Monyet Yaki Terancam Punah, Pusat Rehabilitasi pun Dibangun di Hutan Masarang

Gardaanimalia.com - Sebanyak 11 ekor monyet yaki telah menempati rumah sementara di Pusat Rehabilitasi Monyet Yaki di Gunung Masarang, Kelurahan Rurukan, Tomohon sejak awal Desember 2021 untuk proses habituasi.
Sebelumnya, satwa dengan nama ilmiah Macaca nigra tersebut menjalani proses rehabilitasi di Tasikoki Wildlife Rescue Centre, Bitung.
Penyelamatan satwa endemik Sulawesi Utara ini merupakan kolaborasi antara Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara, PT Pertamina Geothermal Eergi (PGE) Area Lahendong, dan Yayasan Masarang.
"Proyek ini merupakan bagian dari Program Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) PGE. Di sini kami memilih yaki yang hanya ada di Sulawesi Utara," ujar Dimas Wibisoni dari PT PGE Area Lahendong.
Dilansir dari keterangan tertulis yang diterima pada Selasa (4/4), ia menjelaskan, PT PGE membangun kandang seluas 100 meter persegi dengan tinggi 8 meter di Hutan Masarang yang merupakan lahan milik Yayasan Masarang.
Selain itu, pihaknya juga memberikan pembiayaan untuk operasional perawatan, termasuk makanan, vitamin, dan medical check up.
Sementara, Yayasan Masarang menyediakan lahan, mengadakan dokter hewan, dan para penjaga (keeper). "Di sana monyet yaki dipantau kesehatan dan perilakunya. Kalau sudah dinyatakan siap, mereka akan dilepasliarkan di hutan."
Dalam rencananya, lanjut Dimas, proses habituasi akan berlangsung sekitar 3 tahun. Apabila semuanya lancar, maka 11 ekor yaki tersebut akan dilepasliarkan di Taman Wisata Alam Gunung Ambang, Modayag, Bolaang Mongondow Timur.
"Karakter yaki ini hidup berkelompok. Para penyelamat satwa yakin mereka bisa bertahan di tengah hutan jika mereka sudah membentuk kelompok yang solid," ungkap Dimas.
Saat ini, monyet yaki masih dalam proses pembentukan kelompok karena berasal dari berbagai lokasi, berbeda umur, dan jenis kelamin.
Di sisi lain, Guru Besar Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi, John Tasirin menyebut, bahwa ada 7 spesies yaki di Sulawesi, dan hanya Macaca nigra yang hidup di hutan-hutan Sulawesi Utara.
Satwa yang dilindungi menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106 tahun 2018 tersebut diketahui bermigrasi dari Kalimantan ke Sulawesi, dan berakhir di Sulawesi Utara.
"Dilihat sejarahnya, primata paling tua di kawasan Sulawesi adalah Tarsius, dan Macaca nigra merupakan generasi yang paling modern dan memiliki intelektualitas tinggi," ungkap Tasirin.
Macac nigra sendiri memiliki ciri-ciri rambut berwarna hitam lebat, memiliki jambul di kepala, dan pantat berwarna merah muda. Ciri lainnya adalah ekornya pendek. "Pada umumnya monyet berekor panjang," tuturnya.
Menurut Tasirin, ada evolusi perubahan perilaku yang kemudian mengakibatkan ekor Macaca nigra menjadi pendek.
"Dia tidak lagi hidup di pepohonan, tapi lebih banyak berada di tanah. Ekor yang panjang untuk menjaga keseimbangan ketika mereka bergerak dari pohon ke pohon," jelasnya.
Tasirin mengingatkan, bahwa pembangunan ekonomi, pertambahan penduduk, dan industrialisasi membuat monyet yaki tidak punya tempat hidup yang nyaman dan mampu menyediakan makanan yang cukup.
"Akibatnya, mereka turun ke permukiman untuk mendapatkan makanan," ungkapnya. Makanan yaki antara lain mengkudu hutan, buah rao, beringin putih, mangga, dan asam pakoba.
Tasirin mengatakan, Macaca nigra juga diburu untuk dimakan. Namun, setelah banyak dilakukan sosialisasi, terdapat sebagian masyarakat yang sudah menghentikan kebiasannya tersebut.
Melihat situasi itu, menurutnya, sosialisasi harus terus dilakukan, terutama di kalangan anak muda, mulai dari SD hingga SMA, agar Macaca nigra tidak terus berkurang.
"Konservasi Macaca nigra harus dilakukan karena habitatnya merupakan laboratorium alam yang tidak ada duanya di dunia." kata Tasirin.
Macaca nigra merupakan satwa liar yang dilindungi di Indonesia. Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Berdasarkan daftar merah IUCN, monyet yaki memiliki status konservasi Critically endangered atau terancam punah.

Berkarya dengan Visi: Merekam Kekerasan di Balik Topeng
07/04/25
Amankan Monyet Peliharaan, BKSDA Jelaskan Bahaya Domestikasi Satwa Liar
15/03/25
Tangis Macaca di Yogyakarta: Konflik dengan Petani Gunungkidul dan Perusahaan yang Terindikasi Ilegal
14/03/25
Tangis Macaca di Yogyakarta: Ditangkap Paksa dari Hutan untuk Ekspor (Bagian 1)
14/03/25
Satire si Ekor Panjang Tak Berumur Panjang
06/11/24
Mengenal Monkeypox, Bermula Ditemukan di Monyet lalu Manusia
04/10/24
Puluhan Anak Penyu Belimbing Dilepas di Pantai Along, Aceh

FATWA: Evolusi Ubur-Ubur di Danau Kakaban

Gajah Mati di Sawah Warga, Kabel Listrik Ditemukan di Sekitar Lokasi

Berkarya dengan Visi: Merekam Kekerasan di Balik Topeng

FATWA: Taring Babirusa dapat Membunuh Dirinya Sendiri!

Bangkai Gajah Ditemukan di Perbatasan Kebun Sawit dan TN Gunung Leuser

Tiga Opsetan Tanduk Rusa Diamankan saat Arus Balik Mudik

Seorang Pria Paruh Baya Ditangkap setelah Ketahuan Berdagang Penyu

Macan Dahan yang Masuk Gudang di OKU sudah Dievakuasi
![Berpacu dengan Kepunahan [3]](https://gardaanimalia.cloudapp.web.id/uploads/1742879417_fd2dc5f16700a5b9fff5.jpg)
Berpacu dengan Kepunahan [3]
![Ambulans untuk Harimau Sumatera [2]](https://gardaanimalia.cloudapp.web.id/uploads/1742875241_b9bd802809c6c35df99a.jpg)
Ambulans untuk Harimau Sumatera [2]
![Bisnis Cuan Berbalut Kepahlawanan [1]](https://gardaanimalia.cloudapp.web.id/uploads/1742875243_39937082cc8949808434.jpg)
Bisnis Cuan Berbalut Kepahlawanan [1]

Belasan Gajah Liar Masuk Sawah, Warga Berharap ada Solusi

Dua Opsetan Tanduk Rusa Diamankan di Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon

Akan Dibawa ke Pulau Jawa, 34 Burung Diamankan di Sampit

FATWA: Komodo Malas Merantau!

Petugas Gabungan Sita 72 Satwa Dilindungi di Mimika

Buntut Konflik di Riau, Harimau Masuk Boxtrap untuk DIevakuasi

Teka-Teki Keberadaan Baza Hitam si Predator Cilik

Gakkum Beroperasi, Puluhan Tengkorak Satwa Liar jadi Barang Bukti
