Dianggap Tidak Akan Terancam, Populasi Monpai Semakin Menurun

Gardaanimalia.com - Ada primata berambut abu-abu sampai coklat kekuningan dan cokelat tua serta memiliki ekor yang panjang. Mereka dapat hidup di berbagai habitat; hutan primer, hutan sekunder, lahan basah hingga lahan pertanian. Mereka sering sekali dianggap hama untuk lahan pertanian dan perkebunan. Ya, mereka adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).
Macaca fascicularis merupakan primata yang aktif pada siang hari (diurnal) dan tersebar di daratan utama dan pulau-pulau di Asia Tenggara, di antaranya bagian utara Bangladesh, Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan hingga kepulauan kecil Nikobar di India. Satwa ini termasuk hewan frugivor (makanan utama buah-buahan) hingga omnivor.
Secara fisik, monyet ekor panjang yang juga dikenal sebagai monpai ini memiliki ekor yang lebih panjang daripada panjang badan dan kepala. Monpai memiliki bantal duduk yang melekat pada tulang duduk, bergerak menggunakan keempat tungkainya (kuadrupedalism), serta banyak menggunakan waktunya di atas tanah (terrestrial) dan di atas pohon (arboreal). Berat badan M. fascicularis jantan dewasa berkisar 4,7–8,3 kg dan betina berkisar 2,5–5,7 kg, sementara panjang badan dan kepala jantan 435–655 dan untuk betina adalah 400–500 mm.
Anggapan Populasi Monyet Ekor Panjang Tidak Akan Menurun
Pada tahun 2008, IUCN menetapkan spesies ini dalam status Least Concern (Risiko Rendah). Distribusinya yang luas, toleransi dengan berbagai macam habitat, keberadaannya di sejumlah kawasan lindung dan kehidupannya yang berkelompok menjadikan primata ini dianggap memiliki populasi yang banyak. Bahkan, banyak yang beranggapan populasinya tidak mungkin menurun hampir pada tingkat yang diperlukan untuk memenuhi syarat daftar dalam kategori terancam. Walaupun spesies ini berada dalam perburuan tinggi untuk mendapatkan daging, olahraga dan trofi, hal-hal tersebut tidak dianggap sebagai ancaman besar bagi spesies ini secara keseluruhan.
Baca juga: Ketika Monpai Diajak Alih Profesi dari Topeng Monyet ke Youtuber
Namun, pada tahun 2015 diketahui bahwa banyaknya interaksi negatif antara manusia dan monyet ekor panjang di wilayah jelajahnya merupakan faktor pendukung menurunnya populasi dan meningkatnya status IUCN pada spesies ini menjadi Vulnerable (Rentan). Penurunan populasi pada spesies ini diduga sudah mencapai 30% dalam kurun waktu 36-39 tahun (tiga generasi). Ketidaktahuan dan kurangnya tindakan konservasi pada spesies yang dianggap melimpah ini akan terus berdampak pada statusnya di masa depan. Diperkirakan adanya pengurangan setidaknya 30% juga akan terus terjadi selama 36-39 tahun ke depan.
Tren populasi pada primata berambut abu-abu ini kerap menurun. Terlepas dari penyebarannya yang luas, terjadinya perburuan dan penganiayaan yang berlebihan terhadap spesies ini sangat memprihatinkan. Studi tentang Bonnet Macaques (spesies yang serupa) menunjukkan penurunan populasi yang tajam karena penganiayaan dan populasi komensal yang tenggelam selama beberapa dekade terakhir.
Dengan alasan yang sama, Macaca fascicularis kini diduga mengalami penurunan populasi yang serupa. Semakin menurunnya populasi dari monyet ekor panjang ini dapat berpengaruh pada keberlangsungan ekosistem. Oleh karena itu, perlu adanya pengenalan dan edukasi mengenai spesies ini. Masyarakat harus memahami bahwa perburuan dan penganiayaan bukan merupakan solusi ketika terjadi konflik dengan satwa liar. Perhatian dari pihak-pihak pelaksana konservasi untuk keberlangsungan hidup dari spesies ini juga sangat penting.

Kabar Baru, Pria asal AS Dijatuhkan Hukuman atas Kasus Penyiksaan Monyet
27/04/25
Menyoroti Kaburnya Monyet di BPBD Kabupaten Tangerang dan Pentingnya Kesejahteraan Satwa Liar
18/04/25
Berkarya dengan Visi: Merekam Kekerasan di Balik Topeng
07/04/25
Amankan Monyet Peliharaan, BKSDA Jelaskan Bahaya Domestikasi Satwa Liar
15/03/25
Tangis Macaca di Yogyakarta: Konflik dengan Petani Gunungkidul dan Perusahaan yang Terindikasi Ilegal
14/03/25
Tangis Macaca di Yogyakarta: Ditangkap Paksa dari Hutan untuk Ekspor (Bagian 1)
14/03/25
Tiga Ekor Kanguru Tanah Diselundupkan di Pelabuhan Jayapura

Telaga Paring, Orangutan yang Terjebak Banjir Besar di Kalteng Berhasil Dilepasliarkan

Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi

Tiga Individu Baru Badak Jawa Terdeteksi di Ujung Kulon

Ternyata Amir Simatupang Pernah Tawarkan Taring Harimau Seharga Rp50 Juta

Kabar Baik, Dua Ekor Harimau Lahir di Suaka Barumun!

Hampir setiap Malam Beruang Madu Berkeliaran di Kabupaten Abdya

WN Tiongkok jadi Tersangka Perdagangan Cula Badak di Manado

Pembangunan Suaka Badak Sumatera di Aceh Timur Segera Rampung

Saksi Nyatakan Sisik Trenggiling Tidak Terdaftar sebagai Barbuk di Polres Asahan

Bukan hanya Sisik, Alex Tanyakan Kulit Harimau pada 2 Anggota TNI

Tahap Kedua Pelepasliaran, 182 Ekor Kura-Kura Moncong Babi kembali ke Alam

Dua Pelaku Perdagangan Organ Satwa Dilindungi Diserahkan ke JPU

Seri Macan Tutul Jawa: Upaya Yayasan SINTAS Selamatkan Predator Puncak Tersisa di Jawa

Perburuan Burung di TN Ujung Kulon Berujung 2 Tahun Pidana

Bripka Alfi Siregar ‘Amnesia’ di Pengadilan, Hakim Dorong Penetapannya jadi Tersangka

Batal Vonis Bebas, Willy Pembeli Cula Badak Dibui 1 Tahun

Kabar Baru, Pria asal AS Dijatuhkan Hukuman atas Kasus Penyiksaan Monyet

Jadi Saksi Ahli, Hinca Panjaitan Pakai Kaos Save Trenggiling ke Pengadilan

Konflik kembali Terjadi, Ternak Warga Ditemukan Mati di Area Sawah
