Berita

Gagalnya Penyelundupan Burung di Tanjung Perak dan 'Perang Kampanye' di Sosial Media

16 Juni 2025|By Garda Animalia
Featured image for Gagalnya Penyelundupan Burung di Tanjung Perak dan 'Perang Kampanye' di Sosial Media

Gardaanimalia.com - Kepala BBKSDA Jawa Timur Nur Patria Kurniawan menyampaikan penggagalan penyelundupan burung liar di Tanjung Perak, Jawa Timur merupakan hal yang kerap terjadi, bahkan berkali-kali.

Kasus teranyar, tim gabungan dari Ditpolair Polda Jatim, BBKSDA Jatim dan Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (BKHIT) Jatim mengamankan 466 ekor burung berbagai jenis pada Jumat, 6 Juni 2025. Ratusan burung  yang dikirim dari Kalimantan itu tidak dilengkapi dokumen yang sah.

Dari jumlah itu, sebanyak 105 ekor di antaranya telah mati akibat stres, suhu yang tidak sesuai, dan perlakuan tidak layak selama pengangkutan.

Adapun jenis-jenis yang diamankan meliputi madu pengantin, bentet kelabu, kacamata biasa, cipoh jantung, dan tledekan. Selain itu, ada pula kapas tembak, jinjing petulak, jalak kebo, serta bentet kelabu.

Penindakan ini bermula dari informasi intelijen yang dihimpun oleh Subdit Gakkum Dit Polairud Polda Jatim.

Pada Jumat, 6 Juni 2025, tim Matawali Seksi Konservasi Wilayah (SKW) III Surabaya bersama BKHIT Jawa Timur Satpel Tanjung Perak melakukan identifikasi satwa liar hasil penindakan aparat Ditpolairud di Mako Dit Polairud, Jalan Intan Nomor 1, Surabaya.

Burung-burung tersebut ditemukan saat Ditpolairud memeriksa tiga unit truk yang bersandar di KM Dharma Kencana 2, sebuah kapal penumpang dan barang rute Banjarmasin–Surabaya, 6 Juni 2025 sekitar pukul 08.00 WIB. Kendaraan tersebut kedapatan membawa burung liar tanpa dokumen resmi.

Tiga orang sopir truk yang membawa muatan satwa liar tersebut saat ini masih menjalani pemeriksaan oleh penyidik Ditpolairud.

Dugaan sementara, praktik pengiriman burung ini merupakan bagian dari jaringan distribusi antarpulau dengan sasaran pasar Jawa Timur dan sekitarnya.

Burung-burung yang berhasil diselamatkan telah melalui proses karantina dan dinyatakan bebas dari media pembawa penyakit.

Selanjutnya, seluruh satwa dievakuasi ke Wildlife Rescue Unit (WRU) BBKSDA Jatim untuk mendapatkan perawatan dan proses rehabilitasi sebelum kemungkinan pelepasliaran.

“Sebetulnya di Tanjung Perak sudah berkali-kali, paling banyak bukan dari Kalimantan, tetapi dari Indonesia Timur, seperti Maluku dan Papua. Kami sering berkoordinasi. Pasalnya untuk menangkal penyelundupan burung harus dari hulu ke hilir. Kalau hanya di hilir, seperti di kami, burung itu ada yang mati dan kalau pun hidup, pengembaliannya memakan biaya,” ungkap Nur Patria Kurniawan ketika dihubungi Garda Animalia, Senin (16/6/2025).

Untuk itu, pihaknya dengan teman-teman di Indonesia Timur sudah memiliki grup WhatsApp untuk berkoordinasi. Jika ada satwa yang lolos dari sana (wilayah timur Indonesia), maka bisa disergap di titik lain.

'Perang Kampanye' di Medsos untuk Tangkal Minat Pemeliharaan

Ia menjelaskan, banyak pembeli burung di Jawa Timur. Itu sebabnya, ada penangkaran resmi yang dikelola di bawah izin Kementerian Kehutanan agar peminat burung tidak lagi mengorder burung liar dari pemburu ilegal. Burung yang sudah ditangkar harus mendapat sertifikasi dari BRIN.

“Ini merupakan solusi karena sulit untuk membendung niat para penghobi burung ini,” imbuhnya.

Masalahnya, tidak semua burung liar mudah ditangkar. Misalnya, burung paruh bengkok sulit ditangkar karena dia belum tentu mau dikawinkan dan tidak seperti seperti ayam yang langsung mengerami telurnya setelah kawin.

“Nah, paruh bengkok ini justru paling favorit karena burung ini pandai. Dia bisa menirukan musik, bisa berjoget, mengucapkan ‘Assalamualaikum’, dan menirukan suara manusia kalau jinak,” jelas dia. 

Apakah perlu dilakukan edukasi untuk menjelaskan bahwa satwa-satwa ini adalah satwa liar, bukan satwa peliharaan (pet)?

Nur Patria menjawab, hal itu sudah dilakukan, kerap kali melalui event-event di kebun binatang, lembaga konservasi, hingga program rimbawan mengajar.

Akan tetapi, banyak orang, terutama dari kalangan selebritis memamerkan burung liar yang dipelihara di sosial media. Ia mengatakan bahwa BBKSDA tidak tahu dari mana mereka mendapatkan burung itu dan apakah ada sertifikasinya. 

“Kami juga menggandeng selebgram, sehingga meng-counter [konten pemeliharaan] di dunia maya dengan dunia maya, dunia nyata dengan dunia nyata. Kira-kira begitu,” pungkasnya. 

BBKSDA Jawa Timur akan menindaklanjuti setiap kasus penyelundupan dengan langkah strategis dan edukatif, dengan menegaskan kembali tugas pokok dan fungsi (tupoksi) sebagai otoritas konservasi satwa liar di Jawa Timur.

Lembaga ini juga melakukan sosialisasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Permen LHK Nomor 18 Tahun 2024, mengedukasi masyarakat dan pelaku transportasi tentang pentingnya dokumen legalitas satwa liar, seperti SATS-DN dan Sertifikat Kesehatan (HC) dari instansi Karantina, khususnya dalam lalu lintas laut dan udara antarpulau.


Foto: Burung yang diselundupkan dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. | Foto: BBKSDA Jatim

Penulis: Irvan Sjafari


Garda Animalia

Garda Animalia

Belum ada deskripsi

Related Articles