Gardaanimalia.com – Sepanjang tahun 2021, terdapat dua kasus penegakan hukum terhadap kejahatan tumbuhan dan satwa liar (TSL) yang telah masuk ke tahap persidangan di Aceh.
Dua kasus yang disebutkan oleh Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Wilayah Sumatera itu ialah perdagangan atau penjualan bagian tubuh satwa dilindungi yang terjadi di Aceh Tenggara dan Bener Meriah.
Subhan, Kepala Balai Gakkum Wilayah Sumatera merincikan terkait kasus yang terjadi di Aceh Tenggara yakni terkait perdagangan tiga lembar kulit harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae).
“Dan kasus itu sudah ada vonis dua tahun 10 bulan penjara kepada pelaku,” ungkap Subhan, Jum’at (24/12) dilansir dari Ajnn.
Kemudian, lanjut Subhan, satu kasus lainnya saat ini masih dalam proses P21, yang mana itu adalah kasus penjualan kulit harimau sumatera sebanyak satu lembar di Bener Meriah.
Subhan mengatakan bahwa motif setiap pelaku kejahatan satwa di Aceh sangat beragam dan banyak. Alasan yang muncul seperti karena persoalan ekonomi sampai dengan untuk kepentingan bisnis.
Dalam menyoal perdagangan dan kejahatan satwa, ia juga menilai bahwa perburuan satwa itu selaras atau beriringan dengan tingkat permintaan pasar. “Maraknya perburuan satwa di Aceh itu karena permintaan dan nilai jual yang tinggi juga,” ujarnya.
Lain daripada itu, Subhan mengakui bahwa persoalan perambahan hutan di Aceh seperti perambahan di rawa Singkil tersebut bukan merupakan hal baru lagi. Namun telah berlangsung selama puluhan tahun.
Sehingga, ujar Subhan, (saat ini) perlu semua pihak terlibat dalam memikirkan pola yang komprehensif dan terintegrasi untuk penyelesaian persoalan-persoalan tersebut.
“Karena dia itu kawasan konservasi. Sampai sekarang penyidikan terus berlanjut terkait kasus perambahan hutan di Rawa Singkil itu,” imbuhnya.