Gardaanimalia.com – Dua pelaku perdagangan bagian tubuh satwa liar dilindungi di Kabupaten Aceh Besar akhirnya dijatuhi hukuman penjara. Pengadilan Negeri (PN) Jantho memutuskan bahwa M (30) dan I (46) terbukti bersalah memiliki dan memperdagangkan spesimen satwa dilindungi, yakni sisik trenggiling dan paruh burung rangkong.
“Dalam sidang putusan yang digelar Selasa, 24 Juni 2025, majelis hakim menjatuhkan vonis tiga tahun penjara kepada masing-masing terdakwa, serta denda Rp50 juta dengan ancaman tambahan satu bulan kurungan jika denda tidak dibayar,” kata Kasi Intel Kejari Aceh Besar, Filman Ramadhan, saat dikonfirmasi pada Kamis (26/6/2025).
Vonis ini dijatuhkan berdasarkan Pasal 40A ayat (1) huruf f jo Pasal 21 ayat (2) huruf c UU RI Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE).
Kejahatan ini bermula pada November 2024, saat terdakwa Marifin memesan 26 kilogram sisik trenggiling dan satu buah paruh burung rangkong dari terdakwa Iriadi.
Keduanya menyepakati harga Rp1 juta per kilogram untuk sisik dan Rp2 juta untuk paruh rangkong, dua komoditas ilegal yang banyak diburu karena permintaan pasar gelap, baik untuk bahan obat tradisional maupun aksesori.
Transaksi dijadwalkan berlangsung di rumah Marifin di Desa Lamteh, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar pada 3 Desember 2024. Iriadi membawa barang menggunakan sepeda motor dari kampungnya di Kabupaten Pidie.
Sesaat setelah penyerahan dilakukan, polisi dari Polresta Banda Aceh yang telah mengintai keduanya langsung melakukan penggerebekan. Mereka ditangkap bersama barang bukti.
Trenggiling adalah mamalia bersisik satu-satunya di dunia dan kini terancam punah akibat perburuan brutal. Rangkong, selain terancam punah, juga memiliki peran ekologis sebagai penyebar biji di hutan tropis.
Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Besar, Jemmy Novian Tirayudi, menyebut kasus ini sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap keberlanjutan lingkungan hidup.
Ia menegaskan bahwa pihaknya akan terus menindak tegas segala bentuk kejahatan yang menyasar kekayaan hayati bangsa.
Ia juga mengajak seluruh masyarakat untuk lebih peduli dan tidak menjadi bagian dari rantai kejahatan terhadap satwa.
“Kita harus berhenti melihat satwa liar sebagai barang dagangan. Mereka bagian dari kehidupan yang harus dilindungi bersama,” ujarnya.
Foto sampul: Dok. Kejari Aceh Besar
Penulis: Mardili