Penyebab Orangutan Menyeberang Jalan

3 min read
2022-06-07 12:55:06
Iklan
Belum ada deskripsim Lorem ipsum dolor sit amet, corrupti tempore omnis esse rem.



Gardaanimalia.com - Kenapa ayam menyeberang jalan? Pertanyaan ini adalah lelucon yang sering terdengar di kalangan anak-anak.

Namun, teka-teki ringan ini jadi pertanyaan yang serius ketika kita melihat peristiwa yang terjadi beberapa waktu lalu, saat sebuah video beredar di internet menunjukkan seekor orangutan berusaha menyeberangi salah satu segmen jalan antarprovinsi di Kalimantan Timur.((Saefudin. 2021. "Diduga Kuat Terusik dan lapar, Orangutan Menyeberangi Jalan di Kutai". Garda Animalia.))

Kenapa orangutan menyeberang jalan? Mencari makanan? Mencari pasangan? Ingin kembali ke rumahnya? Banyak orang membuat dugaan dan spekulasi, tapi tidak ada yang bisa memberikan jawaban pasti.

Yang diketahui hanyalah bahwa orangutan itu tidak jadi menyeberang. Jalanan terlalu ramai dan tidak ada satu kendaraan pun yang mau memberikan ruang untuk sang orangutan lewat.

Kisah orangutan ini merupakan salah satu kasus konflik antara manusia dan hewan liar atau HWC (human-wildlife conflict) yang masih terbilang aman. Pada kasus-kasus yang lain, konflik ini menghasilkan banyak kerugian.

Di desa-desa di Pulau Jawa, gerombolan Macaca mencuri hasil panen para petani. Di Aceh, kawanan gajah sumatera mengamuk dan memorakporandakan kebun sawit warga.

Di Riau, orang-orang diserang harimau yang kelaparan karena jumlah mangsanya yang semakin berkurang dan habitatnya yang semakin menyempit.

Penelitian oleh Rifaie dkk. (2021) menunjukkan total kejadian HWC yang tercatat di dalam artikel ilmiah dari tahun 1993-2020.



Kasus HWC membawa berbagai efek negatif bagi manusia, mulai dari ternak yang diterkam, penjarahan kebun, hingga penyerangan. Efek ini kemudian akan menurunkan toleransi komunitas lokal terhadap hewan liar.

Apa yang terjadi ketika toleransi turun? Masyarakat akan menganggap hewan liar sebagai musuh dan mulai memburunya.

Dampaknya, hewan melihat manusia sebagai ancaman dan menjadi semakin agresif. Hubungan seperti ini hanya akan berakibat pada semakin banyak konflik. Ujungnya, yang terjadi adalah krisis ekologi dan kepunahan spesies.

HWC bekerja seperti mesin pembunuh yang ditenagai oleh rasa takut dan ketidakpercayaan.

Konflik yang Telah Ditakdirkan


Tidak mengejutkan kalau kasus HWC berbuah subur di Indonesia. Negara ini adalah sebuah biodiversity hotspot, surga keanekaragaman hayati di mana 17% dari spesies liar dunia menyebut hutan hujan Indonesia sebagai rumah.(([2]von Rintelen, K., Arida, E., dan Hâuser, C. 2017.”A review of biodiversity-related issues and challenges in megadiverse Indonesia and other Southeast Asian countries”. Research Ideas and Outcomes. 3: e20860.))((Profauna. 2003. Facts about Indonesian Wildlife.))

Di antara hewan-hewan ini adalah spesies megafauna, yang di antaranya meliputi gajah sumatera, harimau sumatera, macan tutul jawa, beruang madu, dan orangutan.

Mereka adalah beberapa di antara spesies yang paling terkenal, namun juga yang paling mampu membuat kerusakan karena ukuran dan kekuatannya.



Di lain sisi, Indonesia merupakan negara dengan penduduk sebanyak 273 juta jiwa dengan kebutuhan untuk papan dan pangan yang juga semakin meninggi.

Bertambahnya jumlah kasus HWC secara substansial diakibatkan karena peningkatan kebutuhan tersebut. Bertambahnya kebutuhan papan dan pangan berarti bertambah luasnya pembangunan infrastruktur dan agrikultur.

HWC umumnya terjadi di perbatasan di mana permukiman dan perkebunan mulai menerobos masuk ke dalam hutan alam.

Oleh karena itu, orang-orang yang paling rentan adalah komunitas lokal dan pegawai lapangan dari berbagai perusahaan.

Hewan liar kerap kali secara tidak sengaja masuk ke wilayah manusia ketika mereka mencari makan dan sarang.

Hal ini sering terjadi di Sumatera dan Kalimantan, di mana bisnis perhutanan dan perkebunan milik perusahaan multinasional maupun perorangan bertetangga dengan wilayah hutan primer, bahkan kadang-kadang beririsan.

Sebagian besar konflik hewan liar, serangan harimau sumatera dan gajah sumatera terjadi di sekitar perbatasan tersebut.

Warga lokal juga sering masuk ke habitat hewan di dalam zona konservasi. Kegiatan ini tentu merupakan hal yang ilegal, namun mereka tidak punya banyak pilihan.

Warga yang sengaja masuk biasanya didorong oleh keterpaksaan untuk berkebun pada daerah yang masih kosong. Warga juga sering tidak sengaja masuk karena tidak ada batas tegas di antara zona perkebunan dan konservasi.

Semua hal ini berakibat pada semakin menyempitnya habitat hewan liar. Ketika habitat hewan liar menyempit, potensi konflik HWC akan meningkat secara berlipat ganda.

Usaha untuk Hidup Bersama


Respon warga terhadap kasus HWC acap kali didasari oleh rasa takut dan rasa ingin balas dendam. Metode-metode fatal seperti penggunaan perangkap jerat, senapan, atau racun adalah hal yang sangat umum.(([4]Belecky, M., Gray, T.N.E. 2020. Silence of the Snares: Southeast Asia’s Snaring Crisis. WWF International, 45 hal.))

Aksi berbahaya ini adalah hasil manajemen konflik yang ceroboh tanpa melihat pendekatan yang terintegrasi dan holistik. Di mana hanya akan memperburuk keadaan konflik.



Lebih jauh lagi, manajemen yang ceroboh akan dirumitkan dengan adanya kepentingan sosial, ekonomi, dan politik. Setiap kelompok berselisih tentang berbagai pertanyaan: siapa pihak yang harus bertanggung jawab?

Siapa yang akan memberikan kompensasi dari kerusakan? Siapa yang sebenarnya jadi korban? Hingga akhirnya, masalah ekologi berubah jadi masalah sosioekonomi.

Maka, seperti apakah pendekatan konflik yang terintegrasi dan holistik? Konsep ini diusung dalam laporan WWF yang mendiskusikan cara paling efektif untuk memanajemen kasus HWC.((Gross, E., Jayasinghe, N., Brooks, A., dkk. 2021. A Future for All: The Need for Human-Wildlife Coexistence. Gland: WWF, 102 hal.))

Dijelaskan bahwa terdapat enam aspek yang perlu dipertimbangkan ketika berhadapan dengan kasus HWC, yaitu pemahaman tentang konflik, mitigasi, respon, pencegahan, peraturan, dan pemantauan.

Penyatuan keenam aspek ini disebut sebagai pendekatan yang terintegrasi.

Di lain sisi, pendekatan yang holistik adalah pendekatan yang mempertimbangkan seluruh pihak yang terlibat dalam suatu konflik.

Sistem fungsional apa saja yang berada di sekitar lokasi kepentingan? Apakah hanya masyarakat lokal? Adakah perusahaan di dalamnya? Adakah rencana konservasi yang telah berjalan?

Apa masukan dari pihak yang paling rentan terhadap konflik? Bagaimana lanskap dinamika sosial di tempat tersebut? Dan masih banyak lagi.

Maka, pendekatan yang terintegrasi dan holistik adalah pendekatan yang mencakup seluruh metode yang esensial serta mempertimbangkan seluruh aktor yang bekerja.

Satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah bahwa pendekatan ini berpusat pada manajemen manusia, bukan pada hewan liar.

Manajemen yang berpusat pada hewan liar hanya akan menguntungkan manusia tanpa melihat kelestarian hewan yang terdampak.

Masa Depan Konflik


Indonesia masih punya banyak megaproyek berskala nasional. Semuanya masih bergantung kepada pembukaan lahan kosong yang meliputi ekosistem alami.

Maka, pengaplikasian manajemen kasus HWC yang terintegrasi dan holistik di dalam perencanaan pembangunan merupakan hal yang krusial. Perlu ditekankan bahwa konsep ini tidak akan menyelesaikan seluruh konflik.

HWC merupakan konsekuensi dari kompetisi terhadap sumber daya, yang salah satunya ruang hidup. Tapi, dengan manajemen yang baik, konflik ini dapat diredam secara signifikan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia butuh ruang hidup, namun jangan sampai pemenuhan kebutuhan ini justru membuat konflik dengan alam yang berkepanjangan.

Kata kuncinya adalah koeksistensi: bagaimana caranya berbagi ruang dengan meminimalisasi gangguan bagi hewan liar maupun manusia.

Ketika koeksistensi diabaikan, kita bisa melihat hasilnya dari pertanyaan awal tulisan ini. Kenapa orangutan menyeberang jalan? Karena jalanan memotong hutan duluan.

Tags :
orangutan gajah harimau sumatera macan tutul monyet
Writer:
Pos Terbaru
Tiga Ekor Kanguru Tanah Diselundupkan di Pelabuhan Jayapura
Tiga Ekor Kanguru Tanah Diselundupkan di Pelabuhan Jayapura
Berita
09/05/25
Telaga Paring, Orangutan yang Terjebak Banjir Besar di Kalteng Berhasil Dilepasliarkan
Telaga Paring, Orangutan yang Terjebak Banjir Besar di Kalteng Berhasil Dilepasliarkan
Berita
09/05/25
Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi
Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi
Berita
09/05/25
Tiga Individu Baru Badak Jawa Terdeteksi di Ujung Kulon
Tiga Individu Baru Badak Jawa Terdeteksi di Ujung Kulon
Berita
06/05/25
Ternyata Amir Simatupang Pernah Tawarkan Taring Harimau Seharga Rp50 Juta
Ternyata Amir Simatupang Pernah Tawarkan Taring Harimau Seharga Rp50 Juta
Berita
06/05/25
Kabar Baik, Dua Ekor Harimau Lahir di Suaka Barumun!
Kabar Baik, Dua Ekor Harimau Lahir di Suaka Barumun!
Berita
06/05/25
Hampir setiap Malam Beruang Madu Berkeliaran di Kabupaten Abdya
Hampir setiap Malam Beruang Madu Berkeliaran di Kabupaten Abdya
Berita
05/05/25
WN Tiongkok jadi Tersangka Perdagangan Cula Badak di Manado
WN Tiongkok jadi Tersangka Perdagangan Cula Badak di Manado
Berita
02/05/25
Pembangunan Suaka Badak Sumatera di Aceh Timur Segera Rampung
Pembangunan Suaka Badak Sumatera di Aceh Timur Segera Rampung
Berita
02/05/25
Saksi Nyatakan Sisik Trenggiling Tidak Terdaftar sebagai Barbuk di Polres Asahan
Saksi Nyatakan Sisik Trenggiling Tidak Terdaftar sebagai Barbuk di Polres Asahan
Berita
02/05/25
Bukan hanya Sisik, Alex Tanyakan Kulit Harimau pada 2 Anggota TNI
Bukan hanya Sisik, Alex Tanyakan Kulit Harimau pada 2 Anggota TNI
Berita
02/05/25
Tahap Kedua Pelepasliaran, 182 Ekor Kura-Kura Moncong Babi kembali ke Alam
Tahap Kedua Pelepasliaran, 182 Ekor Kura-Kura Moncong Babi kembali ke Alam
Berita
30/04/25
Dua Pelaku Perdagangan Organ Satwa Dilindungi Diserahkan ke JPU
Dua Pelaku Perdagangan Organ Satwa Dilindungi Diserahkan ke JPU
Berita
30/04/25
Seri Macan Tutul Jawa: Upaya Yayasan SINTAS Selamatkan Predator Puncak Tersisa di Jawa
Seri Macan Tutul Jawa: Upaya Yayasan SINTAS Selamatkan Predator Puncak Tersisa di Jawa
Liputan Khusus
29/04/25
Perburuan Burung di TN Ujung Kulon Berujung 2 Tahun Pidana
Perburuan Burung di TN Ujung Kulon Berujung 2 Tahun Pidana
Berita
29/04/25
Bripka Alfi Siregar ‘Amnesia’ di Pengadilan, Hakim Dorong Penetapannya jadi Tersangka
Bripka Alfi Siregar ‘Amnesia’ di Pengadilan, Hakim Dorong Penetapannya jadi Tersangka
Berita
28/04/25
Batal Vonis Bebas, Willy Pembeli Cula Badak Dibui 1 Tahun
Batal Vonis Bebas, Willy Pembeli Cula Badak Dibui 1 Tahun
Berita
28/04/25
Kabar Baru, Pria asal AS Dijatuhkan Hukuman atas Kasus Penyiksaan Monyet
Kabar Baru, Pria asal AS Dijatuhkan Hukuman atas Kasus Penyiksaan Monyet
Berita
27/04/25
Jadi Saksi Ahli, Hinca Panjaitan Pakai Kaos Save Trenggiling ke Pengadilan
Jadi Saksi Ahli, Hinca Panjaitan Pakai Kaos Save Trenggiling ke Pengadilan
Berita
26/04/25
Konflik kembali Terjadi, Ternak Warga Ditemukan Mati di Area Sawah
Konflik kembali Terjadi, Ternak Warga Ditemukan Mati di Area Sawah
Berita
25/04/25