Menjarah
Menjarah
Menjarah
Edukasi

Cucak Rawa: Eksis di Gantangan, Selangkah menuju Punah di Alam

344
×

Cucak Rawa: Eksis di Gantangan, Selangkah menuju Punah di Alam

Share this article
Burung cucak rawa (Pycnonotus zeylanicus). | Foto: Bernard DUPON/Wikimedia Commons
Burung cucak rawa (Pycnonotus zeylanicus). | Foto: Bernard DUPON/Wikimedia Commons

Gardaanimalia.com – Sebagian orang mungkin mengenal cucak rawa lewat lirik lagu Cucak Rowo karya “The godfather of broken hearts” Didi Kempot.

Namun, sebagian lainnya mungkin justru mengenal cucak rawa sebagai burung kicau yang lebih sering dilihat di gantangan dibandingkan di alam, atau juga burung yang kerap ditemui di etalase-etalase pasar burung.

Lantas menjadi pertanyaan, apa itu burung cucak rawa dan bagaimana kondisinya sekarang?

Burung cucak rawa–cucak rowo dalam bahasa Jawa–atau disebut barau-barau dalam bahasa melayu, memiliki nama ilmiah Pycnonotus zeylanicus.

Ia termasuk dalam ordo Passeriformes atau burung pengicau dengan marga Pycnonotus.

Tubuhnya berukuran 28 sampai 29 sentimeter, dengan ciri-ciri bulu di sisi atas seperti penutup kepala dan penutup telinga berwarna jingga, paruh hitam dengan dagu putih, dan ekor kehijauan. Sementara dadanya berwarna abu-abu bergaris putih.

Berdasarkan daerah sebarannya, burung ini biasa ditemukan di Pulau Sumatra, Kalimantan, dan Jawa bagian barat.

Konon, dahulu ia dapat dijumpai secara bergerombol dan bersembunyi di hutan tua, sekunder, semak belukar yang dekat dengan air, sungai, rawa atau alang-alang.

Di alam, satwa liar ini suaranya lebih berat dan keras ketimbang cucak atau merbah yang lain.

Ia hidup dengan memangsa aneka serangga, siput air dan buah-buahan.

Kini, karena rusaknya habitat dan eksploitasi yang berlebihan, menurut Sri Panujo Karso (2006), burung cucak rawa menjadi semakin langka dan punah jika terus diburu[1]Iswantoro. 2008. Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama. Konservasi dan Peluang Bisnis dalam Penangkaran Burung Cucakrawa. Vol IX No. 1. Hal. 57-70..

Dianggap Bernilai lewat Nominal Rupiah

Dua pelaku pencurian burung cucak rawa. | Foto: Wisang Seto Pangaribowo/Kompas.com
Dua pelaku pencurian burung cucak rawa. | Foto: Wisang Seto Pangaribowo/Kompas.com

Pada 16 Februari 2023, dua pria berinisial SUR dan DH dihajar massa di Yogyakarta.

Bukan tanpa sebab, keduanya mencuri burung cucak rawa yang dijemur oleh pemiliknya[2]Paribowo, Wisang Seto, Dita Angga Rusiana. 2023. Curi Burung Cucak Rowo Seharga Rp 25 Juta, Pria di Yogyakarta Dihajar Massa. Diakses pada 27 Agustus 2024..

“Korban menjemur beberapa burung di halaman rumahnya, salah satunya, yaitu burung cucak rawa ini. Kemudian dua orang pelaku itu mendekat ke halaman dan mengambil burung tersebut,” kata Kapolsek Mantrijeron Yogyakarta Kompol Rapiqoh kepada Kompas.

Ropiqoh menjelaskan bahwa kedua pelaku ini merupakan spesialis pencuri burung dan pernah mendekam di LP Pajangan Bantul karena sebelumnya juga mencuri burung.

Menurut penuturan korban Sunarso, burung cucak rawa yang ia miliki itu bernilai Rp25 juta.

Popularitas burung ini menjadikannya komoditas yang terus menerus diburu.

Handy Tyan Aristya, seorang pedagang burung cucak rawa asal Mojokerto mengaku bahwa di antara burung-burung yang ia punya, cucak rawa yang paling menguntungkan.

“Dari cucak rawa yang saya pelihara sejak 2016, setiap 8 sampai 10 hari saya bisa memanen telurnya,” kata Tyan kepada Radar Mojokerto, 2020 silam[3]Chariris, Moch. 2020. Telur Cucakrawa Baru Menetas, Para Pembeli Sudah Mengantre. Diakses pada 27 Agustus 2024..

“Setelah menggunakan perangkat oven selama 15 hari, anakan cucak rawa sudah ditunggu pembeli.”

Tyan mengaku harga satu jodoh anakan cucak rawa senilai Rp10 juta. Tak jarang telur yang baru menetas, langsung dibeli oleh pelanggan yang antri.

“Saya banderol Rp1,5 juta sampai Rp2 juta,” tukasnya.

Tingginya permintaan pasar membuat nasib cucak rawa di alam semakin pelik.

Di Pulau Jawa bagian barat, dalam jurnal Iswantoro (2008), cucak rawa sudah sangat langka dan mungkin sudah punah.

Jika menemukan salah satunya di Pulau Jawa, maka dapat dipastikan ia berasal dari tempat lain.

Cucak Rawa dan Budaya Jawa

Menurut Biodiversity Conservation Officer Burung Indonesia Achmad Ridha Junaid, alasan cucak rawa marak dicari karena ia memiliki suara merdu yang memikat penghobi burung sangkar.

“Sejarah pemeliharaan burung cucak rawa ini sudah mengakar sekali di budaya orang Jawa sehingga sulit dilepaskan dari kebiasaan orang Indonesia juga. Karena banyak yang meminatinya, akhirnya cucak rawa diburu, ditangkarkan, dan diperdagangkan,” kata pria yang akrab disapa Ridha kepada Garda Animalia.

Di sisi lain, terdapat asosiasi kuat dengan status sosial seseorang di masa lalu jika memeliharanya.

“Konon, orang-orang yang pelihara cucak rawa cuma orang-orang yang punya status sosial tinggi. Dari sini pun akhirnya popularitas cucak rawa naik,” katanya.

Ia menjelaskan dengan adanya keterkaitan budaya yang mengakar, dan pelakunya adalah orang-orang di Pulau Jawa, maka tidak heran populasi cucak rawa di Pulau Jawa punah terlebih dahulu.

“Di Indonesia, cucak rawa ini cuma bisa ditemukan secara alami di Pulau Sumatra, pun sudah langka sekali,” tukasnya.

Musuh alami sang burung adalah ular dan binatang hutan. Namun, di era sekarang, musuh paling berbahaya adalah ulah manusia, kata Ridha.

Critically endangered, tetapi Tidak Dilindungi

Di Indonesia, burung cucak rawa tidak termasuk burung yang dilindungi.

Padahal menurut rilis IUCN Red List tahun 2021, Pycnonotus zeylanicus berstatus critically endangered atau terancam punah dengan hanya tersisa 600 sampai 1.700 individu saja dengan penurunan populasi melebihi 80 persen dalam 15 tahun saja.

Ridha menjelaskan, dalam kategori IUCN Red List, burung ini sudah masuk ke dalam tahapan akhir sebelum kategori punah di alam.

“Dari lima kriteria umum, setidaknya burung cucak rawa ini memenuhi dua kriteria, yakni penurunan populasi yang signifikan dan distribusi geografis yang terbatas.” kata Ridha.

Penangkapan liar untuk perdagangan burung kicau yang sangat populer di Asia Tenggara menyebabkan penurunan populasi spesies lebih dari 50 persen.

“Tekanan dari perburuan ilegal terus berlangsung dan menempatkan spesies ini pada risiko tinggi untuk punah, jika tidak ada upaya konservasi yang efektif,” katanya.

Belum lagi ancaman dari hilangnya habitat di alam. Hutan dan rawa yang merupakan habitat alaminya telah berkurang karena konversi lahan menjadi pertanian dan pembangunan.

Keluar-Masuk Status Perlindungan

Spesimen Pycnonotus zeylanicus. | Foto: Naturalis Biodiversity Center/Wikimedia Commons
Spesimen Pycnonotus zeylanicus. | Foto: Naturalis Biodiversity Center/Wikimedia Commons

Status perlindungan burung cucak rawa pun cukup pelik dan menimbulkan kontroversi.

Sejak awal penerbitan daftar tumbuhan dan satwa liar dilindungi melalui PP Nomor 7 Tahun 1999, burung ini tidak termasuk dilindungi.

Namun, dalam revisi pertama undang-undang ini pada 2018 lalu, cucak rawa sempat masuk dalam satwa dilindungi.

“Tapi tidak berlangsung lama, cuma berselang dua bulan, peraturan baru ini kemudian langsung direvisi lagi oleh KLHK menjadi Peraturan Menteri LHK Nomor P.92 Tahun 2018. Di peraturan ini ada lima spesies burung yang dikeluarkan dari daftar dilindungi, salah satunya cucak rawa,” jelas Ridha.

Alasan dikeluarkannya cucak rawa dan empat spesies burung lain, menurut Ridha, karena ada penolakan besar-besaran dari kalangan penangkar burung, penyelenggara lomba burung kicau, dan pengiat lomba burung kicau.

“Mereka khawatir kalau cucak rawa dan beberapa spesies lainnya dilindungi, maka mereka tidak bisa lagi melombakan spesies itu. Karena KLHK tidak kuat argumennya, mereka akhirnya kalah dari kalangan yang layangkan penolakan itu. akhirnya diubah deh menjadi P92.”

5 1 vote
Article Rating

Referensi[+]

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments