Dugong yang Tidur, Semoga Tidak Selamanya

Gardaanimalia.com - Ekornya mengibas di lautan. Keberadaannya sering diasosiasikan menjadi dongeng atau cerita fiksi di kalangan anak-anak: tentang seekor putri bersirip di laut yang mencintai seorang pangeran di darat.
Kisah-kisah tersebut terinspirasi dari satu-satunya mamalia laut herbivora, yang dikenal masyarakat Melayu sebagai “duyung” yang artinya “perempuan laut”.
Duyung atau dugong (Dugong dugon) adalah mamalia laut dengan ukuran besar dengan warna cenderung abu-abu. Ia tergabung dalam Ordo Sirenia, dengan Famili Dugongidae.
Saat ini, dalam Famili Dugongidae hanya ada Dugong dugon saja. Padahal di abad 18, ia masih memiliki kerabat dekat, yakni sapi laut steller atau Hydrodamalis gigas. Namun, sayangnya ia sudah punah.
Dugong memiliki fisik yang bentuknya mirip seperti ikan yang tambun, tanpa sirip punggung, dilengkapi ekor yang pipih dan horizontal, seperti paus dan lumba-lumba.
Panjang individu dewasa biasanya mencapai 3 meter dengan berat kurang lebih 420 kilogram, dengan catatan dugong betina biasanya lebih besar daripada jantan.
Mamalia laut ini memiliki sepasang sirip tebal dan bertulang seperti lengan. Ia berfungsi sebagai dayung penyeimbang ketika berenang. Bila dugong sedang makan, sirip tebalnya dapat menopang tubuhnya untuk merayap.
Lubang hidungnya terdapat di bagian atas kepala dan memiliki katup yang dapat menutup penuh ketika dugong menyelam. Apabila naik ke permukaan untuk menarik napas, dugong dapat menyelam selama 3,5 sampai 8 menit untuk selanjutnya kembali mengambil oksigen.
Ia biasa ditemukan di ekosistem iklim tropis dan subtropis yang dipenuhi padang lamun. Betapa tidak, satwa yang sering disebut sapi laut ini amat menyukai lamun.
Di Indonesia, dugong menyukai lamun dari genus Halodule dan Halophila. Kedua lamun ini memiliki kadar nitrogen tinggi dan rendah serat.
Dalam sehari, ia mampu menghabiskan lamun sebanyak 25 hingga 30 kilogram. Maka dari itu, padang lamun sangat penting bagi dugong.
Sehari-hari, dugong bergerak untuk mencari lamun di perairan dangkal. Hewan ini juga sering bermigrasi ketika terjadi perubahan curah hujan.
Selain bersosialisasi dengan dugong lainnya, ia juga memiliki kebiasaan untuk muncul ke permukaan air (surfacing), menggelinding (rolling) dan beristirahat (resting).
Bagaimana Dugong Tidur?
Setiap makhluk hidup pasti membutuhkan fase istirahat dalam aktivitas sehari-harinya. Begitu pula dengan dugong.
Menurut Edukator Tamang Dugong Indonesia, Juraij, pada dasarnya dugong memiliki fase resting untuk beristirahat dan mencakup dalam tiga kondisi. Pertama, ia bisa tidur di permukaan air, kedua di kolong perairan dan ketiga di dasar perairan.
Namun, tiga kondisi resting tersebut tetap harus berada di dalam air agar tubuhnya tetap lembab.
“Mengapa harus tetap di air? Karena mereka harus menjaga kelembaban tubuhnya. Dugong sering ditemukan di dekat permukaan air. Jadi, dia menambatkan badannya di batu, dan menyelupkan badannya secara full,” kata Juraij kepada Garda Animalia.
Ia menjelaskan bahwa ketika dugong tertidur dan membutuhkan oksigen, ia akan bergerak ke permukaan, bernafas menggunakan paru-parunya kembali dan menghirup napas melalui hidung.
Sebab, dugong tidak seperti ikan yang mampu memanfaatkan oksigen terlarut di dalam air yang kemudian diserap melalui tubuh.
“Dugong berbeda dengan ikan. Ia tetap harus menggunakan paru-paru untuk bernafas, sehingga harus mengambil oksigen lepas yang ada di permukaan,” jelasnya.
Karena aktivitas utama dugong adalah makan, berkeliling dan beristirahat, maka pergerakan dugong pada dasarnya itu-itu saja.
Keunikan dugong menurut Juraij adalah kemampuan dia menahan nafas, kemudian ia memiliki katup hidung yang tertutup rapat dan dibuka ketika ia mengambil oksigen.
Kemudian ia memiliki insting untuk menghindari bahaya atau dekat dengan makanan ketika ia mencari tempat tidur.
“Dalam menghindari bahaya saat tidur, biasanya dugong punya sensitivitas untuk memilih tempat-tempat yang prefer untuk mereka beristirahat. Ini insting yang mereka miliki untuk memilih lokasi yang jauh dari bahaya dan dekat dengan makanan,” kata dia.
Menurut Juraij, kegiatan resting tersebut dapat dimanfaatkan dugong untuk memperbaiki dan meregenerasi metabolisme dalam tubuhnya untuk kemudian beraktivitas kembali.
Rentan di Alam Liar
Dugong di Indonesia dapat ditemukan di wilayah Indonesia dengan padang lamun seperti Jawa bagian timur, Bali, sebagian Kalimantan, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, hingga Papua Barat.
Sebagai satwa dilindungi menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018, kondisinya kini rentan di alam liar. Menurut IUCN Red List, status konservasinya vulnerable atau rentan.
Tak jarang kita temukan berita-berita tentang mamalia laut yang terdampar ini. Terbaru, seekor dugong ditemukan mati terdampar di Pantai Panmuti, Desa Noelbaki, Kecamatan Kupang tengah, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur pada (27/2) silam.
Dugong berukuran 1,5 meter tersebut mati dalam keadaan membusuk, dengan identifikasi visual tubuh dugong yang terdapat beberapa luka, seperti luka sayatan, tusuk memanjang di dada, dan luka tusuk di perut bawah sebanyak dua titik.
Kejadian ini merupakan kasus kedua di bulan Februari, sebelumnya seekor dugong juga sempat ditemukan terdampar pada (8/2/2025) di lokasi yang sama.
“Jika melihat bentuk luka tersebut, dugaan awal kemungkinan dugong mati karena terjerat jaring nelayan atau ditusuk secara sengaja,” jelas Kepala BKKPN Kupang Imam Fauzi melansir rilis KKP.
Badan Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Bali mencatat setidaknya pada 2024 ada sekitar 115 mamalia laut yang mati termasuk dugong di perairan Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Dari 115 mamalia laut tersebut, ditemukan 1 kasus kematian dugong terdampar di Nusa Tenggara Timur dan 1 kasus di Bali.
Proses reproduksi dugong pun dapat dikatakan rumit dan lambat. Dugong betina hanya mampu melahirkan satu ekor bayi dugong dalam satu kali proses reproduksi. Bayi dugong ini lantas akan disusui oleh ibunya selama 1 sampai 2 tahun.
Sedangkan jarak proses reproduksi seekor dugong betina mempunyai rentang sekira 2,5 hingga 7 tahun. Maka dari itu, populasi dugong menjadi faktor yang perlu diperhatikan agar satwa ini tidak punah di alam.
Menurut Founder Tamang Dugong Indonesia Mikaela Clarissa, selain faktor reproduksi yang cukup lama, kondisi habitat dugong yang berkurang juga menjadi penghambat populasinya.
Diperkirakan kondisi dari 1.507 kilometer persegi luas padang lamun yang ada di Indonesia, hanya 5 persen padang lamun yang tergolong sehat, sedangkan 80 persen kurang sehat dan 15 persen tidak sehat.
“Faktor manusia pun memberikan kontribusi besar terhadap ancaman kepunahan dugong. Seperti terjaring, terperangkap pada alat nelayan, atau tertabrak kapal nelayan juga wisata,” jelas Clarissa melansir Mongabay.
Selain itu, perdagangan ilegal satwa liar menjadi hantu menakutkan bagi kelestarian dugong, di mana ia ditangkap untuk mengambil daging, tubuh, taring dan air matanya yang dianggap magis.
“Masih banyak yang menganggap bahwa dugong itu menangis dan air matanya berkhasiat. Itu salah besar dan hanya mitos,” tegas Clarissa.

Dugong yang Tidur, Semoga Tidak Selamanya
10/03/25
Lagi, Seekor Dugong Mati Terdampar di Kupang
10/02/25
Dugong Fitri yang Terjerat Jaring Berhasil Dilepasliarkan
03/02/25
Imbas Dagangkan 8 Cula Badak, ZA Terancam Bui
29/08/24
Bangkai Pesut Ditemukan di Pesisir Bangka Barat
02/08/24
Mengulik Penyebab Dugong Mati Terdampar
17/04/24
Bayi Gajah yang Tersesat di Kebun Sawit Dievakuasi ke PLG Minas

Seekor Beruang Madu Terluka Akibat Jerat di Kawasan Konservasi Riau

Kekerasan terhadap Lumba-Lumba di Muna dan Pentingnya Edukasi Masyarakat Terkait Satwa Dilindungi

Dugong yang Tidur, Semoga Tidak Selamanya

Sebanyak 243 Reptil Diselundupkan, 40 Persen di Antaranya Mati

Kasus Berlanjut, Sekarung Sisik Trenggiling Diserahkan ke Kejati Sumut

Berkelana dengan Lensa ala Regina Safri

Burung-Burung Migran di Pantai Sasa dan Masa Depan Mereka

Terisolir di Kebun Sawit, Orangutan Sumatera Dievakuasi ke Hutan Lindung

Bermula dari Berita Viral, Enam Warga Ditangkap karena Bunuh Harimau Sumatera

Pentingnya Satwa Liar bagi Orang Ternate

Biawak Dilindungi dalam Botol Mineral Disita Petugas di Ternate

Dibawa dari Padang, Seekor Kucing Hutan Diamankan di Bakauheni

TNI AL Gagalkan Upaya Penyelundupan Satwa Liar di Selat Malaka

Balai Karantina Gagalkan Penyelundupan Belasan Cica Daun dari Kalimantan

Siamang dan Bekantan Ditemukan di Rumah Warga di Tanjungbalai Sumut

Seekor Kukang Sumatera Dilepasliarkan setelah Setahun Dipelihara Warga

Dua Tersangka Perdagangan Satli di Sulut Terancam Pidana Maksimal 15 Tahun

BKSDA Kalteng Selamatkan Dua Orangutan dalam Dua Hari

Ribuan Kupu-Kupu Awetan yang Hendak Diseludupkan ke Cina Akhirnya Dimusnahkan
