Menjarah
Menjarah
Menjarah
Berita

Gelar Screening Film Dokumenter, Penyelenggara Undang Datuk Mawi

1106
×

Gelar Screening Film Dokumenter, Penyelenggara Undang Datuk Mawi

Share this article
Foto bersama narasumber dan peserta Nobar dan Diskusi Film Dokumenter Jerat Terakhir dan Derap Tobat di Bandung Creative Hub, Minggu (3/12/2023). | Foto: Garda Animalia
Foto bersama narasumber dan peserta Nobar dan Diskusi Film Dokumenter Jerat Terakhir dan Derap Tobat di Bandung Creative Hub, Minggu (3/12/2023). | Foto: Garda Animalia

Gardaanimalia.com – Garda Animalia bersama Lingkar Inisiatif, OAK Foundation, FOKASU, dan Universitas Padjadjaran menggelar acara screening film dokumenter Jerat Terakhir dan Derap Tobat.

Penayangan perdana film dokumenter tersebut dilaksanakan di Bandung Creative Hub pada Minggu (3/12/2023) dan Universitas Padjadjaran pada Senin (4/12/2023).

pariwara
usap untuk melanjutkan

Pemutaran film ini disambut dengan antusias oleh berbagai komunitas masyarakat. Tercatat 70 penonton hadir di Bandung Creative Hub dalam acara bertema “Sadar Kawasan, Lestari Satwa, Selamatkan Lingkungan”.

Acara dibuka dengan suguhan aksi pantomim oleh seorang seniman ternama Wanggi Hoed. Lalu, diikuti dengan pemutaran film Jerat Terakhir.

Film dokumenter ini mengisahkan tentang mantan pemburu harimau sumatera yang telah memilih berhenti dari aktivitas berburu. Ia akrab disapa Datuk Mawi.

Kini, Datuk Mawi beralih menjadi pelindung harimau sumatera. Salah satu cara yang dilakukannya adalah mengajak para pemburu lain untuk berhenti melakukan perburuan satwa.

“Mari kita jaga harimau kita,” begitu pesan yang disampaikan Datuk Mawi dalam film dokumenter tersebut.

Setelah itu, penonton langsung disuguhkan dengan sebuah film yang tak kalah apik berjudul Derap Tobat. Film ini menceritakan mantan pemburu bernama Maurits dan Alvian.

Mereka dulu sering berburu satwa langka, salah satunya adalah burung cendrawasih. Namun, kini nama mereka justru dikenal sebagai pemandu ekowisata.

Bagi Maurits dan Alvian, memanfaatkan satwa tidak harus dengan cara diburu, tapi dapat dilakukan dengan upaya pelestarian satwa di alam.

Dengan kata lain, keindahan dan kekayaan hutan Papua tersebut dapat dijadikan ekowisata yang menghasilkan pundi-pundi rupiah, dan tidak merusak alam.

Salah satu pesan yang disampaikan melalui kedua film dokumenter ini adalah pentingnya sebuah kesempatan untuk para pemburu yang telah sadar dan bertobat agar dilibatkan dalam upaya konservasi.

Tak hanya itu, dalam acara screening film dokumenter ini, penyelenggara juga membuka ruang diskusi dengan menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang.

Ada seorang mantan pemburu harimau Datuk Mawi, Akademisi Universitas Winaya Mukti Raizal Fahmi, Film Maker dan Director Derap Tobat Dicky Nawazaki.

Kemudian, ada juga seorang penulis buku Sadar Kawasan, yaitu Pepep DW, Redaktur Garda Animalia Liana Dee, dan Ketua Lingkar Inisiatif Iswadi.

Kegiatan yang dipandu oleh Sigit Rimba ini mendapat respons dari para peserta yang hadir. Salah satu peserta bertanya, “Bagaimana menarik generasi Z untuk terlibat dalam isu kelestarian satwa?”

Menurut Dicky Nawazaki, cara yang bisa dilakukan untuk menggaet anak muda salah satunya adalah melalui film.

Lebih lanjut, Raizal Fahmi berpesan agar film ini dapat memberikan perspektif baru bagi masyarakat dalam memanfaatkan satwa secara berkelanjutan.

“Saya berharap remaja saat ini dapat memetik makna film ini sehingga ikut berperan penting menjaga hutan,” ucapnya, Minggu (3/12/2023).

Diskusi Asyik di Universitas Padjadjaran

Usai kegiatan Nobar dan Diskusi Film Dokumenter Jerat Terakhir dan Derap Tobat di Universitas Padjadjaran, Senin (4/12/2023). | Foto: Garda Animalia
Usai kegiatan Nobar dan Diskusi Film Dokumenter Jerat Terakhir dan Derap Tobat di Universitas Padjadjaran, Senin (4/12/2023). | Foto: Garda Animalia

Hari berikutnya, Senin (4/12/2023), Garda Animalia dan Lingkar Inisiatif bersama Pusat Studi Komunikasi Lingkungan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran sukses melangsungkan screening film Derap Tobat dan Jerat Terakhir.

Kegiatan ini guna mendorong penyadartahuan kepada mahasiswa untuk peduli terhadap kelestarian lingkungan dan satwa liar.

Antusias peserta kembali dirasakan, terhitung sebanyak 180 mahasiswa hadir di Gedung Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran.

Ketua Pusat Studi Komunikasi Lingkungan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Uud Wahyudin berpesan kepada mahasiswa. “Alam ini merupakan mitra manusia, sehingga perlu dijaga kelestariannya,” tuturnya.

Setelah penayangan berakhir, diskusi kembali digelar dengan tema “Peran Komunikasi Lingkungan dalam Efektivitas Konservasi”.

Salah satu narasumber kali ini, yaitu Dosen Fakultas Komunikasi Universitas Padjadjaran Herlina Agustin menyebut, perburuan merupakan permasalahan yang kompleks. Faktornya bukan hanya ekonomi, melainkan juga hobi.

Ketua Lingkar Inisiatif Iswadi menjelaskan, strategi mengajak para pemburu bertobat adalah melalui pendekatan persuasif.

Strategi pendekatan persuasif menjadi senjata utama Iswadi dalam memberhentikan aktivitas perburuan. “Termasuk Datuk Mawi. Dia mau berhenti dengan kita memberitahukan perlahan-lahan.”

Menurut Datuk Mawi, Ia telah berburu harimau sejak 1972 di mana pada saat itu ada harimau yang berkonflik dengan warga di kampungnya. Mulai saat itu Datuk Mawi keterusan untuk berburu demi menyambung hidup.

Akan tetapi, terhitung sejak 2017, Datuk Mawi pun berhenti berburu. Bahkan, saat ini Ia berperan aktif menjaga harimau dari jerat yang ada di hutan.

Mengenai tantangan yang ada, Iswadi menjelaskan terdapat kesulitan. Yaitu, solusi atau jalan keluar setelah berhenti berburu Datuk mawi akan bekerja apa.

“Kita memikirkan solusi terbaik bagi mereka (pemburu) yang telah berhenti,” tuturnya.

Usai diskusi, beberapa mahasiswa memberikan pendapat mengenai acara ini. Arif, salah satunya. Menurutnya, film Jerat Terakhir dan Derap Tobat telah mengubah pandangannya terhadap alam dan kehidupan pemburu.

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments