Sidang Perdagangan Sisik Trenggiling: Membunuh 2000 Ekor

Gardaanimalia.com - Dua terdakwa perdagangan 337,88 kilogram sisik trenggiling (Manis javanica) menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Sintang, Kalimantan Barat, Senin (12/2/2024).
Kedua terdakwa adalah Budiyanto dan Adrianus. Budiyanto merupakan pemilik dari sisik trenggiling, sementara Adrianus adalah perantara yang akan menjual sisik kepada seseorang berinisial S.
Sidang memiliki agenda pemeriksaan saksi dan dipimpin oleh Hakim Ketua M Zulqarnain. Tujuh orang saksi dihadirkan di persidangan tersebut.
Empat di antaranya berasal dari Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC) dan BKSDA Kalbar. Tiga orang lainnya merupakan saksi ahli yang memberikan keterangan mengenai perkara konservasi sumber daya alam.
Salah satu saksi ahli Teguh Yuwono mengatakan, jumlah trenggiling yang dibunuh untuk mengumpulkan 337,88 kilogram bisa mencapai 2.000 ekor.
"Untuk kasus ini, di mana ditemukan 337.8 kilogram [sisik trenggiling], ada sekitar 1.360 sampai 2.000-an ekor [yang dibunuh]," kata Teguh yang juga dosen di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada tersebut kepada Garda Animalia, Senin (12/2/2024).
Angka ini didasari oleh perhitungan bahwa satu kilogram sisik perlu disuplai oleh jasad empat sampai enam ekor trenggiling.
Sementara itu, pada persidangan terdakwa Budiyanto menyebutkan bahwa Ia mendapatkan sisik dengan harga antara Rp250 ribu sampai Rp500 ribu per kilogram. Ia berencana menjualnya dengan harga Rp1 juta per kilogram.
Menggunakan perhitungan ini, maka estimasi uang yang bisa diraup Budiyanto adalah lebih dari Rp337 juta rupiah.
Banyak Bagian Tubuh Dimanfaatkan
Teguh Yuwono menyebutkan, trenggiling menjadi sasaran yang sangat rentan bagi pemburu liar karena berbagai bagian tubuhnya dapat dimanfaatkan.
Pertama adalah sisik trenggiling. Bagian tubuh tersebut merupakan bahan dasar untuk membuat sabu-sabu. Kemudian dagingnya juga dianggap dapat menjadi obat.
"Harga daging trenggiling di pasaran lokal itu sekitar Rp500 ribu, tapi kalau sudah diekspor ke Tiongkok sama Taiwan, itu bisa sampai Rp1,9 juta," katanya.
Selain itu, tulang trenggiling juga ditengarai mampu menjadi obat. "Hampir semua bagian trenggiling itu katanya menurut mitos memang bermanfaat untuk kesehatan," sambung Teguh.
Kerentanan ini tidak berimbang dengan laju reproduksi trenggiling yang terbilang sangat lambat. Seekor trenggiling hanya dapat melahirkan satu ekor anak setiap tahunnya.
Selain itu, bentuk pertahanan trenggiling terhadap predator dengan menggulung dirinya justru membuatnya sangat mudah untuk ditangkap manusia.
"Kalau buat predator mungkin itu kan jadi susah dimakan, lalu ditinggal, tetapi buat manusia kan malah tinggal bawa karung, lalu dimasukkan," katanya.
Menurut Teguh, turunnya populasi trenggiling berpotensi menaikkan jumlah serangga hama bagi manusia. Hal ini berhubungan dengan pakan utama trenggiling yang berupa semut dan rayap.
"Kekhawatiran kami, kalau terjadi overpopulasi (kelebihan) dalam pengambilan trenggiling, maka nanti ekosistem akan terganggu dan hama pasti makin banyak," katanya.
Solusi terhadap Perdagangan Ilegal Sisik Trenggiling
Untuk menumpas aksi perdagangan ilegal sisik trenggiling, Teguh menekankan dua solusi penting. Pertama, adalah edukasi yang menurut Teguh dapat menjadi penjelas kepada masyarakat, khususnya yang tinggal di desa.
"Ada kemungkinan masyarakat, apalagi yang tinggal di kampung, mungkin tidak tahu [trenggiling] dilindungi. Pikirnya, ya, di sini [masih] banyak," katanya.
Hal ini senada dengan pengutaraan terdakwa Budiyanto yang banyak mendapatkan suplai trenggiling dari desa-desa di sekitar Kalimantan Barat.
Budiyanto mengumpulkan sisik dari Kecamatan Serawai, Kemangai, Ambalau, Tebidah, Nanga Mau di Kabupaten Sintang, serta Kecamatan Menukung dan Ela di Kabupaten Melawi.
Solusi kedua menurut Teguh adalah penegakan hukum. "Buat yang masih melanggar, kemudian harus diberikan penegakan hukum yang tegas. Tapi penegakan hukum itu setelah ada sosialisasi," katanya.

Belum Disetujui Kejati, Tuntutan Kasus Penjualan Sisik Trenggiling di PN Kisaran Batal Dibacakan
19/05/25
Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi
09/05/25
Ternyata Amir Simatupang Pernah Tawarkan Taring Harimau Seharga Rp50 Juta
06/05/25
Saksi Nyatakan Sisik Trenggiling Tidak Terdaftar sebagai Barbuk di Polres Asahan
02/05/25
Bukan hanya Sisik, Alex Tanyakan Kulit Harimau pada 2 Anggota TNI
02/05/25
Bripka Alfi Siregar ‘Amnesia’ di Pengadilan, Hakim Dorong Penetapannya jadi Tersangka
28/04/25
Masa Depan Durian Ternate dan Hewan Penyerbuknya

Hutan Hilang, Penyakit Datang: Hubungan Deforestasi dan Zoonosis

Belum Disetujui Kejati, Tuntutan Kasus Penjualan Sisik Trenggiling di PN Kisaran Batal Dibacakan

Di Balik Layar "Lobi-Lobi Lobster", Merekam Kebijakan Tutup-Buka Ekspor BBL

Bagaimana, sih, Kondisi Burung di Indonesia Saat Ini?

Celah Menahun Pelabuhan Tanjung Perak, 19 Elang Paria Gagal Diselundupkan

Ingin Ungkap Penyalahgunaan Elpiji, Polisi malah Temukan 10 Satwa Dilindungi

Seorang Pria di Thailand Ditangkap karena Jual Dua Bayi Orangutan

Tanah Haram untuk Kawanan Gajah di Kebun Ban Michelin

Penjara Gajah di Tepi Kebun Karet Ban Michelin

Kasus Anak Gajah Tertabrak Truk di Malaysia, Pembangunan Tak Boleh Hambat Pergerakan Gajah

Seri Macan Tutul Jawa: Riwayat para Kucing Besar Tanah Jawa

FATWA: Burung Wiwik yang Enggan Menetaskan Telurnya

Seri Macan Tutul Jawa: Gunung Favorit Para Pendaki di Habitat Macan Tutul Jawa

Perdagangkan Siamang, Pelaku Ditangkap di Bojonggede

Tiga Ekor Kanguru Tanah Diselundupkan di Pelabuhan Jayapura

Telaga Paring, Orangutan yang Terjebak Banjir Besar di Kalteng Berhasil Dilepasliarkan

Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi

Tiga Individu Baru Badak Jawa Terdeteksi di Ujung Kulon

Ternyata Amir Simatupang Pernah Tawarkan Taring Harimau Seharga Rp50 Juta
