FLIGHT: Penyelundupan Burung Kicau sudah Seperti Minum Obat, Tiga Kali Sehari!

Bayu Nanda
3 min read
2025-03-13 08:24:13
Iklan
Burung kicau yang diselundupkan dikemas dalam batang bambu dan keranjang putih. | Foto: FLIGHT

Gardaanimalia.com - Jangan heran bila petugas-petugas di Pelabuhan Bakauheni punya mata dan telinga yang jeli. Wajar jika mereka sering menaruh curiga pada truk atau mobil-mobil yang melintas di sana.

Sebab, sangat mungkin yang ada di dalamnya adalah ratusan bahkan ribuan burung kicau yang hendak diseberangkan ke Pulau Jawa.

Sebuah truk yang berangkat dari Kayu Agung, Sumatra Selatan distop petugas gabungan di Pelabuhan Bakauheni dalam perjalanan menuju Balaraja, Tangerang pada 10 Oktober 2024. 

Di dalamnya, petugas menemukan 6.514 burung kicau berjejal di 216 kotak, sebagian besar kotak itu dikemas rapat dan dilakban. Usai diperiksa, 257 burung di antaranya adalah jenis yang dilindungi.

Dua pelaku telah dijatuhi vonis oleh hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Lampung dengan pidana penjara masing-masing 3 tahun 3 bulan, serta denda masing-masing Rp7 juta.

Mereka dijerat menggunakan UU Karantina dan UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE).

Kasus itu hanyalah satu dari 35 upaya penyitaan yang terjadi di Provinsi Lampung selama 2024.

“Permintaan yang tinggi membuat upaya penyelundupan itu menjadi sering. Mungkin dalam satu hari itu bisa kayak minum obat, ya, tiga kali sehari,” ujar Direktur Eksekutif FLIGHT Marison Guciano kepada Garda Animalia, Kamis (27/2/2025).

Secara keseluruhan, Lampung mencatatkan diri sebagai provinsi dengan jumlah penyitaan burung terbanyak di Indonesia (13,26 persen dari seluruh provinsi), dengan total 32.909 individu satwa liar yang disita.

Dari 32.909 satwa liar yang disita, 99,81 persennya merupakan Aves yang mayoritas (99,81 persen) adalah burung berkicau atau songbirds.

Namun, Marison meyakini jumlahnya jauh lebih banyak daripada itu, “Kalau menurut saya, sebetulnya burung-burung yang disita itu masih jauh lebih kecil daripada yang lolos ke Jawa.”


Laporan yang disusun FLIGHT bersama Balai Karantina (2023) berjudul Burung-Burung Sumatera di Bawah Tekanan, telah menganalisis penyitaan burung di Pelabuhan Bakauheni selama rentang Januari 2018 hingga Desember 2021.

Dalam laporan itu, disebutkan bahwa spesies yang paling banyak diselundupkan berasal dari taksa prenjak dan cinenen (Cisticolidae), yaitu sebanyak 44.379 ekor.

Lebih detail, melalui identifikasi foto, diyakini 40.615 di antaranya adalah perenjak jawa (Prinia familiaris).

Membandingkan dengan Perjumpaan di Alam

Perenjak jawa adalah penghuni habitat bersemak, seperti di tepian lahan pertanian, perkebunan, dan hutan bakau. Ia merupakan endemik Sumatra dan Jawa.

Jika spesies ini merupakan salah satu yang paling banyak diselundupkan, bagaimana kondisinya di alam?

Burungnesia, aplikasi peneliti warga untuk burung, mencatat temuan 645 individu perenjak jawa di alam dalam 249 kali pengamatan pada rentang 1 Januari 2021 sampai 31 Desember 2024.

Lokasi temuan satwa itu di antaranya di Provinsi Lampung, Kalimantan Timur, dan DKI Jakarta.

Meski membutuhkan kajian lebih lanjut untuk menyandingkan temuan alam dan penyitaan karena rentang waktu serta lokasi yang tidak sama, tetapi dua data ini menunjukkan ketimpangan jumlah yang ekstrem.

Berdasarkan amatan Marison, belakangan spesies burung kicau yang paling banyak disita di pelabuhan adalah burung yang hidupnya di semak atau permukiman–seperti perenjak jawa. Sementara, burung yang hidup di tengah hutan, menunjukkan penurunan sitaan. 

“Menurut saya ini adalah indikator biologis bahwa populasi burung-burung yang hidupnya di tengah hutan semakin jauh menurun. Jadi, pemburu kemudian mengambil burung-burung semak. Sementara, burung cica daun (yang hidup di hutan) sudah sangat jauh menurun,” ujarnya.

Dua burung yang terjerat perangkat pemburu. Pemburu memasang perekat di ranting pohon untuk menjerat burung. | Foto: FLIGHT

Permintaan Tinggi yang Tak Kunjung Henti

Budaya memelihara burung oleh masyarakat Jawa menjadi salah satu alasan mengapa hampir seluruh tujuan penyelundupan adalah Jawa. 

Dalam sejarahnya, kalangan bangsawan Jawa memelihara burung sebagai simbol status sosial.

Mengutip laman Burung Indonesia, kebangsawanan yang ditandai dengan ketenangan dan kewibawaan direpresentasikan oleh jenis burung tertentu. Jenis yang paling populer di antaranya adalah burung perkutut (Geopelia striata) dan cucak rawa (Pycnonotus zeylanicus).

Dalam perkembangannya, pemeliharaan burung tidak lagi terbatas sebagai simbol pada kalangan priayi, melainkan telah menjadi hobi semua kalangan yang menyukai estetika fisik dan suara burung. 

Tidak cukup pasokan dari Sumatra atau daerah lain di Indonesia, burung kicau dari luar negeri bahkan turut menjadi korban perdagangan. 

“Saya melihat banyak burung kicau dari luar yang justru masuk ke Indonesia, terutama burung dari Malaysia dan Thailand, dari jenis murai batu dan kacer, diselundupkan rata-rata melalui Kepulauan Riau,” kata Marison. 

Kontes burung kicau, menurutnya, juga menjadi pemicu tingginya penyelundupan dan perdagangan. 

Supply dari penangkaran tak bisa memenuhi permintaan pasar, menyebabkan burung diambil dari alam liar secara ilegal. Cara ini menjadi jalan pintas paling murah dan cepat untuk memasok burung ke pasar-pasar di Jawa.

Modus pengambilan dari alam liar ini bahkan dilakukan oleh para pedagang yang memiliki izin edar dan izin tangkap. Sering ditemukan oleh Marison dan timnya, pedagang yang memiliki izin mengirim burung dengan jumlah jauh di atas kuota yang seharusnya. 

“Misalnya, kuota tangkap 500 burung [dalam] satu tahun, tetapi kan yang mereka selundupkan, yang mereka perdagangkan, bisa sampai 3.000 burung,” ujarnya. 

Petugas dan penyelundup pun seolah beradu, siapa yang lebih lihai mengelabui.

Biasanya, usai penangkapan, terjadi pula perubahan pola penyelundupan, mulai dari moda transportasi sampai perpindahan gudang-gudang dan toko burung.

“Dulu lebih sering menggunakan bus karena merasa lebih aman. Setelah itu berubah ke mobil-mobil pribadi, bahkan sekarang mobil boks. Setelah burung-burung disita, rata-rata mereka melakukan perpindahan gudang dan toko untuk menghindari kejaran petugas,” terang Marison. 

Ratusan keranjang berisi 6.514 ekor burung kicau yang akan diselundupkan. | Foto: FLIGHT

Perdagangan Ilegal Burung Kicau masih Dianggap Sepele

Marison menyayangkan upaya penegakan hukum terhadap pelaku penyelundup burung kicau masih rendah. Ia menilai, isu burung kicau masih dianggap sepele. 

Hanya sedikit dari puluhan kasus yang berlanjut sampai ke meja hijau, sedangkan yang lain sekadar penyitaan satwa dan pelakunya dibebaskan. Sementara, banyak burung-burung yang diselundupkan mati dalam perjalanan.

Padahal Marison menekankan, setidaknya ada dua Undang-Undang yang biasanya dilanggar oleh para penyelundup. 

Pertama, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan karena satwa yang diangkut tidak memiliki sertifikat kesehatan. 

Kedua, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, terutama terkait pengambilan dan perdagangan satwa liar yang tidak dilindungi. 

Belum lagi jika satwa yang diangkut merupakan jenis yang dilindungi. Dalam hal ini, pelaku dapat dikenai pasal dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang KSDAHE.

Sejauh ini upaya pencegatan juga masih terfokus di Pelabuhan Bakauheni. Sementara, pencegatan di daerah-daerah asal satwa belum maksimal.

“Sebetulnya bagian hulu itu bisa saja petugas atau instansi terkait mengawasi toko-toko burung, gudang-gudang burung. Saya pikir mereka paham, tetapi saya nggak ngerti juga, [kenapa] pengawasan [di hulu] begitu lemah,” tutur Marison. 

Tidak hanya ancaman terhadap kepunahan, maraknya penyelundupan dan perdagangan satwa liar juga membuka lebar-lebar pintu potensi zoonosis yang dapat mengantar manusia pada pandemi.

Burung yang dikurung dalam wadah kecil, berdesakan tanpa makanan dan minuman rentan mengalami stres. Ketika stres, satwa-satwa ini akan mudah sakit dan menjadi media pembawa penyakit, misalnya flu burung. 


Burung kicau yang diselundupkan berdesakan dalam keranjang buah. | Foto: FLIGHT

Kasus meledaknya populasi belalang di beberapa daerah di Jawa, bagi Marison, juga menjadi sinyal alam bahwa ketidakseimbangan ekosistem itu sudah terjadi.

Dengan rentetan dampak negatif yang sudah diceritakan, Marison ingin menekankan bahwa sesungguhnya perdagangan ilegal burung kicau adalah kejahatan serius. 

“Jadi, saran saya, biarkanlah burung-burung kicau ini hidup di habitat alaminya, di alam liar. Karena memindahkan mereka ke rumah-rumah kita, di sangkar-sangkar kayu atau besi, itu juga mendekatkan kita kepada pandemi,” tutupnya. 

Tags :
penyelundupan satwa liar perdagangan burung kicau Lampung
Writer: Bayu Nanda
Pos Terbaru
Menjelang Tengah Malam, si Manis yang Melintasi Jalan Berhasil Dievakuasi
Menjelang Tengah Malam, si Manis yang Melintasi Jalan Berhasil Dievakuasi
Berita
13/03/25
FLIGHT: Penyelundupan Burung Kicau sudah Seperti Minum Obat, Tiga Kali Sehari!
FLIGHT: Penyelundupan Burung Kicau sudah Seperti Minum Obat, Tiga Kali Sehari!
Berita
13/03/25
Jual Sepatu sekaligus Pipa Rokok Gading Gajah, FS Diringkus Polisi
Jual Sepatu sekaligus Pipa Rokok Gading Gajah, FS Diringkus Polisi
Berita
13/03/25
Harimau dalam Kondisi Cacat Masuk Kandang Jebak di Kabupaten Agam
Harimau dalam Kondisi Cacat Masuk Kandang Jebak di Kabupaten Agam
Berita
12/03/25
Bayi Gajah yang Tersesat di Kebun Sawit Dievakuasi ke PLG Minas
Bayi Gajah yang Tersesat di Kebun Sawit Dievakuasi ke PLG Minas
Berita
11/03/25
Seekor Beruang Madu Terluka Akibat Jerat di Kawasan Konservasi Riau
Seekor Beruang Madu Terluka Akibat Jerat di Kawasan Konservasi Riau
Berita
11/03/25
Kekerasan terhadap Lumba-Lumba di Muna dan Pentingnya Edukasi Masyarakat Terkait Satwa Dilindungi
Kekerasan terhadap Lumba-Lumba di Muna dan Pentingnya Edukasi Masyarakat Terkait Satwa Dilindungi
Berita
11/03/25
Dugong yang Tidur, Semoga Tidak Selamanya
Dugong yang Tidur, Semoga Tidak Selamanya
Edukasi
10/03/25
Sebanyak 243 Reptil Diselundupkan, 40 Persen di Antaranya Mati
Sebanyak 243 Reptil Diselundupkan, 40 Persen di Antaranya Mati
Berita
10/03/25
Kasus Berlanjut, Sekarung Sisik Trenggiling Diserahkan ke Kejati Sumut
Kasus Berlanjut, Sekarung Sisik Trenggiling Diserahkan ke Kejati Sumut
Berita
10/03/25
Berkelana dengan Lensa ala Regina Safri
Berkelana dengan Lensa ala Regina Safri
Liputan Khusus
08/03/25
Burung-Burung Migran di Pantai Sasa dan Masa Depan Mereka
Burung-Burung Migran di Pantai Sasa dan Masa Depan Mereka
Liputan Khusus
07/03/25
Terisolir di Kebun Sawit, Orangutan Sumatera Dievakuasi ke Hutan Lindung
Terisolir di Kebun Sawit, Orangutan Sumatera Dievakuasi ke Hutan Lindung
Berita
06/03/25
Bermula dari Berita Viral, Enam Warga Ditangkap karena Bunuh Harimau Sumatera
Bermula dari Berita Viral, Enam Warga Ditangkap karena Bunuh Harimau Sumatera
Berita
06/03/25
Pentingnya Satwa Liar bagi Orang Ternate
Pentingnya Satwa Liar bagi Orang Ternate
Opini
05/03/25
Biawak Dilindungi dalam Botol Mineral Disita Petugas di Ternate
Biawak Dilindungi dalam Botol Mineral Disita Petugas di Ternate
Berita
05/03/25
Dibawa dari Padang, Seekor Kucing Hutan Diamankan di Bakauheni
Dibawa dari Padang, Seekor Kucing Hutan Diamankan di Bakauheni
Berita
05/03/25
TNI AL Gagalkan Upaya Penyelundupan Satwa Liar di Selat Malaka
TNI AL Gagalkan Upaya Penyelundupan Satwa Liar di Selat Malaka
Berita
05/03/25
Balai Karantina Gagalkan Penyelundupan Belasan Cica Daun dari Kalimantan
Balai Karantina Gagalkan Penyelundupan Belasan Cica Daun dari Kalimantan
Berita
04/03/25
Siamang dan Bekantan Ditemukan di Rumah Warga di Tanjungbalai Sumut
Siamang dan Bekantan Ditemukan di Rumah Warga di Tanjungbalai Sumut
Berita
04/03/25