke lokasi, sebagaimana yang disampaikan Kepala SKW II BKSDA Sumatra Selatan Yusmono kepada Garda Animalia, Selasa (29/10/2024).

“Petugas berangkat ke lapangan pukul 14.00 WIB dan tiba pukul 20.00 WIB, Jumat (25/10/2024). Petugas langsung berkoordinasi dan melakukan pengamanan di sekitar lokasi gajah,” ucap Yusmono.

Esok harinya, Sabtu (26/10/2024), petugas menggiring gajah ke titik evakuasi yang berjarak kurang lebih 1,5 kilometer.

Penggiringan pertama ini dilakukan dari pukul 20.00 WIB hingga pukul 23.00 WIB.

Di lokasi ini, gajah dimandikan dan dibersihkan lukanya dengan cairan antiparasit. 

“Gajah diberi pakan pelepah pisang, minum, dimandikan untuk menjaga kelembaban kulit, dan penyemprotan antiparasit (gunasex) pada area luka,” sambungnya.

Yusmono menerangkan, semprotan antiparasit digunakan untuk membunuh belatung di area luka, serta untuk mencegah ektoparasit hinggap.

Tubuh Gajah Ambruk, Kondisinya Menurun

Pada Minggu (27/10/2024) pukul 08.00 WIB, petugas kembali melakukan penggiringan ke titik evakuasi lain di Tebing Indah yang berjarak kurang lebih 300 meter.

Penggiringan kedua dilakukan karena lokasi pertama berupa lahan terbuka dan tidak ada pohon besar untuk berteduh.

Di titik evakuasi kedua, kata Yusmono, petugas memeriksa kondisi gajah dan melakukan perawatan lanjutan. 

“Dilakukan pemeriksaan fisik lengkap, pemasangan pancang untuk rencana handling perawatan lanjutan, pembuatan bak minum, dan penyediaan peralatan penyemprotan untuk memandikan gajah agar kelembaban kulit terjaga,” terangnya. 

Namun, sekitar pukul 14.35 WIB, gajah ambruk dan kondisinya semakin menurun.

Melihat itu, petugas kemudian segera melakukan penanganan medis. 

“Kondisi menurun, lesu, lemah dan respons tubuh menurun. Kemudian, dilakukan penanganan medis berupa pemberian cairan infus, pembersihan luka dan penyemprotan antiparasit (gusanex),” tambahnya. 

Dikatakan Yusmono, mamalia tersebut akhirnya tidak dapat bertahan dan dinyatakan mati pada pukul 15.18 WIB.

Usai dinyatakan mati, petugas kemudian mengambil sampel luka luar dan melakukan nekropsi. 

Berdasarkan hasil nekropsi, gajah betina yang berumur sekitar 25 tahun itu mati karena infeksi dan dehidrasi berat. 

“Gajah tersebut tidak dapat diselamatkan karena penurunan kondisi fisik akibat dehidrasi berat dan infeksi yang sudah menyebar,” kata Yusmono. 

Sementara itu, penyebab luka diduga akibat serangan gajah jantan yang sedang dalam masa birahi. 

“Dugaan sementara dari hasil pemeriksaan dan nekropsi dokter hewan, luka tersebut akibat serangan gajah jantan yang sedang dalam masa birahi,” tutupnya.

Gajah betina itu pun dikubur pada pukul 18.19 WIB di lokasi Tebing Indah, Unit 8, Benakat 2

Gajah Sempat Dimandikan Warga sebelum BKSDA Datang

Warga mencoba memandikan gajah liar yang terluka. | Foto: IDN Times
Warga mencoba memandikan gajah liar yang terluka. | Foto: IDN Times

Sebelum ditangani petugas BKSDA, gajah (Elephas maximus sumatranus) betina itu hilir mudik di sekitar rumah bahkan masuk ke bawah tenda hajatan milik warga.

Tubuhnya tampak kurus dan mengalami luka di bagian leher.

Luka tersebut bahkan sudah membengkak, membusuk dan mengeluarkan belatung.

Karena kondisinya yang lemas dan mengalami luka, ia terlihat kesulitan untuk berjalan.

Seorang warga bernama Selamat (39) mengatakan bahwa pada Jumat pagi ia mendengar ada warga berteriak karena melihat gajah liar.

Warga merasa panik dan takut karena mengira satwa bertubuh besar itu akan bertindak agresif.

“Kami kaget mendengar teriakan warga lain yang melihat gajah besar ini dekat rumah. Biasanya gajah liar sangat agresif, tetapi yang ini justru tampak jinak dan tidak menyerang. Meski begitu, ia terlihat kesakitan dan berjalan tertatih, bahkan menabrak pagar rumah warga,” ucapnya, Sabtu (26/10/2024) dikutip dari RMOL Sumsel.

Warga kemudian berinisiatif memandikan dan membersihkan luka serta belatung yang mengerubungi leher gajah dengan tembakau. 

Satwa lalu ditempatkan di belakang rumah salah seorang warga.

Seorang warga lainnya bernama Supar mengatakan, selama diurus warga, satwa endemik Sumatra tersebut belum mau makan.

Pemerintah desa lalu berkoordinasi dengan pihak BKSDA Sumsel untuk mengevakuasi sang gajah. 

The post Infeksi dan Dehidrasi, Seekor Gajah Betina Mati di PALI appeared first on Garda Animalia.

]]>
https://gardaanimalia.com/infeksi-dan-dehidrasi-seekor-gajah-betina-mati-di-pali/feed/ 0 gajah betina pali Gajah liar yang terluka masuk permukiman di PALI, Sumatra Selatan. | Foto: IDN Times gajah betina pali 2 Warga mencoba memandikan gajah liar yang terluka. | Foto: IDN Times