Menjarah
Menjarah
Menjarah
Berita

Ungkap Jual Beli Organ Satwa, Gakkum Kalimantan Temukan Tengkorak Orangutan

1070
×

Ungkap Jual Beli Organ Satwa, Gakkum Kalimantan Temukan Tengkorak Orangutan

Share this article
Pada tahun 2021, Gakkum Kalimantan mengungkap lima kasus perdagangan satwa di Kalimantan Timur. Ditemukan tengkorak rangkong, orangutan, hingga kijang. | Foto: Kaltimkece
Pada tahun 2021, Gakkum Kalimantan mengungkap lima kasus perdagangan satwa di Kalimantan Timur. Ditemukan tengkorak rangkong, orangutan, hingga kijang. | Foto: Kaltimkece

Gardaanimalia.com – Sepanjang tahun 2021 kemarin, Balai Gakkum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kalimantan mengungkap lima kasus perdagangan organ tubuh satwa di Kalimantan Timur.

Hal ini bermula saat Gakkum Kalimantan mendapatkan laporan adanya perdagangan organ tubuh satwa di Facebook, dan setelah ditindaklanjuti, pihaknya berhasil mengantongi alamat pelaku di Kecamatan Sambutan, Samarinda.

pariwara
usap untuk melanjutkan

Dilansir dari Kaltimkece, Kamis (31/3), Gakkum Kalimantan mengirim tim menuju lokasi pada Oktober 2021, dan menemukan 8 tanduk rusa, 1 ekor penyu sisik yang telah diawetkan, 1 tengkorak rangkong, 1 tengkorak orangutan, 1 tengkorak kijang, 1 tengkorak owa, serta 15 kuku beruang.

“Itu hanya satu kasus dari lima kasus perdagangan satwa yang terjadi pada tahun lalu,” jelas Edward Hutapea, Kepala Gakkum Kalimantan, Senin (28/3).

Ia melanjutkan, dua kasus lainnya berhasil diungkap di Samarinda pada Juni 2021. Dari operasi yang dilakukan di dua kios penjual burung tersebut didapat 205 ekor burung cucak hijau, 17 ekor cililin, 1 ekor beo, dan 1 ekor gagak sulawesi.

Pada Mei 2021, tim Gakkum Kalimantan kembali menyita 16 ekor burung cucak hijau yang diduga akan diselundupkan ke Surabaya.

Menurut keterangannya, burung-burung tersebut ditemukan dalam kompartemen mesin kapal bermotor yang tengah bersandar di Pelabuhan Semayang, Balikpapan.

Kemudian pada Maret 2021, sebuah rumah di Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda digerebek akibat kedapatan menjual satwa ilegal di marketplace.

Akibatnya, Gakkum Kalimantan menyita 14 ekor cucak hijau, 48 ekor cililin, 3 ekor beo, serta 1 ekor burung kakatua sebagai barang bukti.

“Secara keseluruhan, perdagangan satwa di Kaltim didominasi jenis burung,” ujar Edward.

Berdasarkan pemantauan Gakkum, angka kasus perdagangan ilegal satwa liar (PISL) pada tahun 2021 mengalami kenaikan sebanyak tiga kasus (lebih banyak dari kasus sebelumnya).

Tahun 2020 silam, pihaknya hanya mengungkapkan dua kasus perdagangan burung dilindungi. Sedangkan pada tahun 2022 ini belum ada kasus yang berhasil terungkap.

PISL ini biasanya terjadi di dalam komunitas yang berkedok sebagai pencinta satwa. “Tim kami kerap menyelinap komunitas tersebut untuk mengungkap kasus,” lanjut Edward.

Kasus PISL memang bukan kasus yang mudah untuk ditindak. Pasalnya, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya tidak mengatur penindakan kasus sebelum terjadi transaksi jual beli.

“Sedangkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990, kalau ada yang membeli satwa, baru kami bisa menangkap,” paparnya.

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Kalimantan Timur, Ivan Yusfi menjelaskan bahwa permasalahan ini berasal dari hulu.

Artinya, jumlah petugas yang menjaga satwa di hutan terbilang sedikit dibandingkan dengan luas daratan Kalimantan Timur sehingga penjagaan menjadi tidak maksimal.

Selain itu, faktor yang menyebabkan masalah perdagangan satwa ini adalah kurangnya pengetahuan masyarakat akan status lindung satwa di hutan. Hal tersebut membuat kasus perdagangan dan perburuan terus terjadi.

“Jika tidak ada satwa, dampak negatif bisa muncul di tengah masyarakat. Jadi, jangan sampai kita baru tahu manfaatnya setelah satwa tidak ada,” papar Ivan.

Faktor terakhir yang menyebabkan terus terjadi perdagangan ilegal ini tentu saja karena adanya permintaan pasar, imbuh Kepala BBKSDA Kalimantan Timur tersebut.

Tingginya angka permintaan di pasar dan adanya lapak untuk memperdagangkan satwa menjadi faktor utama terjadinya perdagangan ilegal.

“Kalau penanganan di hilirnya, seperti keamanan di bandara dan pelabuhan, sudah cukup lumayan,” pungkasnya.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments