Kesalahan Penanganan Diduga Sebabkan Kematian Orangutan yang Tersengat Listrik
Gardaanimalia.com - Satu individu orangutan kalimantan jantan (Pongo pygmaeus) bergelayut di jaringan listrik Jalan Tjilik Riwut Kilometer 9, Palangkaraya, Kalimantan tengah pada Jumat (31/1/2025) sore.
Saat berada dekat gardu listrik, primata tersebut mencengkeram kabel hingga menimbulkan ledakan dan menyebabkan tubuhnya terjatuh.
Nahas, nyawa orangutan itu tidak terselamatkan.
Penyebab kematian satwa langka tersebut dikemukakan Program Manajer Pusat Rehabilitasi Orangutan Nyaru Menteng Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) Denny Kurniawan dalam wawancara bersama Garda Animalia pada Senin (3/1/2025).
Hasil nekropsi oleh tim medis BOSF menunjukkan, terdapat cairan di saluran pernapasan orangutan.
“Menurut kawan-kawan medis yang melakukan nekropsi, cairan itulah yang memang menyebabkan kematian dari orangutan tersebut,” ujar Denny.
Denny menjelaskan, tim medis tiba di lokasi saat orangutan sudah tak bernyawa. Pihaknya pun mendapatkan keterangan mengenai kronologi peristiwa dari masyarakat setempat.
Orangutan diketahui jatuh di atas parit yang ditutup oleh papan kayu serta terpal.
Saat masyarakat ingin menyelamatkan dengan cara menarik terpal, orangutan justru jatuh ke parit dengan posisi wajah tertelungkup.
“Dari rongga perut sampai ke atas, kondisinya sudah kering [karena tersengat listrik], lengan bagian kiri dan kanan, [tubuh] bagian atasnya juga kering dan kaku. Tapi memang itu bukan penyebab kematian. Karena yang ditemukan oleh kami ada cairan di rongga pernapasan,” jelasnya.
Denny pun mengatakan, jasad orangutan masih disimpan, beberapa sampel tubuhnya akan diperiksa lebih lanjut di laboratorium.
Dari Mana Orangutan Berasal?
Rekaman orangutan melewati kabel tersebut menunjukkan satwa berada di tengah kota dengan jalanan ramai dan dekat dengan permukiman. Namun, Denny serta pihak BKSDA Kalimantan Tengah belum dapat memastikan dari mana satwa tersebut berasal.
“Tim kami masih melacak bersama BKSDA, orangutan ini berasal dari mana,” ungkapnya.
Meskipun belum mengetahui asal satwa, Kepala SKW I BKSDA Kalimantan Tengah, Junet, mengatakan bahwa lokasi kejadian tidak jauh dari hutan.
“Memang jarak satu kilometer dari jalan raya itu ada hutan masih banyak. Itu yang ramai kan hanya di pinggir jalan, sedangkan di belakangnya itu kan masih banyak hutan. … hutan di sekitar Sungai Rungan,” kata Junet kepada Garda Animalia, Senin (3/1/2025).
Sungai Rungan merupakan salah satu anak Sungai Kahayan. Mengecek dari citra satelit, sungai ini terletak di arah timur dari titik lokasi kejadian. Sementara, arah barat dari lokasi kejadian tampak lebih jauh dari hutan.
Orangutan Keluar Hutan: Penyelamatan Habitat juga Penting
Selama Januari hingga awal Februari 2025, BKSDA Kalimantan Tengah sudah mendapatkan empat kali laporan kasus orangutan. Dua di antaranya adalah orangutan yang dilaporkan memakan buah-buahan milik masyarakat, satu orangutan tersengat listrik, serta satu orangutan yang tangannya terlilit tali.
Merespons beberapa kasus tersebut, Junet menyebutkan bahwa wilayah jelajah orangutan memang luas, terlebih kebun buah warga berada terlalu dekat dengan hutan.
“Dengan jelajah orangutan, itu kan masih bisa masuk [ke permukiman atau kota],” ucap Junet.
Sementara, menyoal mitigasi satwa agar tak lagi tersengat listrik, Junet mengatakan masih membutuhkan kajian lebih lanjut.
Di sisi lain, Denny melihat kasus orangutan bergelayut di kabel listrik menunjukkan bahwa orangutan sudah keluar dari habitat.
“Ini bahkan sampai ke tempat umum, tempat manusia beraktivitas bahkan ke jalan raya. Jadi, penyelamatan habitat juga lebih penting,” tuturnya.
Edukasi dan Penyadartahuan agar Tak Terjadi Kesalahan Penanganan
Kematian orangutan di Palangkaraya yang baru terjadi beberapa hari lalu menunjukkan betapa penting edukasi dan penyadartahuan kepada masyarakat terkait satwa liar, termasuk dalam mitigasi konflik.
Jika tak dilakukan dengan benar, fatalitas justru dapat menimpa satwa yang ingin diselamatkan.
BKSDA mengatakan bahwa masyarakat tidak dibekali dengan pengetahuan penanganan teknis, melainkan masyarakat dapat segera melapor ke BKSDA atau lembaga lain yang berwenang jika terjadi peristiwa serupa.
Saat melaporkan, pastikan masyarakat memantau satwa dari jarak jauh agar satwa tidak semakin menjauh ataupun terjadi konflik.
“Karena saat ini yang paling efektif dalam penanganan adalah bius. Kalau otot dengan otot (ada perlawanan dari manusia), jelas bukan tandingan,” tutup Junet.