Saksi Nyatakan Sisik Trenggiling Tidak Terdaftar sebagai Barbuk di Polres Asahan

Gardaanimalia.com - Sebanyak 1,2 ton sisik trenggiling keluar secara ilegal dari gudang Polres Asahan ke rumah anggota TNI Serka M. Yusuf Harahap sekitar Oktober 2024.
Sisik trenggiling tersebut dipindahkan atas permintaan anggota Polres Asahan, Bripka Alfi Hariadi Siregar. Kala itu, ia meminta izin menitip barang kepada Yusuf karena gudang Polres Asahan mau dibersihkan.
Sebulan kemudian, Bripka Alfi, Serka Yusuf, dan Serda Rahmadani Syahputra (Dani) berencana menjual 320 kilogram sisik trenggiling kepada Alex, calon pembeli dari Aceh dengan harga Rp900 ribu per kilogram. Nominal itu lebih tinggi dari perkiraan harga awal, yaitu Rp600 ribu per kilogram.
Jika terjual dengan harga Rp600 ribu per kilogram, Alfi akan memberikan Rp400 ribu per kilogram pada Kanit-nya. Sementara, Yusuf dan Dani akan dapat bagian Rp200 ribu per kilogram.
Mereka mengemas 320 kilogram sisik trenggiling ke dalam sembilan kotak kardus dan akan dikirim melalui ekspedisi PT RAPI.
Belum sempat barang dikirim, ketiganya beserta Amir Simatupang (sipil, kaki tangan Alex) terjaring operasi tangkap tangan (OTT) tim gabungan penegak hukum dari Pomdam I/BB, Polda Sumut, dan Gakkum KLHK.
Tim gabungan juga mengamankan sisa 858 kilogram sisik trenggiling di kios rumah Yusuf yang belum terjual.
Keterangan Kaumintu Polres Asahan
Lantas dari mana 1,2 ton sisik trenggiling itu berasal? Mengapa ada di Gudang Polres Asahan?
Hakim Pengadilan Negeri Kisaran mencoba menggali pertanyaan ini pada persidangan lanjutan Senin (28/4/2025) dengan mendatangkan saksi Ipda Asido, Kaurmintu (Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan) Polres Asahan kala itu.
Amir Simaputang jadi satu-satunya terdakwa di persidangan ini. Serka Yusuf dan Serda Dani jadi terdakwa dan diadili di Pengadilan Militer Medan.
Di pihak lain, Bripka Alfi Hariadi Siregar hingga kini masih berstatus sebagai saksi. Ia juga dihadirkan untuk memberikan keterangan pada Senin (28/4/2025).
Kepada Ipda Asido, Ketua Majelis Hakim Yanti Suryani mempertanyakan dari mana asal usul sisik trenggiling seberat 1,2 ton tersebut dan mengapa begitu mudah keluar dari Gudang Polres Asahan.
Asido menjelaskan bahwa ia menjabat sebagai Kaurmintu Polres Asahan sejak Oktober 2024 hingga Februari 2025.
Selama menjabat, ia mengaku tidak pernah ada sisik trenggiling tercatat register sebagai alat bukti. Ia juga mengatakan selama menjabat di Tipiter Polres Asahan tidak ada penyidikan terkait sisik trenggiling.
“Per tanggal 14 Oktober 2024 saya baru masuk di Satreskrim. Setelah itu saya cek satu-satu apakah ada dilakukan penyitaan terhadap sisik tringgiling tersebut. Namun, hasil pengecekan saya, tidak ada di dalam buku register kita, tak ada penyitaan sisik trenggiling yang dilakukan penyidik. Itu pengetahuan saya,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan secara pribadi tidak pernah mencatat atau melihat adanya surat penyitaan atau masuknya barang bukti sisik teringgiling. Ia sudah pernah mengecek secara detail satu per satu register yang ada.
“Nomor register saya lihat satu per satu. Karena yang melakukan pencatatan itu kan anggota saya banyak, tetapi dalam hal ini saya secara menyeluruh memeriksa. Dalam hal ini memang tidak ada dilakukan penyitaan terhadap sisik teringgiling, tidak ada yang mulia,” ujarnya.
Ia menjelaskan secara prosedur, ketika ada personel yang menyita dan mengeluarkan surat penyitaan, ialah yang mengeluarkan nomor registernya.
Ketika sudah ada penomoran baru, personel kepolisian bisa melakukan penyitaan terhadap barang secara resmi. Sedangkan untuk mekanisme penyimpanan barang bukti, ia mengaku bukan kapasitasnya untuk menjawab.
“Sepengetahuan saya, tidak akan mungkin orang di gudang barang bukti menerima barang bukti tanpa adanya surat. Flashback ke belakang, kalau mereka mengatakan seperti itu, itu bukan kapasitas saya. Mereka (polisi lain) pun, ya, punya SOP masing-masing. Ini sepengetahuan saya. Tahanan saja kalau tidak masuk surat jalannya, mereka gak mau menerima dulu. Karena itu akan jadi tanggung jawab mereka ketika ada sesuatu,” terangnya.
Asido menjelaskan, ada CCTV yang dipasang di objek yang dirasa penting di Polres Asahan. Gudang termasuk salah satunya objek yang dianggap penting. Setiap peralihan atau pergeseran barang bukti bisa terlihat dan jadi tanggung jawab masing-masing unit.
Setelah disita, barang bukti akan melalui proses pelaporan untuk dilimpahkan ke kejaksaan. Setelah dipindahkan ke kejaksaan, barang tersebut tetap akan dicatat sebagai barang yang sudah dilimpahkan ke kejaksaan.
Apabila tidak ada pelaporan, maka petugas dilarang melimpahkannya ke kejaksaan dan barang bukti akan tetap berada di gudang penyimpanan.
“Kalau untuk izin, kami tidak dalam tahap untuk memberikan izin barang bukti keluar atau masuk, kami hanya meregister. Adanya penyitaan yang dilakukan oleh penyidik itu kami catatkan dan laporkan secara berjenjang dari mulai SAT TAHTI (Satuan Perawatan Tahanan dan Barang Bukti) sampai ke Polda. Jadi ketika adanya barang bukti yang dilakukan penyitaan, tetap harus dicatatkan oleh kami. Karena penomoran penyitaan itu adanya di ruangan saya. Jadi ketika penyidik melakukan penyitaan, tidak akan mungkin bisa keluar surat perintah penyitaan tanpa adanya pencatatan dari kami, soalnya kami yang memberi nomor,” ungkapnya.
Hinca Panjatain: Ungkap Asal-usul Sisik Trenggiling di Gudang Polres Asahan!
Anggota DPR RI Hinca Panjaitan hadir di persidangan kasus sisik trenggiling sebagai saksi ahli pada 24 April 2025. Hinca meminta hakim dan para penegak hukum untuk mengupas tuntas kasus penjualan trenggiling ini.
“Karena itu saya minta pada majelis hakim, tidak boleh hanya satu terdakwa, ini kasusnya semua orang harus dimintai pertanggungjawabannya,” ujar Hinca.
Ia mengaku senang karena majelis hakim meminta kepada jaksa untuk menghadirkan saksi-saksi yang dia mintakan, yaitu Bripka Alfi dan ‘Kanit’ yang disebut Alfi sebagai pemilik barang dan akan mendapat bagian dari hasil penjualan. Hinca mendukung hakim dan aparat penegak hukum mengungkap duduk perkara secara jelas.
“Karena ini menyangkut lokusnya ada di Polres Asahan, tentu ya harus terang-benderang. Mengapa (1,2 ton sisik trenggiling) ada di Polres Asahan? Kalau itu barang bukti, barang bukti milik siapa dan kasus apa? Kalau bukan barang bukti, kenapa ada di situ? Kenapa begitu bebasnya orang mengambilnya. Polres Asahan sebagai penegak hukum kan seharusnya jagain barang yang seharusnya jadi bukti peristiwa hukum, tetapi kenyataannya keluar dari situ,” beber Hinca.
Poin lainnya yang ditekankan oleh Hinca adalah kasus ini jangan hanya berfokus di Polres Asahan saja. Harus ditelusuri asal usul sisik trenggiling itu dari mana, kemudian pembelinya (Alex dari Aceh) yang belum ditangkap juga harus dikejar oleh Gakkum KLHK.
“Saya bilang gak fair kalau cuma berhenti lokusnya di Polres Asahan. Gakkum KLHK yang menangani perkara pertama ini tugasnya bukan hanya menangkap lalu menyerahkan ke jaksa, justru harus membongkar dari mana asal muasal si trenggiling itu dibunuh, disiksa, dan kemudian jadi kulit trenggiling itu. Kenapa itu kita sampaikan? Karena ini kasus besar, sudah mendunia ini. Saya concern menekan Cina untuk berhenti membeli kulit trenggiling dan dagingnya itu,” jelasnya.
Poin ketiga yang ditekankan oleh Hinca adalah soal kerugian ekologis. Menurut hasil riset KLHK dan IPB, satu ton sisik trenggiling senilai dengan Rp298 miliar.
Sementara, ia mengatakan, ada puluhan sidang lain terkait kasus trenggiling dalam setahun. Negara menanggung kerugian yang sangat besar jika semua barang bukti dikalkulasikan.
Hinca mengaku kaget ketika majelis hakim bilang ‘sudah ada rencana bagi-bagi’ antara Bripka Alfi Siregar, Serka Yusuf, dan Serda Dani.
Dalam keterangan persidangan, jika sisik trenggiling berhasil dijual Rp600 ribu per kilogram, maka Alfi akan memberikan Rp400 ribu untuk ‘kanit’ dan Rp200 ribu untuk Yusuf dan Dani.
“Katanya ada pembagian 600, 400, dan 200. Makanya saya kira ini tantangan kawan-kawan kejaksaan untuk membuktikannya. Jikalau nanti tanggalnya pas, saya akan hadir untuk mendengarkan putusan itu. Setelah ini saya juga langsung telepon Kapolda, saya telepon Kapolri, jika ada kesempatan nanti rapat di DPR saya tanyakan nanti kenapa ada kasus seperti ini. Supaya tidak terulang lagi,” pungkasnya.

Belum Disetujui Kejati, Tuntutan Kasus Penjualan Sisik Trenggiling di PN Kisaran Batal Dibacakan
19/05/25
Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi
09/05/25
Ternyata Amir Simatupang Pernah Tawarkan Taring Harimau Seharga Rp50 Juta
06/05/25
Saksi Nyatakan Sisik Trenggiling Tidak Terdaftar sebagai Barbuk di Polres Asahan
02/05/25
Bukan hanya Sisik, Alex Tanyakan Kulit Harimau pada 2 Anggota TNI
02/05/25
Bripka Alfi Siregar ‘Amnesia’ di Pengadilan, Hakim Dorong Penetapannya jadi Tersangka
28/04/25
FATWA: Dunia Terbalik si Munguk Beledu

Masa Depan Durian Ternate dan Hewan Penyerbuknya

Hutan Hilang, Penyakit Datang: Hubungan Deforestasi dan Zoonosis

Belum Disetujui Kejati, Tuntutan Kasus Penjualan Sisik Trenggiling di PN Kisaran Batal Dibacakan

Di Balik Layar "Lobi-Lobi Lobster", Merekam Kebijakan Tutup-Buka Ekspor BBL

Bagaimana, sih, Kondisi Burung di Indonesia Saat Ini?

Celah Menahun Pelabuhan Tanjung Perak, 19 Elang Paria Gagal Diselundupkan

Ingin Ungkap Penyalahgunaan Elpiji, Polisi malah Temukan 10 Satwa Dilindungi

Seorang Pria di Thailand Ditangkap karena Jual Dua Bayi Orangutan

Tanah Haram untuk Kawanan Gajah di Kebun Ban Michelin

Penjara Gajah di Tepi Kebun Karet Ban Michelin

Kasus Anak Gajah Tertabrak Truk di Malaysia, Pembangunan Tak Boleh Hambat Pergerakan Gajah

Seri Macan Tutul Jawa: Riwayat para Kucing Besar Tanah Jawa

FATWA: Burung Wiwik yang Enggan Menetaskan Telurnya

Seri Macan Tutul Jawa: Gunung Favorit Para Pendaki di Habitat Macan Tutul Jawa

Perdagangkan Siamang, Pelaku Ditangkap di Bojonggede

Tiga Ekor Kanguru Tanah Diselundupkan di Pelabuhan Jayapura

Telaga Paring, Orangutan yang Terjebak Banjir Besar di Kalteng Berhasil Dilepasliarkan

Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi

Tiga Individu Baru Badak Jawa Terdeteksi di Ujung Kulon
