Gardaanimalia.com – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan menerima 40 ekor buaya muara (Crocodylus porosus) dari BBKSDA Jawa Timur.
Proses translokasi tersebut dilakukan pada Selasa (13/4/2024) dalam rangkaian acara Road to Hari konservasi Alam Nasional (HKAN) 2024.
Buaya muara yang ditranslokasikan terdiri dari 35 ekor jantan dan 5 ekor betina.
Sebelumnya, seluruh predator itu dititipkan ke PT Bakti Batu Sejahtera (Predator Fun Park), Kota Batu.
Menurut Kepala BBKSDA Jawa Timur Nur Patria Kurniawan, pemindahan dilakukan karena mekanisme pelepasliaran sudah tidak mungkin dilakukan di Jawa Timur.
Pemilihan PT Bakti Batu Sejahtera pun diambil karena sebelumnya mereka ingin melepaskan di taman nasional. Namun, urung dilakukan.
“Sebelum ini, upaya pelepasliaran ke habitat alaminya di luar provinsi yang sudah direncanakan di kawasan Balai TN Way Kambas dan TN Tanjung Puting tidak dapat direalisasikan,” kata dia dalam rilis BBKSDA Jatim, Rabu (14/8/2024).
Manajer Operasional PT Bakti Batu Sejahtera Samuel Dwi Agus membenarkan kabar translokasi tersebut dan mengeklaim translokasi akan mengatasi kelebihan populasi di kandang penangkaran.
“[Sehingga] dapay memaksimalkan upaya breeding satwa,” katanya.
Catatan Peristiwa di Jawa Timur pada 2024
Selama 2024, tercatat terdapat beberapa peristiwa interaksi antara buaya muara dan manusia di Jawa Timur.
Pada Mei, seekor buaya ditemukan oleh Agus Musali (43), warga Desa Golan, Kabupaten Madiun. Konon, ia temukan buaya ketika sedang mencari ikan di Dusun Magagersari.
Di bulan yang sama, seekor buaya berukuran tiga meter terperangkap jaring milik nelayan di Kelurahan Mlajah, Kecamatan, Bangkalan, Kabupaten Bangkalan.
Sedangkan di Januari, seekor buaya yang dipelihara di dalam rumah warga di Kampung Lawang Seketeng 3, Surabaya, Jawa Timur dievakuasi dan diserahkan ke BKSDA.
Buaya tersebut dirawat selama lima tahun, sejak ia berukuran 15 sentimeter.
Untuk diketahui, buaya muara merupakan satwa dilindungi di Indonesia. Apabila memelihara buaya muara secara ilegal, dapat dijerat Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 yang sanksinya berupa denda maksimal Rp100 juta dan pidana maksimal 5 tahun.