[caption id="attachment_24487" align="aligncenter" width="1600"] Burung cucak rawa (Pycnonotus zeylanicus). | Foto: Bernard DUPON/Wikimedia Commons[/caption]
Gardaanimalia.com - Sebagian orang mungkin mengenal cucak rawa lewat lirik lagu Cucak Rowo karya “The godfather of broken hearts” Didi Kempot.
Namun, sebagian lainnya mungkin justru mengenal cucak rawa sebagai burung kicau yang lebih sering dilihat di gantangan dibandingkan di alam, atau juga burung yang kerap ditemui di etalase-etalase pasar burung.
Lantas menjadi pertanyaan, apa itu burung cucak rawa dan bagaimana kondisinya sekarang?
Burung cucak rawa–cucak rowo dalam bahasa Jawa–atau disebut barau-barau dalam bahasa melayu, memiliki nama ilmiah Pycnonotus zeylanicus.
Ia termasuk dalam ordo Passeriformes atau burung pengicau dengan marga Pycnonotus.
Tubuhnya berukuran 28 sampai 29 sentimeter, dengan ciri-ciri bulu di sisi atas seperti penutup kepala dan penutup telinga berwarna jingga, paruh hitam dengan dagu putih, dan ekor kehijauan. Sementara dadanya berwarna abu-abu bergaris putih.
Berdasarkan daerah sebarannya, burung ini biasa ditemukan di Pulau Sumatra, Kalimantan, dan Jawa bagian barat.
Konon, dahulu ia dapat dijumpai secara bergerombol dan bersembunyi di hutan tua, sekunder, semak belukar yang dekat dengan air, sungai, rawa atau alang-alang.
Di alam, satwa liar ini suaranya lebih berat dan keras ketimbang cucak atau merbah yang lain.
Ia hidup dengan memangsa aneka serangga, siput air dan buah-buahan.
Kini, karena rusaknya habitat dan eksploitasi yang berlebihan, menurut Sri Panujo Karso (2006), burung cucak rawa menjadi semakin langka dan punah jika terus diburu((Iswantoro. 2008. Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama. Konservasi dan Peluang Bisnis dalam Penangkaran Burung Cucakrawa. Vol IX No. 1. Hal. 57-70.)).
Dianggap Bernilai lewat Nominal Rupiah
[caption id="attachment_24488" align="aligncenter" width="750"]
Cucak Rawa dan Budaya Jawa
Menurut Biodiversity Conservation Officer Burung Indonesia Achmad Ridha Junaid, alasan cucak rawa marak dicari karena ia memiliki suara merdu yang memikat penghobi burung sangkar. "Sejarah pemeliharaan burung cucak rawa ini sudah mengakar sekali di budaya orang Jawa sehingga sulit dilepaskan dari kebiasaan orang Indonesia juga. Karena banyak yang meminatinya, akhirnya cucak rawa diburu, ditangkarkan, dan diperdagangkan," kata pria yang akrab disapa Ridha kepada Garda Animalia. Di sisi lain, terdapat asosiasi kuat dengan status sosial seseorang di masa lalu jika memeliharanya. "Konon, orang-orang yang pelihara cucak rawa cuma orang-orang yang punya status sosial tinggi. Dari sini pun akhirnya popularitas cucak rawa naik," katanya. Ia menjelaskan dengan adanya keterkaitan budaya yang mengakar, dan pelakunya adalah orang-orang di Pulau Jawa, maka tidak heran populasi cucak rawa di Pulau Jawa punah terlebih dahulu. "Di Indonesia, cucak rawa ini cuma bisa ditemukan secara alami di Pulau Sumatra, pun sudah langka sekali," tukasnya. Musuh alami sang burung adalah ular dan binatang hutan. Namun, di era sekarang, musuh paling berbahaya adalah ulah manusia, kata Ridha.Critically endangered, tetapi Tidak Dilindungi
Di Indonesia, burung cucak rawa tidak termasuk burung yang dilindungi. Padahal menurut rilis IUCN Red List tahun 2021, Pycnonotus zeylanicus berstatus critically endangered atau terancam punah dengan hanya tersisa 600 sampai 1.700 individu saja dengan penurunan populasi melebihi 80 persen dalam 15 tahun saja. Ridha menjelaskan, dalam kategori IUCN Red List, burung ini sudah masuk ke dalam tahapan akhir sebelum kategori punah di alam. "Dari lima kriteria umum, setidaknya burung cucak rawa ini memenuhi dua kriteria, yakni penurunan populasi yang signifikan dan distribusi geografis yang terbatas." kata Ridha. Penangkapan liar untuk perdagangan burung kicau yang sangat populer di Asia Tenggara menyebabkan penurunan populasi spesies lebih dari 50 persen. "Tekanan dari perburuan ilegal terus berlangsung dan menempatkan spesies ini pada risiko tinggi untuk punah, jika tidak ada upaya konservasi yang efektif," katanya. Belum lagi ancaman dari hilangnya habitat di alam. Hutan dan rawa yang merupakan habitat alaminya telah berkurang karena konversi lahan menjadi pertanian dan pembangunan.Keluar-Masuk Status Perlindungan
[caption id="attachment_24489" align="aligncenter" width="1200"]