Kelana Sanggabuana, Memantau Burung Migrasi dari Utara Bumi

Hasbi
3 min read
2024-10-31 16:19:44
Iklan
Belum ada deskripsim Lorem ipsum dolor sit amet, corrupti tempore omnis esse rem.



Gardaanimalia.com - Puluhan kaki itu menderap langkah di tanah yang basah. Pada Sabtu (26/10/2024), mereka datang ke punggung Gunung Sanggabuana, Karawang berbekal satu misi: memantau burung raptor yang bermigrasi dari utara bumi.

Perjalanan ini diselenggarakan oleh Burung Indonesia, sebuah organisasi konservasi pelestarian burung liar yang berpusat di Kota Bogor, Jawa Barat bekerja sama dengan Sanggabuana Conservation Foundation (SCF).

Para peserta menyiapkan kelengkapannya masing-masing. Ada yang memegang kamera lensa tele berlaras panjang, ada juga yang membawa teropongnya sendiri. Tak lupa buku panduan untuk memahami jenis-jenis burung.

Mentari mulai beranjak ke atas kepala. Kami bergerak menuju sebuah air terjun bernama Curug Cikoleangkak melalui jalan setapak. Jalannya dipenuhi bebatuan besar, lengkap dengan semak belukar dan beberapa pohon tumbang yang menghalangi perjalanan kami.

Kami bergerak perlahan. Sekadar mengambil foto, atau menikmati suara burung yang berkeliaran di hutan. Pemandu perjalanan kami menjelaskan jenis-jenis burung yang ada di sekitar kami dengan mengidentifikasi suaranya.

Bertemu Burung Elang Hitam




Kami sampai di perhentian pertama. Gunung dan pepohonan rimbun terhampar di sana. Sebuah tempat dengan pemandangan cantik yang membentang dan memperlihatkan dengan jelas Kabupaten Karawang.

Kami pun menyiapkan alat terbaik kami untuk memantau burung-burung migrasi yang akan lewat.

Ternyata benar, seekor burung elang hitam (Ictinaetus malayensis) tengah bermain-main di punggung gunung dari kejauhan.

Beberapa orang sigap mengambil kamera jarak-jauhnya. Sedangkan sebagian lain yang tidak membawa kamera, meneropong sang burung raptor yang mengangkasa.

Burung raptor yang kami lihat ternyata salah satu burung yang bermigrasi dari utara. Bisa jadi dari Alaska, Rusia atau Tiongkok. Dalam perjalanan jauh tersebut, ia melalui jalur terbang yang disebut East Asia-Australia Flyway.

Sang elang bergerak dari tempat asalnya melalui Semenanjung Malaya. Perlahan ia bergerak ke Pulau Sumatra hingga menyeberang ke Pulau Jawa.

Tujuannya adalah mencari makan karena di tempat asalnya telah memasuki musim gugur dan dingin, sehingga pasokan makanan semakin menipis.

Dengan gagah ia meluncur di hutan-hutan. Tak nampak jelas jika hanya dengan mata telanjang. Lensa tertuju pada sang elang yang jaraknya sekira sepuluh kilometer dari tempat kami berdiri.

Beberapa orang mendapati foto sang burung. Beberapa lain menghela napas karena tidak mendapatkan rekaman sang burung.

Kami pun bergerak menuju curug untuk mendapatkan materi dan penjelasan selanjutnya.

Mereka Bermigrasi untuk Mencari Makan




Pria itu berpakaian seperti koboi konservasi di film-film. Kacamatanya menutupi garis mata yang lugas, lengkap dengan bucket hat dan kemeja panjang berwarna krem.

Namanya adalah Achmad Ridha Junaid, seorang Biodiversity Conservation Officer dari Burung Indonesia. Tubuhnya tinggi tegap seperti orang Indonesia pada umumnya.

Ia menyapa belasan peserta yang hadir. Sorai bergemuruh. Lantas bertanya burung-burung apa saja yang mereka temukan selama perjalanan. Beberapa peserta menjelaskan burung-burung yang ia temukan, sisanya hanya mendengar suaranya saja.

"Burung raptor pada dasarnya adalah burung pemangsa. Ia terbagi dua, yakni kelompok burung elang dan kelompok burung hantu," Ridha mulai menjelaskan.

Burung-burung bermigrasi ini, menurutnya, adalah burung yang berpindah dari tempat asalnya, dengan alasan yang paling umum karena sedikitnya makanan dan menghindari musim dingin di tempat asalnya.

Migrasi ini tidak hadir setiap hari, melainkan satu kali saja dalam setahun. Dalam Kelana Sanggabuana yang para peserta ini hadiri, mereka fokus kepada burung elang yang bisa datang pada pagi dan sore hari.

Ridha menjelaskan bahwa ada keterhubungan antara wilayah-wilayah di bagian Asia Timur hingga Selandia Baru, sehingga menjadi kesatuan jalur migrasi dan Indonesia menjadi pusat jembatan penghubung antara Asia dan Australia.

Jalur tersebut menyambung sebagian wilayah Alaska, kemudian Rusia bagian timur, Tiongkok, Laos, Myanmar, Thailand, Indonesia hingga Australia dan Selandia Baru.

"Salah satu dari tujuh jalur migrasi burung di seluruh dunia. Indonesia ini menjadi penting karena menjadi tempat sebagian besar burung bermigrasi, beristirahat, juga menghabiskan waktunya selama musim dingin di tempat asalnya," kata dia.



Ia menjelaskan bahwa pada umumnya burung-burung tersebut menghabiskan sekitar tiga sampai lima bulan di Indonesia.

Ketika musim semi tiba di kampung halamannya, mereka lantas kembali menuju tempat asalnya untuk berkembang biak.

Mereka dapat terbang cukup jauh karena merekalah top predator. Artinya, tidak ada kekhawatiran terhadap predator lain yang ada di sana, seperti burung-burung residen.

Namun, dalam perjalanan panjang tersebut, mereka melakukan efisiensi energi. Ia memanfaatkan panas bumi untuk mengambil ancang-ancang dengan meminimalisir kepakan sayap.

"Contohnya elang-ular bido, ia berputar-putar di lembahan untuk menghemat energinya. Sembari mencari makan, sampai pada ketinggian tertentu, ia melakukan gliding ke arah timur," jelas Ridha.

Berbeda dengan elang, burung-burung hutan memanfaatkan energinya untuk bermigrasi. Sebelum take-off ia akan mulai makan sebanyak-banyaknya–hingga beratnya dua sampai tiga kali lipat.

Sampai di Indonesia, mereka akan makan banyak lagi untuk kembali ke tempat asalnya.

Tentunya mereka akan dihadapi beragam tantangan ketika bermigrasi. Ketika mereka terbang ke selatan, mereka berharap mendapat makanan di sana.

"Nah, kemudian yang jadi permasalahan di Indonesia adalah hilangnya habitat atau telah banyak mengalami perubahan. Tempat persinggahan burung-burung bermigrasi ini menjadi hilang," kata Ridha.

Ridha mencontohkan burung air yang bermigrasi. Mereka adalah spesies yang membutuhkan area mangrove atau pesisir pantai untuk mendapat makanan. 

Namun, area ini telah banyak mengalami degradasi yang mengancam kelestariannya. Berubah menjadi tambak udang, misalnya.

Selain itu, bagi burung hutan yang bermigrasi, ancaman yang akan ia alami adalah polusi cahaya. Karena mereka bergerak secara masif di malam hari, cahaya alami akan menjadi penanda tujuan migrasi.

"Tak sedikit karena masifnya pembangunan, mengecoh tujuan banyak burung yang mengalami salah tujuan. Risiko yang akan dihadapinya adalah ketersediaan makanan, ketika tidak cukup untuk kembali, peluang ‘tak bisa kembali’ ke tempat asalnya itu ada," jelas Ridha.

Selain itu, bencana-bencana lain seperti kebakaran hutan dapat membuat burung-burung tersebut gagal bermigrasi.

Habitat yang hilang, juga polusi dapat mempengaruhi psikologis dan kesehatan burung. Asap yang tebal dapat membuatnya hilang arah.

Juga, penangkapan yang dilakukan secara masif oleh manusia, baik untuk konsumsi maupun perdagangan mengancam keberadaan dan populasi burung-burung tersebut.

Birdwatching Bisa Dilakukan Siapa Saja




Kami pun bergegas menuju Puncak Sempur, salah satu tempat terbaik untuk memantau burung raptor. Puncaknya cukup luas dengan gunung-gunung yang membentang di hadapan kami.

Tak sedikit peserta yang mengaku bahwa ini pengalaman pertama dalam birdwatching atau  pemantauan burung liar di habitatnya.

Kegiatan ini tampak sulit dijalani, tetapi ternyata dapat dilakukan oleh pemula.

Menurut Ridha, pemantauan burung ini bisa menjadi hobi yang menarik dan membantu upaya-upaya konservasi dari satwa liar di habitatnya. 

Ia mencontohkan sebuah game yang pernah viral pada 2016, Pokemon Go. Di mana sang pemain perlu berjalan dan berkeliling areanya untuk menangkap Pokemon virtual yang ada di layar gawai.

"Pernah main itu? Bagi saya birdwatching itu mirip-mirip dengan Pokemon Go. Motivasi saya birdwatching itu adalah menemukan burung sebanyak mungkin. Jadi, jika ada publik yang tertarik mengamati burung, dicoba saja karena ini adalah hobi yang menyehatkan," kata dia.

Karena dalam prosesnya, kita juga mesti berjalan kaki untuk menemukan burung-burung yang lain. Semacam kardio dan menyehatkan jantung.

Tahap pertama untuk mengawalinya, Ridha menyarankan agar melakukan pemantauan di taman-taman kota. 

Jika sudah temukan semua burung di sana, baru bergerak ke wilayah-wilayah preserve seperti taman wisata alam atau daerah dengan elevasi tinggi.

"Contohnya seperti Kebun Raya Cibodas. Kita bisa mengamati burung-burung khas elevasi tinggi dan menambah keragaman burung yang kita lihat," kata dia.

Secara teknis kita dapat berinvestasi pada buku-buku panduan, kemudian alat pemantauan seperti binokuler. Apalagi kini kegiatan birdwatching dapat dimudahkan oleh banyak aplikasi field guide.

Sedangkan tempat-tempat terbaik untuk mengamati burung migrasi dari utara ini dapat ditemukan di beberapa tempat. Sebab di Indonesia, terdapat semacam area perlintasan menyempit dari rute persebaran burung tersebut atau yang disebut bottleneck.

Semisal di Sumatra, tempat terbaik untuk memantau burung-burung tersebut adalah di Kepulauan Riau karena bersinggungan langsung dengan jalur migrasi burung dari Semenanjung Malaya. Selain itu, ada juga di Lampung.

Sedangkan di Jawa, kita dapat melihat bottleneck itu di Banten dan Banyuwangi.

Menurut Ridha, salah satu tempat favorit peneliti untuk melakukan pemantauan ada di kota-kota tersebut.

Jika pemantauan melalui jalur migrasi burung Oseanik, tempat terbaik untuk melakukan pemantauan adalah Pulau Sangihe, Sulawesi Utara.

"Kami di sana juga mengajak masyarakat untuk melakukan pengamatan burung migrasi, termasuk burung raptor. Ada ratusan, bahkan ribuan burung raptor seperti elang-alap cina (Accipiter soloensis), elang-alap nipon (Accipiter gularis), sikep madu asia (Pernis platorynchus), hingga baza hitam (Aviceda leuphotes) pun ada," tukas Ridha.

Lamat-lamat surya perlahan turun ke ufuk barat. Kami pun bergegas turun dari Puncak Sempur, Gunung Sanggabuana, melewati jalan setapak yang curam dan penuh belukar.  

Ridha pun menutup percakapan kepada Garda Animalia. Beberapa burung raptor seperti elang hitam dan alap-alap cina melintas dalam binokuler kami. Terbang dan menjauh setelah asik bermain-main di punggung gunung.

Bagaimana, apakah kamu tertarik untuk mengamati burung liar dari habitatnya langsung?

Tags :
burung indonesia burung migrasi raptor pengamatan burung birdwatching pengunungan sanggabuana migrasi raptor burung pemangsa
Writer: Hasbi
Pos Terbaru
Orangutan Viral di Kawasan Tambang Akhirnya Dievakuasi
Orangutan Viral di Kawasan Tambang Akhirnya Dievakuasi
Berita
17/02/25
Beruang Madu di Perbebunan, BKSDA: Itu Habitatnya
Beruang Madu di Perbebunan, BKSDA: Itu Habitatnya
Berita
17/02/25
Konflik Gajah di Aceh Barat Terulang, Perubahan Habitat Menyulitkan Penghalauan
Konflik Gajah di Aceh Barat Terulang, Perubahan Habitat Menyulitkan Penghalauan
Berita
15/02/25
Akhirnya, Enam Pemburu Badak Jawa Divonis 11 dan 12 Tahun Penjara
Akhirnya, Enam Pemburu Badak Jawa Divonis 11 dan 12 Tahun Penjara
Berita
15/02/25
Dikirim Tanpa Dokumen, 67 Satwa Diamankan di Pelabuhan Tanjung Priok
Dikirim Tanpa Dokumen, 67 Satwa Diamankan di Pelabuhan Tanjung Priok
Berita
14/02/25
Memisahkan dengan Jelas: Pemeliharaan Satwa Liar Bukan Penyelamatan!
Memisahkan dengan Jelas: Pemeliharaan Satwa Liar Bukan Penyelamatan!
Opini
13/02/25
Tiga Orangutan Kelaparan Mencari Makan di Kebun Sawit, BKSDA Lakukan Pemantauan
Tiga Orangutan Kelaparan Mencari Makan di Kebun Sawit, BKSDA Lakukan Pemantauan
Berita
13/02/25
Harimau yang Masuk Kandang Jebak di Aceh Timur akan Direlokasi
Harimau yang Masuk Kandang Jebak di Aceh Timur akan Direlokasi
Berita
13/02/25
Lagi, Seekor Dugong Mati Terdampar di Kupang
Lagi, Seekor Dugong Mati Terdampar di Kupang
Berita
10/02/25
Relasi Harmonis Gajah-Manusia dalam Sejarah dan Tradisi Budaya di Aceh
Relasi Harmonis Gajah-Manusia dalam Sejarah dan Tradisi Budaya di Aceh
Edukasi
07/02/25
Pagar Terbuka! 15 Rusa Timor Berlari Bebas di TN Baluran
Pagar Terbuka! 15 Rusa Timor Berlari Bebas di TN Baluran
Berita
07/02/25
Dagangkan Cula Badak dan Gading Gajah, Dua Terdakwa Divonis 4 Tahun
Dagangkan Cula Badak dan Gading Gajah, Dua Terdakwa Divonis 4 Tahun
Berita
06/02/25
Terjerat Jaring, Lumba-Lumba di Kenjeran Berhasil Kembali ke Laut
Terjerat Jaring, Lumba-Lumba di Kenjeran Berhasil Kembali ke Laut
Berita
06/02/25
Bayi Bekantan Terpisah dari Induk, Diduga karena Habitat Rusak
Bayi Bekantan Terpisah dari Induk, Diduga karena Habitat Rusak
Berita
06/02/25
Kesalahan Penanganan Diduga Sebabkan Kematian Orangutan yang Tersengat Listrik
Kesalahan Penanganan Diduga Sebabkan Kematian Orangutan yang Tersengat Listrik
Berita
05/02/25
Cegah Zoonosis, Pengamatan Tidak Langsung Manfaatkan Ekolokasi Kelelawar Pemakan Serangga
Cegah Zoonosis, Pengamatan Tidak Langsung Manfaatkan Ekolokasi Kelelawar Pemakan Serangga
Edukasi
05/02/25
Petugas Amankan 30 Kilogram Sisik Trenggiling di Atas Kapal Cepat
Petugas Amankan 30 Kilogram Sisik Trenggiling di Atas Kapal Cepat
Berita
04/02/25
Soa Payung, Kadal dengan Leher Berjumbai yang Unik
Soa Payung, Kadal dengan Leher Berjumbai yang Unik
Edukasi
03/02/25
Dugong Fitri yang Terjerat Jaring Berhasil Dilepasliarkan
Dugong Fitri yang Terjerat Jaring Berhasil Dilepasliarkan
Berita
03/02/25
Gajah Betina Berusia 8 Tahun Ditemukan Mati di Aceh Timur
Gajah Betina Berusia 8 Tahun Ditemukan Mati di Aceh Timur
Berita
03/02/25