Badak Jawa Terancam Kepunahan, Kini Menjadi Mamalia Terlangka di Bumi

Badak jawa atau Badak bercula satu-kecil (Rhinoceros sondaicus) adalah salah satu mamalia terlangka di bumi bersama dengan empat jenis badak lainnya. Badak dari famili Rhinocerotidae ini memiliki ukuran tubuh yang relatif lebih kecil daripada jenis badak India dengan panjang 3,1-3,2 m, tinggi 1,4-1,7 m dan berat antara 900 - 2300 Kg. Ukuran culanya pun lebih kecil dari badak lainnya dengan panjang sekitar 20 cm dengan yang terpanjang mencapai 27 cm.
Badak jawa dapat hidup selama 30-45 tahun. Badak ini hidup di hutan hujan dataran rendah, padang rumput basah, dan daerah basah dengan genangan lumpur. Badak Jawa dikenal dengan sifatnya yang tenang, kecuali saat masa kenal-mengenal dan membesarkan anak. Karena itu, Badak Jawa sering menghindar dari manusia. Namun, akan menyerang bila diganggu.
Badak jawa sebelumnya tidak hanya tersebar di Pulau Jawa saja. Namun pernah tersebar di seluruh Nusantara, sepanjang Asia Tenggara, India, dan di Tiongkok. Kini populasinya hanya tersisa 40-50 badak yang hidup di Taman Nasional Ujung Kulon di Pulau Jawa, Indonesia. Sedangkan di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam badak ini sudah dinyatakan punah. Hal ini membuat IUCN (International Union for Conservation of Nature) menjadikan hewan badak wajib dilindungi dengan status Terancam punah/Critically endangered (CR)
Badak jawa terancam kepunahan dikarenakan banyaknya perburuan untuk diambil culanya. Cula Badak jawa ini sering diperjual belikan karena memiliki daya tarik saat diukir dan dijadikan aksesoris tertentu. Selain itu, cula badak juga dijadikan bahan obat tradisional yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit meski hal itu belum teruji kebenarannya. Menurut Investigator Wildlife Crime and Trade – World Wide Fund (WWF) -Indonesia, Novi Hardianto, harga cula badak ini mencapai Rp 25 juta per kilogram di pasar gelap pada tahun 2017. Nilai yang sangat menggiurkan bagi para penjahat untuk menghasilkan pendapatan.
Sementara menurut data WWF, saat ini perburuan liar sudah tidak lagi mengancam kehidupan Badak jawa. Sejak tahun 1990-an perburuan liar telah dihentikan karena penegakan hukum yang efektif oleh otoritas taman nasional maupun pihak-pihak lain yang peduli akan keberadaan jenis satwa ini. Namun, Ancaman lainnya seperti berkurangnya keragaman genetis dapat memperlemah kemampuan jenis badak ini dalam menghadapi penyakit dan bencana alam.
Degradasi dan hilangnya habitat juga menjadi ancaman bagi puluhan individu Badak jawa yang masih tersisa. Pembangunan yang dilakukan manusia memerlukan perluasan lahan hingga mencapai habitat badak. Pembukaan hutan dan penebangan kayu mulai bermunculan di kawasan lindung dimana satwa-satwa ini hidup.
Aktifnya gunung anak Krakatau juga sempat menjadi ancaman terhadap habitat badak. Erupsinya gunung Anak Krakatau yang menyebabkan terpaan tsunami Selat Sunda memorak-porandakan wilayah pesisir Banten dan Lampung Selatan. Meski belum pasti apakah Badak jawa ikut menjadi korban atas keganasan tsunami ini. Dilansir dari Tagar News, tim Pengendali Ekosistem Hutan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Mumu Muawalah mengatakan, dalam waktu dekat ini pihaknya bersama dengan WWF akan mengkaji kembali populasi Badak jawa yang mendiami hutan TNUK.
Ancaman ini sudah pernah dibahas para aktivis lingkungan dan pemerintah sejak lama. Karena itu, mereka ingin memindahkan Badak bercula satu dari sana. Namun, banyak pertimbangan jika melakukan hal tersebut. Salah satunya adalah tempat untuk menjadi habitat kedua yang susah dicari. Habitat yang dicari tentunya harus cocok dengan Badak jawa tersebut. Selain itu, mereka juga harus memilih induk badak dengan kondisi sehat untuk bereproduksi. Pelestarian Badak jawa ini memerlukan dukungan dari banyak pihak. Hal yang bisa dilakukan dengan perluasan habitat Badak jawa dan memantaunya dengan baik.

Tiga Individu Baru Badak Jawa Terdeteksi di Ujung Kulon
06/05/25
WN Tiongkok jadi Tersangka Perdagangan Cula Badak di Manado
02/05/25
Pembangunan Suaka Badak Sumatera di Aceh Timur Segera Rampung
02/05/25
Batal Vonis Bebas, Willy Pembeli Cula Badak Dibui 1 Tahun
28/04/25
Uji Lab Buktikan Keaslian Cula Badak asal Tiongkok yang Disita di Manado
16/04/25
Hendak Jual Cula Badak dan "Kerupuk Udang", Empat Tersangka Diringkus Polisi
15/04/25
Tiga Ekor Kanguru Tanah Diselundupkan di Pelabuhan Jayapura

Telaga Paring, Orangutan yang Terjebak Banjir Besar di Kalteng Berhasil Dilepasliarkan

Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi

Tiga Individu Baru Badak Jawa Terdeteksi di Ujung Kulon

Ternyata Amir Simatupang Pernah Tawarkan Taring Harimau Seharga Rp50 Juta

Kabar Baik, Dua Ekor Harimau Lahir di Suaka Barumun!

Hampir setiap Malam Beruang Madu Berkeliaran di Kabupaten Abdya

WN Tiongkok jadi Tersangka Perdagangan Cula Badak di Manado

Pembangunan Suaka Badak Sumatera di Aceh Timur Segera Rampung

Saksi Nyatakan Sisik Trenggiling Tidak Terdaftar sebagai Barbuk di Polres Asahan

Bukan hanya Sisik, Alex Tanyakan Kulit Harimau pada 2 Anggota TNI

Tahap Kedua Pelepasliaran, 182 Ekor Kura-Kura Moncong Babi kembali ke Alam

Dua Pelaku Perdagangan Organ Satwa Dilindungi Diserahkan ke JPU

Seri Macan Tutul Jawa: Upaya Yayasan SINTAS Selamatkan Predator Puncak Tersisa di Jawa

Perburuan Burung di TN Ujung Kulon Berujung 2 Tahun Pidana

Bripka Alfi Siregar ‘Amnesia’ di Pengadilan, Hakim Dorong Penetapannya jadi Tersangka

Batal Vonis Bebas, Willy Pembeli Cula Badak Dibui 1 Tahun

Kabar Baru, Pria asal AS Dijatuhkan Hukuman atas Kasus Penyiksaan Monyet

Jadi Saksi Ahli, Hinca Panjaitan Pakai Kaos Save Trenggiling ke Pengadilan

Konflik kembali Terjadi, Ternak Warga Ditemukan Mati di Area Sawah
