Berita

Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi

9 Mei 2025|By Arifin Al Alamudi
Featured image for Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi

Gardaanimalia.com - Jauh hari sebelum Indonesia merdeka pada 1945, ternyata pemerintah Hindia Belanda sudah menetapkan trenggiling atau tenggiling sebagai satwa yang dilindungi.

Hal ini diungkapkan oleh staf BBKSDA Sumatera Utara Marcus Mangantar Pardamean Sianturi saat menjadi saksi ahli pada persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kisaran dengan terdakwa Amir Simatupang, Senin (5/5/2025).

Amir Simatupang didakwa akibat turut serta dalam perdagangan 320 kilogram sisik trenggiling (bagian dari 1,2 ton sisik yang diambil dari gudang Polres Asahan) pada 11 November 2024.

Amir terjaring OTT tim gabungan penegak hukum bersama dua TNI, yaitu Serka M. Yusuf Harahap dan Serda Rahmadani Syahputra atau Dani (menjalani sidang militer) dan seorang polisi Bripka Alfi Hariadi Siregar (status saksi).

Di hadapan hakim, Marcus menjelaskan bahwa larangan perdagangan satwa dilindungi diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2024 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE).

Menurutnya, satwa berstatus dilindungi atau tidak berdasarkan tiga kategori. Pertama, populasinya kecil atau mengalami penurunan populasi yang drastis. Kedua, berada di lokasi berkonflik. Ketiga, rekomendasi status perlindungan satwa adalah dari otoritas keilmuan.

”Jadi trenggiling ini sudah memenuhi unsur itu, salah satu kategori saja sudah memenuhi unsur ditetapkan sebagai satwa dilindungi,” katanya.

Ia mengatakan berdasarkan literatur, Pemerintah Hindia Belanda sudah menetapkan trenggiling sebagai satwa yang dilindungi sejak 1930.

“Artinya ada manfaat yang didapat dari keberadaan trenggiling ini,” katanya.

Berdasarkan penelusuran Garda Animalia, ada catatan sejarah yang menunjukkan bahwa perdagangan sisik trenggiling dari seluruh dunia sudah terjadi sejak tahun 1860 ke Cina.

Secara khusus, ekspor trenggiling dari Indonesia ke Hong Kong sudah tercatat sejak 1925 bahkan kemungkinan lebih awal lagi. Kala itu pengiriman sepikul (60 kilogram) sisik trenggiling dari Batavia ke Hong Kong dihargai senilai 125 gulden atau setara dengan Rp18,5 juta saat ini.

Marcus melanjutnya, dalam peraturan pemerintah disebutkan bahwa menyimpan, memiliki, memburu, membunuh dan atau memperdagangkan spesimen atau bagian-bagian dari satwa yang dilindungi berhak dihukum. Bahkan jika menemukan satwa dilindungi yang sudah mati, tidak boleh disimpan bagian tubuhnya.

“Kalau kita lihat ada satwa dilindungi mati, lalu kita simpan bagian tubuhnya, itu bisa dipidana,” tegas Marcus.

Untuk itu BBKSDA Sumut, tambah Marcus, terus berupaya melakukan sosialisasi, pencegahan, patroli, serta punya resor-resor pengendalian sebagai upaya pencegahan. Ini bertujuan agar masyarakat semakin sadar untuk tidak memburu atau memperdagangkan satwa yang dilindungi negara.

Usai mendengarkan keterangan saksi ahli dan terdakwa, Ketua Majelis Hakim Yanti Suryani menskor sidang dan akan dilanjutkan pada 19 Mei 2025 dengan agenda pembacaan tuntutan.

Arifin Al Alamudi

Arifin Al Alamudi

Belum ada deskripsi

Related Articles