Menjarah
Menjarah
Menjarah
Berita

Obrak-Abrik Kebun Sawit, Afandi Khawatir Gajah Sumatera Diracun Warga

785
×

Obrak-Abrik Kebun Sawit, Afandi Khawatir Gajah Sumatera Diracun Warga

Share this article
Kawanan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) sedang bermain air. | Foto: Vincent Poulissen/Flickr
Kawanan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) sedang bermain air. | Foto: Vincent Poulissen/Flickr

Gardaanimalia.com – Konflik gajah sumatera kembali terjadi, kebun sawit warga di Desa Tuwi Meuleusong, Kecamatan Seunagan Timur, Kabupaten Nagan Raya alami kerusakan.

Dua ekor gajah liar yang mengobrak-abrik kebun warga tersebut diketahui masih terpantau berada di kawasan hutan desa setempat.

pariwara
usap untuk melanjutkan

Afandi, Kepala Desa Tuwie Meuleusong menyebut bahwa setidaknya ada tiga jenis kebun warga yang mengalami kerusakan, yaitu kebun sawit, kebun jagung, dan kebun pisang.

Terakhir kali satwa dilindungi itu terlihat turun mendekat ke permukiman pada Senin (28/2), jelas Kepala Desa Tuwie Meuleusong.

“Memang tidak banyak, tapi sudah sering, dalam satu minggu saja ada dua kali gajah liar masuk mendekati rumah penduduk, jadi tidak nyaman lagi untuk tinggal, seperti bulan Januari lalu, rumah warga dirusak dan terpaksa pemilik ngungsi dan tidak mau lagi tinggal di sana,” ujarnya, Selasa (1/3) dilansir dari AJNN.

Ia mengatakan bahwa masyarakat tidak dapat berbuat banyak. Hal itu dikarenakan warga merasa khawatir apabila salah bertindak dalam melakukan penanganan terhadap konflik satwa dilindungi.

“Takut kita warga marah dan memberi makan dengan racun, nanti kalau gajah mati salah lagi masyarakat, ketika gajah tersebut dilindungi, kan ada Undang-Undangnya, pemerintah harus serius, tidak usah bicara enggak ada uang,” kata Afandi.

Dulu, lanjutnya, di sana pernah ada penanganan konflik gajah liar yang dilakukan oleh petugas Conservation Response Unit (CRU) Alue Kuyun.

Namun, menurut Afandi, hal tersebut dirasa kurang maksimal lantaran gajah liar diusir menggunakan suara mercon. Alhasil, satwa dilindungi itu tidak meninggalkan hutan desa, tetapi hanya berpindah dari satu desa ke desa lainnya.

Usai pengusiran gajah sumatera, ia mengatakan bahwa satwa langka tersebut pun kembali lagi ke tempat yang sama untuk mencari makan.

Ia menceritakan tentang kewaspadaan yang dihadapi oleh masyarakat karena setiap sore warga menemui ada dua ekor gajah dewasa kerap bermain air di kawasan sungai yang berdekatan dengan permukiman.

“Jadi kalau diusir lari ke desa lain, sia sia, biaya habis, gajah tiga hari kemudian balik lagi, kita sudah tidak nyaman lagi tinggal di desa, gajah turun sebulan 1 kali, kini gajah bermain di kawasan hutan dekat desa, sekarang mainnya dekat sungai, tiap mau maghrib jumpa dengan warga kita,” tuturnya.

Kawanan gajah tersebut, ujarnya, acap kali beraktivitas di Desa Kandeh, Desa Blang Tengkue, Desa Tuwie Meulesong dan Desa Sawang Mane, di mana sering ditemui berada di kawasan perkebunan karet.

Menurutnya, penanganan konflik satwa itu mesti menjadi perhatian pemerintah, utamanya yang terjadi di Desa Tuwie Meuleusong.

“Jika butuh lahan, kita sediakan 100 hektar untuk CRU, agar gajah enak hidup dan enak berkembang biak, biar tidak kecil tempatnya, kita buat satwanya juga nyaman tinggal di sana. Harus ada keseriusan dari pemerintah Aceh, agar tidak main-main, gajah mati salah masyarakat, kita buat pengajuan, alasan tidak ada uang,” pungkasnya.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments