Menjarah
Menjarah
Menjarah
Berita

Media Sosial Kini Menjadi Sarana Kejahatan Penjualan Satwa

3983
×

Media Sosial Kini Menjadi Sarana Kejahatan Penjualan Satwa

Share this article
Media Sosial Kini Menjadi Sarana Kejahatan Penjualan Satwa
Tagkapan layar iklan perdagangan hewan dilindungi di Facebook

Gardaanimalia.com – Penggunaan media sosial di kegiatan sehari-hari sudah bukan kegiatan aneh lagi bagi masyarakat Indonesia. Siapa yang tidak kenal aplikasi Facebook, Whatsapp, Twitter atau Instagram di jaman sekarang ini.

Mulai dari membuat status sampai berkirim pesan ke teman-teman terdekat, keluarga atau pasangan, hal tersebut sudah jadi kebiasaan tersendiri di masyarakat. Banyak sisi positif yang ditawarkan media sosial seperti media ajang silaturahmi antar sesama, ataupun untuk menambah perekonomian keluarga dengan berjualan online yang sekarang sedang marak.

Perkembangan jual beli online terjadi sangat pesat di Indonesia, keberadaan pasar jual beli online di media sosial sudah menjamur mulai dari berjualan pakaian sampai kebutuhan rumah tangga. Jualan online bahkan sekarang sudah lebih populer dibandingkan jual beli di pertokoan secara langsung.

Jualan online lebih praktis, cepat, dan efisien. Masyarakat juga umumnya sudah malas untuk pergi ke pertokoan dan berputar-putar mencari barang yang dicari, sudah capai kadang barang yang diinginkan tidak ada. Sementara jual beli online di media sosial memanjakan pembelinya, tinggal duduk nyaman di rumah dengan smartphone di tangan, konsumen sudah bisa membeli berbagai jenis barang yang dapat langsung dikirim ke rumah.

Jualan satwa dilindungi

Sayangnya, jual beli online ini digunakan beberapa oknum untuk berjualan barang yang ilegal, sebut saja satwa dilindungi. Penjualan satwa dilindungi banyak kita lihat di berbagai media sosial, mulai dari facebook, whatsapp atau Instagram. foto-foto satwa dilindungi dengan tanpa rasa bersalah dipajang demi mendapatkan keuntungan, tanpa takut sanksi yang akan didapat apabila ketahuan berjualan.

Wildlife Conservation Society (WCS) mencatat pada tahun 2011-2017 tercatat ada 49 kasus yang ditangani oleh pihak berwajib. kemungkinan besar masih banyak kasus yang belum terkuak dan tidak tertangani. “40% perdagangan satwa melalui sosial media seperti blackberry messenger atau facebook, perdagangan melalui situs jual beli online juga makin marak dan terus meningkat”, ujar Noviar Andayani, Direktur WCS.

Hasil studi dari Yayasan International Animal Rescue Indonesia (YIARI) menunjukkan bahwa perdagangan kukang di media sosial sangat tinggi, tercatat pada tahun 2016-2017 terdapat 1070 akun penjual di facebook. terdapat lebih dari 50 grup facebook yang memperbolehkan anggotanya untuk menjual kukang dan sudah 1359 individu kukang diperdagangkan secara online.Kukang, Owa, Lutung, Kucing hutan, burung elang, kakatua sampai orangutan, dijual bebas di media sosial mulai dari harga ratusan ribu sampai jutaan rupiah. Tapi anehnya, animo masyarakat di forum ini cukup tinggi, terbukti dengan masih tetap banyaknya penjualan satwa liar dilindungi ini secara online.

Tentunya kita ingat dengan teori ekonomi, dimana ada permintaan disitu ada penawaran, padahal sudah jelas satwa-satwa ini dilindungi hukum yang tertulis di Undang-undang no. 5 tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.

Perlu diingat, setiap orang dilarang untuk menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati sesuai dengan Pasal 21 ayat 2 (b) Jo Pasal 40 ayat 2 dari UU no. 5 tahun 1990, dengan ancaman kurungan 5 tahun penjara dan denda Rp. 100 juta.

Peran pemerintah dengan banyaknya perdagangan online satwa dilindungi

Dikatakan Direktur Jenderal Penegakkan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, yang hadir mewakili Menteri LHK di Jakarta (30/04/2018), kejahatan perdagangan illegal tumbuhan dan satwa liar saat ini sudah sangat serius dan menjadi perhatian negara-negara dunia. “Tercatat sudah 187 kasus terkait tumbuhan dan satwa liar yang sudah KLHK tangani selama 3 tahun terakhir dengan berhasil menyita 12.966 satwa dan 10.233 bagian satwa sebagai barang bukti”, jelas Rasio.

“Di Indonesia sendiri kejahatan satwa liar menduduki peringkat ketiga setelah kejahatan narkoba dan perdagangan manusia dengan nilai transaksi hasil penelusuran PPATK diperkirakan lebih dari 13 trilliun per tahun dan nilainya terus meningkat”, lanjut Rasio.

Untuk penguatan upaya pemberantasan kejahatan tumbuhan dan satwa yang dilindungi ini, KLHK saat ini sedang memperkuat sistem surveillance dan intelijen berbasiskan Teknologi Informasi termasuk pemantauan perdagangan satwa illegal secara online melalui Cyber Patrol, membangun sistem pemantauan kerawanan keamanan hutan (SPARTAN) terpadu dan terintegrasi dengan Center of Intelligence Penegakan Hukum LHK.

SPARTAN akan digunakan oleh petugas-petugas yang berada di lapangan untuk memonitor kondisi kawasan hutan. Melalui SPARTAN diharapkan kondisi kawasan dapat dilaporkan secara langsung ke KLHK dan instansi terkait lainnya, sehingga langkah penanganan dapat dilakukan lebih cepat.

“Diperlukan langkah-langkah kerja bersama seluruh pihak, kementerian/lembaga, CSO, Akademisi pada tingkat nasional dan kerja sama antar negara dan lembaga internasional lainnya untuk memerangi kejahatan trans nasional yang serius,” tegas Rasio.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments