Mengapa Kita Masih Gagal Melindungi Kelestarian Alam?

3 min read
2021-09-03 15:03:23
Iklan
Belum ada deskripsim Lorem ipsum dolor sit amet, corrupti tempore omnis esse rem.



Gardaanimalia.com - Di bawah terik matahari di pengujung musim panas yang tidak menentu ini, Sumini diam terpaku mengepit kedua tangan di antara lutut. Ia menyaksikan satu per satu pohon yang mengisut bersamanya bergiliran tumbang tergolek menemui ajal. Akar-akar kuat tercabut dari genggamannya yang menghunus jauh ke jantung tanah. Sorotan mata bersiap memberi aba-aba tanda dimulainya pertunjukkan orkestra sekelompok perangai-perangai hamba titahan sang dirigen, dengan dipandu kepasifan tuan mandor menyiratkan ketenangan yang mengerikan.

Pekingan sinso mengalun perlahan namun pasti merenggut hidup sang pohon berbalas guruhan monoton mesin pengeruk yang turut peran mengatur larik irama disusul cucuran keringat hitam yang jatuh membekas menciptakan simfoni singkat, kini, kanopi-kanopi lebat yang rimbun itu telah tiada. Pembabatan hutan dan alih fungsi lahan yang masif dilakukan oleh kapitalisme mencuatkan kembali. Kegagalan demi kegagalannya dalam mengatasi krisis lingkungan yang kian hari makin merisaukan.

Sepenggal potret keadaan yang telah kita ketahui kebenarannya niscaya akan dan tengah terjadi pada saat ini memperlihatkan bahwa manusia aktif mengubah bentang alam untuk memenuhi kebutuhan hidup. Berawal dari usaha perekayasaan alat produksi guna meringankan pekerjaan dan efisiensi terhadap kerja manusia, memicu peralihan corak produksi yang mulanya didasarkan pada tenaga kerja hewan dan manusia lalu berganti menjadi tenaga mesin. Sehingga, barang yang dihasilkan pun dapat berjumlah banyak dengan memangkas waktu produksi lebih cepat.

Perubahan berkembang pesat semenjak revolusi industri pada periode tahun 1790 silam yang kemudian berpengaruh bagi sosial politik dan ekonomi. Hal ini menjadi sebuah titik pijak meningkatnya aktivitas industri yang tidak terkendali dalam mengeruk, mengolah dan mendistribusikan sumber daya alam secara eksploitatif. Mengapa demikian? Seperti dua kutub berbeda namun terpaut satu sama lain untuk melakukan industrialisasi dibutuhkan kecukupan modal yang tidak sedikit maka kapitalis hadir di dalamnya.

Kapitalisme memfokuskan diri pada orientasi laba yang tindak-tanduk nya memiliki ciri khas yaitu pertumbuhan sehingga kapitalis dituntut melakukan efisiensi tenaga kerja dan pengoptimalan produktivitas pada kegiatan usahanya. Tujuannya menghasilkan pertumbuhan dari segi keuntungan laba maupun bentuk ekspansi usaha yang mengharuskan membuka pasar termasuk sumber-sumber energi baru.

Pertumbuhan tentu tidak dapat terjadi begitu saja, melainkan dalam hal ini dimungkinkannya peran serta pemerintah sebagai kepentingan untuk mendorong terjaminnya pertumbuhan tersebut. Dengan didukung melalui produk kebijakan maupun hukum manakala nantinya berdampak pada pemasukan daerah untuk peningkatan kapasitas dan pelayanan publik.

Selain itu permintaan pasar yang tinggi adalah prasyarat suatu pertumbuhan, karena selaras meningkatnya permintaan pasar maka semakin tinggi pula barang yang akan dihasilkan. Tak heran prinsip ini pun diwujudkan secara khusus dalam pola hidup yang konsumtif terhadap suatu komoditas memaksa kita untuk terus-menerus menggunakan plastik. Hingga tanpa disadari kebiasaan ini telah mengakar ke sendi-sendi kehidupan.

Baca juga: Mengenal Genus Corvus: Burung Gagak yang Cerdas dan Setia

Di saat yang bersamaan dengan terdongkraknya suatu kegiatan produksi menyebabkan kebutuhan untuk memenuhi permintaan pasar semakin melonjak. Oleh sebab itu agar tungku besi tetap mengepul sumber energi fosil tak terbaharukan pun menjadi pilihan utama dan memainkan peran dominan seperti batu bara, minyak dan gas selain murah tentu dapat menekan ongkos produksi.

Pada tahun 2019 sekitar 84% energi primer berasal dari batubara, minyak dan gas tentu penggunaan bahan bakar fosil ini merupakan pemicu naik nya suhu bumi. Di saat kegiatan tersebut menghasilkan gas emisi terutama Karbondioksida (CO2) lalu lepas dan terperangkap di lapisan atmosfer yang paparannya semakin terus-menerus memanaskan bumi melalui proses yang sering kita sebut efek rumah kaca. Merujuk data Global Carbon Project sejak tahun 1751, dunia telah mengeluarkan lebih dari 1,5 triliun ton CO2 dan Amerika Serikat bertanggung jawab atas 25% emisi CO2 yang hingga saat ini menghasilkan sekitar 400 miliar ton sejak tahun 1751.

Lantas jika emisi ini tetap berlanjut maka lebih 80% gletser akan mencair pada akhir abad ini yang menyebabkan muka air laut meningkat. Tentu hal tersebut adalah efek domino dari timbulnya dampak signifikan yang berimplikasi tidak seimbangnya ekosistem kehidupan, naiknya suhu dan permukaan air laut, yang dalam 50 tahun terakhir 3 kali lebih cepat serta perubahan iklim.

Fenomena ini pun mengancam nasib makhluk hidup di muka bumi termasuk satwa liar. Mereka tersingkir dan lalu punah satu per satu. Sebut saja burung kenari (canary). Spesies ini umum dipergunakan sebagai sistem peringatan dini penanda adanya gas beracun pada wilayah penambangan batu bara karena jenis burung ini yang cukup peka terhadap gas dan dapat mati lebih cepat jika  karbon monoksida, metana atau karbondioksida melebihi ambang batas muncul di dalam penambangan.

Satwa sebagai indikator terhadap perubahan lingkungan dapat memberikan banyak petunjuk letak penyebab kerusakan alam melalui perilaku dan menurunnya populasi yang menjadi peringatan bagi kita. Contoh lainnya adalah burung laut yang merupakan salah satu predator tingkat atas. Burung ini setiap tahunnya bermigrasi melakukan perjalanan antara Kutub Utara dan Antartika untuk mencari makan dan berkembang biak. Dalam perjalanan jarak jauh inilah burung laut memakan plankton dan ikan. Dengan demikian, dapat menyerap sinyal tentang kondisi laut, efek polusi dan pemanasan laut.

Harus kita ketahui peran penting predator tingkat atas sebagai pengendali ekosistem adalah kemampuan untuk mengontrol populasi jenis hewan lain agar tidak melewati daya dukung lingkungan. Dengan kata lain jika predator tingkat atas ini punah di alam maka akan berujung pada kerusakan ekosistem secara menyeluruh.

Sederet temuan-temuan tersebut menepis anggapan bahwa fenomena yang terjadi akhir-akhir ini lebih disebabkan oleh faktor alam. Maka peralihan energi fosil menuju energi terbaharukan ramah lingkungan patut segera dilakukan. Akankah Sumini hanya mampu menyaksikan kenestapaan di depan mata tanpa mampu berpartisipasi di dalamnya?

Tags :
kerusakan alam kapitalisme Eksploitasi Alam pelestarian alam
Writer:
Pos Terbaru
Tiga Ekor Kanguru Tanah Diselundupkan di Pelabuhan Jayapura
Tiga Ekor Kanguru Tanah Diselundupkan di Pelabuhan Jayapura
Berita
09/05/25
Telaga Paring, Orangutan yang Terjebak Banjir Besar di Kalteng Berhasil Dilepasliarkan
Telaga Paring, Orangutan yang Terjebak Banjir Besar di Kalteng Berhasil Dilepasliarkan
Berita
09/05/25
Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi
Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi
Berita
09/05/25
Tiga Individu Baru Badak Jawa Terdeteksi di Ujung Kulon
Tiga Individu Baru Badak Jawa Terdeteksi di Ujung Kulon
Berita
06/05/25
Ternyata Amir Simatupang Pernah Tawarkan Taring Harimau Seharga Rp50 Juta
Ternyata Amir Simatupang Pernah Tawarkan Taring Harimau Seharga Rp50 Juta
Berita
06/05/25
Kabar Baik, Dua Ekor Harimau Lahir di Suaka Barumun!
Kabar Baik, Dua Ekor Harimau Lahir di Suaka Barumun!
Berita
06/05/25
Hampir setiap Malam Beruang Madu Berkeliaran di Kabupaten Abdya
Hampir setiap Malam Beruang Madu Berkeliaran di Kabupaten Abdya
Berita
05/05/25
WN Tiongkok jadi Tersangka Perdagangan Cula Badak di Manado
WN Tiongkok jadi Tersangka Perdagangan Cula Badak di Manado
Berita
02/05/25
Pembangunan Suaka Badak Sumatera di Aceh Timur Segera Rampung
Pembangunan Suaka Badak Sumatera di Aceh Timur Segera Rampung
Berita
02/05/25
Saksi Nyatakan Sisik Trenggiling Tidak Terdaftar sebagai Barbuk di Polres Asahan
Saksi Nyatakan Sisik Trenggiling Tidak Terdaftar sebagai Barbuk di Polres Asahan
Berita
02/05/25
Bukan hanya Sisik, Alex Tanyakan Kulit Harimau pada 2 Anggota TNI
Bukan hanya Sisik, Alex Tanyakan Kulit Harimau pada 2 Anggota TNI
Berita
02/05/25
Tahap Kedua Pelepasliaran, 182 Ekor Kura-Kura Moncong Babi kembali ke Alam
Tahap Kedua Pelepasliaran, 182 Ekor Kura-Kura Moncong Babi kembali ke Alam
Berita
30/04/25
Dua Pelaku Perdagangan Organ Satwa Dilindungi Diserahkan ke JPU
Dua Pelaku Perdagangan Organ Satwa Dilindungi Diserahkan ke JPU
Berita
30/04/25
Seri Macan Tutul Jawa: Upaya Yayasan SINTAS Selamatkan Predator Puncak Tersisa di Jawa
Seri Macan Tutul Jawa: Upaya Yayasan SINTAS Selamatkan Predator Puncak Tersisa di Jawa
Liputan Khusus
29/04/25
Perburuan Burung di TN Ujung Kulon Berujung 2 Tahun Pidana
Perburuan Burung di TN Ujung Kulon Berujung 2 Tahun Pidana
Berita
29/04/25
Bripka Alfi Siregar ‘Amnesia’ di Pengadilan, Hakim Dorong Penetapannya jadi Tersangka
Bripka Alfi Siregar ‘Amnesia’ di Pengadilan, Hakim Dorong Penetapannya jadi Tersangka
Berita
28/04/25
Batal Vonis Bebas, Willy Pembeli Cula Badak Dibui 1 Tahun
Batal Vonis Bebas, Willy Pembeli Cula Badak Dibui 1 Tahun
Berita
28/04/25
Kabar Baru, Pria asal AS Dijatuhkan Hukuman atas Kasus Penyiksaan Monyet
Kabar Baru, Pria asal AS Dijatuhkan Hukuman atas Kasus Penyiksaan Monyet
Berita
27/04/25
Jadi Saksi Ahli, Hinca Panjaitan Pakai Kaos Save Trenggiling ke Pengadilan
Jadi Saksi Ahli, Hinca Panjaitan Pakai Kaos Save Trenggiling ke Pengadilan
Berita
26/04/25
Konflik kembali Terjadi, Ternak Warga Ditemukan Mati di Area Sawah
Konflik kembali Terjadi, Ternak Warga Ditemukan Mati di Area Sawah
Berita
25/04/25