Gardaanimalia.com - Dalam upaya memecahkan kasus kematian, perlu dedikasi dan berbagai metode untuk dapat memperkirakan sebab sampai waktu kematian korban, sehingga dapat mempersempit dugaan pelaku.
Dalam menemukan kebenarannya, seorang kriminolog dapat bekerjasama dengan ahli entomologi forensik untuk menemukan bukti baru dari beberapa bukti yang telah mengalami proses degradasi seiring berjalannya waktu.
Entomologi merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang kehidupan serangga, mulai dari pengenalan anatomi, struktur, hingga klasifikasi serangga. Maka, entimologi forensik adalah ilmu yang memanfaatkan serangga untuk mengidentifikasi mayat dalam kasus-kasus kriminal.
Dalam Ilmu Kedokteran, khususnya Ilmu Forensik Kriminologi, ada beberapa metode yang lazim digunakan untuk memperkirakan waktu kematian korban, di antaranya:
- Pengukuran penurunan suhu tubuh mayat saat ditemukan,
- Pengukuran perubahan kimia pada vitreous (cairan bening di ruang belakang mata),
- Interpretasi proses dekomposisi,
- Interpretasi isi pengosongan lambung, dan
- Interpretasi aktivitas serangga (entomologi forensik).
Penggunaan metode entomologi forensik telah digunakan sejak lama. Tercatat penggunaan metode ini dimulai di Tiongkok.
Dalam buku Sun Tzu “The Washing Away Of Wrongs”, ada seorang petani yang ditemukan terbunuh dengan senjata tajam di sebuah ladang pada abad ke-13.
Semua terduga pelaku diminta meletakkan sabit milik mereka ke tanah. Dari beberapa sabit, hanya satu sabit yang menarik perhatian lalat ke jejak darah yang tak kasat mata sehingga pelaku akhirnya tertangkap.
Perkiraan Waktu Kematian dari Jenis Serangga
Degradasi secara alami berkaitan dengan pembusukan jaringan tubuh manusia setelah kematian, yang menarik berbagai jenis serangga dalam prosesnya.
Setiap tahap pembusukan jaringan tubuh manusia akan mengundang jenis serangga yang berbeda dengan pola perkembangan yang berbeda pula. Dari petunjuk itulah dapat diketahui perkiraan waktu kematian hingga apakah jasad telah dipindahkan atau tidak.
Namun demikian, kondisi mayat mempengaruhi jenis serangga yang datang. Perubahan pada jasad, seperti kaku mayat (rigor martis) atau munculnya lebam pada tubuh (livor martis) turut menjadi parameter yang perlu diperhatikan.
Setelah mengetahui perkiraan waktu kematian mayat, selanjutnya petugas dapat mengonfirmasi alibi seseorang. Dengan tahapan ini, petugas dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya dalam melakukan proses penyidikan untuk mempersempit terduga pelaku.
Aktivitas Serangga dalam Entomologi Forensik
Untuk menentukan perkiraan waktu kematian, seorang entomolog forensik harus dapat memahami pola atau tahap perkembangan aktivitas serangga. Pada setiap tahap degradasi, jenis serangga yang ditemukan pun juga akan berbeda.
Diketahui bahwa setidaknya terdapat 3 spesies serangga yang tertarik pada mayat, diantaranya :
Spesies Necrofagus, spesies ini diketahui memakan jaringan tubuh mayat,
Predator dan Parasit, diketahui bahwa jenis serangga ini, memakan spesies Necrofagus,
Spesies Omnivora, jenis spesies serangga ini memakan jaringan tubuh mayat beserta serangga lainnya yang ada.
Dari ketiga spesies serangga tersebut, spesies necrofagus merupakan kelompok spesies yang paling penting dalam membuat perkiraan kematian.
Sejalan dengan proses degradasi, dapat ditemukan beberapa gelombang generasi serangga yang menetap pada tubuh mayat. Sebagai contoh, jenis serangga yang lazim ditemukan saat proses degradasi terjadi adalah lalat.
Dalam prosesnya, lalat cenderung menempatkan telurnya dalam orifisium tubuh atau luka terbuka yang muncul pada mayat sehingga mengakibatkan perubahan bahkan hancurnya bentuk di sekitar luka pada mayat.
Umumnya, lalat hanya aktif di siang hari. Dengan fakta ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa telur lalat yang telah terdeposit pada mayat segera setelah kematian mayat terjadi di siang hari.
Di samping itu, apabila mayat tidak dipindahkan dan hanya telur yang ditemukan dalam mayat, maka dapat diasumsikan rentang waktu kematian telah terjadi selama satu atau dua hari, tergantung pada suhu, kelembapan, hingga spesies lalat.
Aktivitas serangga beserta siklus hidupnya memang berperan penting dalam menentukan perkiraan waktu kematian atau yang lazim dikenal dengan istilah Post Mortem Interval (PMI).
Analisa dari hasil identifikasi aktivitas serangga, hanya dapat memberikan perkiraan waktu kematian, bukan waktu pasti kematian.
Secara umum, spesies serangga yang kerap dikaitkan dengan perkiraan kematian mayat, diantaranya meliputi flesh flies, blowflies, cheese skippers, hide and skin beetles, rove beetles, dan clown beetles.
Metode Dasar Pengumpulan Sampel
Bagi seorang entomolog forensik, pengambilan sampel sangat penting dilakukan sehingga harus dilakukan secara tepat dan benar.
Di setiap negara, prosedur hingga proses pengambilan sampel pasti berbeda. Namun, Mark Benecke, seorang ahli forensik biologi telah menetapkan aturan metode pengumpulan sampel secara umum, yang biasa disebut sebagai “Ten Basic Rules for Collection”, meliputi:
- Pengambilan foto secara close up di semua lokasi pengambilan sampel arthropoda,
- Hindari penggunaan blitz pada saat memfoto, agar larva tetap terlihat,
- Sertakan alat ukur dalam setiap pengambilan foto untuk menjelaskan ukuran larva atau serangga dari minimal tiga lokasi yang berbeda di setiap TKP dan dari tubuh mayat,
- Simpan satu sendok makan penuh serangga dalam wadah bening yang berbeda,
- Bagi setengah serangga yang dikumpulkan dalam wadah dan simpan dalam etanol 98 persen, jauhkan dari isopropil atau formalin,
- Sebelum memasukkannya ke dalam etanol, serangga dapat dimatikan terlebih dahulu menggunakan air panas,
- Simpan setengah spesimen dalam lemari pendingin,
- Lengkapi setiap wadah dengan label, berupa tanggal, inisial, waktu, hingga lokasi,
- Jika, timbul pertanyaan dapat dikonsultasikan kepada entomolog forensik,
- Kemudian identifikasi dan analisa dengan bantuan entomolog forensik.
Menentukan perkiraan waktu hingga sebab kematian korban memang membutuhkan dedikasi, ketelitian, hingga berbagai metode untuk menemukan kebenaran bagi mayat. Saat ini, berbagai metode pemecahan semakin dikembangkan oleh para ahli.
Saat ini, metode penarikan analisa semakin akurat. Para ahli kerap menggunakan metode Scanning Electron Microscopy (SEM). Dalam metode SEM, peneliti akan melakukan penelitian terhadap morfologi telur dan larva dengan seksama di bawah mikroskop elektron.
Metode ini dianggap jauh lebih akurat. Terbukti pada 2007, metode SEM digunakan untuk menarik analisa dari hasil identifikasi secara array morfologi serangga hingga penentuan jenis spesies menjadi jauh lebih akurat.
Dengan menggunakan metode SEM, penentuan prakiraan waktu kematian akan jauh lebih akurat, termasuk dalam hal penanganan selanjutnya dalam kasus entomologi forensik urban.
Sumber:
- Idries AM, et all. 2008. Peran Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Jakarta : Sagung Seto. Hlm 190 - 210
- DiMaio VJ, DiMaio D. 2001. Forensic Pathology. 2nd Edition. Philadelphia : CRC Press. Page 11-15
- Erwin Kristanto, dkk. 2009. Peran Entomologi Forensik Dalam Perkiraan Saat Kematian Dan Olah Tempat Kejadian Perkara Sisi Medis (Introduksi Entomologi Medik). Jurnal Biomedik. Vol 1. No 1. Hal 41-44
- Farid Rahman, Muhammad. 2022. Kajian Entimologi Forensik Keanekaragaman Serangga Pada Bangkai Tikus (Rattus Norvegicus) Berdasarkan Faktor Lingkungan. Skripsi. UIN Walisongo
- Investigating the Role of Insects in Forensic Investigations, diakses pada pada Sabtu, 24 Mei 2025
Foto sampul: Muhammad Mahdi Karim/Wikipedia
Penulis: Wahyu Nur Hanifah