Gardaanimalia.com – Dua orang tersangka penyelundupan satwa dilindungi ditangkap di Jawa Timur oleh Ditreskrimsus Polda Jawa Timur dan BBKSDA Jawa Timur.
Penangkapan kedua tersangka tersebut dilakukan pada dua hari yang berbeda, yaitu 24 Januari dan 29 Januari 2024.
Tersangka pertama adalah MIH yang ditangkap di Jalan Nginden 3 Kecamatan Sukolilo, Kota Surabaya. Dari MIH, aparat menyita 162 ekor labi-labi moncong babi yang merupakan satwa dilindungi.
Tersangka kedua adalah MKP yang ditangkap di Desa Sumengko, Kecamatan Wringin Anom, Kabupaten Gresik. Dari MKP, aparat menyita 1.192 ekor labi-labi moncong babi.
Maka, total labi-labi moncong babi atau Carettochelys insculpta yang sukses diamankan adalah 1.354 ekor.
Selain itu, dari MKP, aparat juga menyita dua ekor kakatua jambul kuning (Cacatua sulphurea) dan seekor tiong emas (Gracula religiosa). Kedua spesies burung tersebut juga termasuk dalam satwa dilindungi.
Seluruh satwa dilindungi yang diamankan dari tangan kedua tersangka diinformasikan dalam kondisi hidup.
Saat ini, semua satwa telah berada di kandang sementara Wildlife Rescue Unit (WRU) milik BBKSDA Jawa Timur. Rencananya, satwa tersebut akan dikembalikan ke habitatnya.
Diketahui, labi-labi moncong babi berhabitat di bagian selatan Papua, khususnya di Taman Nasional Lorentz.
Sementara itu, kakatua jambul kuning berasal dari Sulawesi dan Kepulauan Nusa Tenggara. Lalu, tiong emas berhabitat di seluruh bagian barat Indonesia, termasuk Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
Potensi Untung Ratusan Juta Rupiah dari Penyelundupan Satwa
Direktur Reskrimsus Polda Jatim Kombes Pol Luthfie Sulistiawan mengatakan, kedua tersangka ditangkap ketika akan melakukan penyelundupan dari Papua ke Kota Payakumbuh, Sumatra Barat menggunakan kapal penumpang.
“Biasanya [kapal] langsung ke Payakumbuh, tapi ternyata singgah di Surabaya. Jadi, kita bisa melakukan penanganan,” katanya dalam konferensi pers di Gudang Dittahti Polda Jatim, Kamis (7/3/2024), mengutip Tribun Jatim.
Luthfie juga mengungkap bahwa tersangka mendapatkan labi-labi moncong babi langsung dari Papua. Mereka membelinya dari para pedagang gelap yang mereka kenal.
“Adapun untuk harganya, pada saat beli di Papua seharga 80 ribu per ekor. Kemudian, dijual bisa antara 130 sampai 200 ribu per ekor,” kata Luthfie.
Jika semua labi-labi moncong babi berhasil dijual, keduanya berpotensi mendapatkan keuntungan paling tidak sebesar Rp176 juta.
Dalam melakukan perdagangan satwa liar, tersangka menggunakan media sosial Facebook dengan target pasar dalam negeri.
Akan tetapi, menurut Luthfie, keduanya sempat berusaha menjual satwa ke luar negeri, khususnya Tiongkok. Negara tersebut diketahui menggunakan bagian tubuh satwa untuk bahan baku kosmetik.
Berulang Kali Melanggar Hukum
Luthfie menyebutkan, MIH merupakan seorang residivis, yaitu seseorang yang berulang kali melakukan tindak pidana. Selain itu, MIH juga masuk ke dalam DPO oleh BKSDA Sumatra Barat dan Polres Payakumbuh.
Tindak pidana sebelumnya dilakukan MIH pada 2022. Saat itu, dia dinyatakan bersalah karena berusaha menyelundupkan 350 ekor labi-labi moncong babi dan 6 ekor baning coklat (Manouria emys).
Garda Animalia juga menemukan bahwa MIH pernah terlibat dalam kasus kepemilikan landak (Hystrix sp.) pada 2018 yang membuatnya divonis satu tahun penjara oleh PN Payakumbuh.
Lalu, pada 2013, MIH pernah terlibat dalam kasus pencurian yang membuatnya dikurung selama lima bulan.
Tersangka MKP pun pernah ditangkap oleh BKSDA Sumatra Barat dan divonis enam bulan penjara. “Dia ini sebagai pencinta hewan, tapi kemudian ada celah peluang bisnis, makanya dia ikut main,” kata Luthfie.
Karena perbuatannya, kedua tersangka terancam Pasal 40 ayat (2) UU RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Ancaman pidananya adalah denda maksimal Rp100 juta dan hukuman maksimal 5 tahun penjara.