Menjejak Jebakan Jerat Pembunuh Satwa Langka Indonesia

3 min read
2021-10-12 16:47:47
Iklan
Belum ada deskripsim Lorem ipsum dolor sit amet, corrupti tempore omnis esse rem.

Gardaanimalia.com - Tubuh Kyai Batua dipenuhi oleh luka perang. Dia berjalan pincang karena kakinya teramputasi sampai ke pergelangan. Di perutnya terdapat garis jahitan bekas sobekan benda tajam. Garis itu menimpa garis lainnya yang merupakan sisa luka yang lebih tua.

Giginya sudah banyak yang tanggal. Sudah dua tahun Kyai Batua tidak bisa kembali ke rumahnya karena harus menjalani proses penyembuhan.

Belakangan, dokter mengatakan kalau dia bisa pulang. Namun, sayangnya rencana itu harus ditangguhkan sampai enam hingga sepuluh bulan mendatang.

Jika Kyai Batua bisa berbicara, barangkali dia akan bercerita tentang perjuangan melawan musuh yang menginvasi kampungnya, strategi gerilya dalam hutan rimba, serta tentang jebakan mematikan yang melumpuhkannya.

Tapi Kyai Batua bukan seorang veteran. Dia adalah seekor harimau sumatera yang menjadi korban jebakan jerat dua tahun silam di hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Selasa (2/7/2019).

Kyai Batua adalah satu di antara harimau sumatera yang beruntung karena masih bisa diselamatkan. Akhir Agustus lalu, seekor harimau betina tanpa nama beserta dua anaknya ditemukan menggembung busuk dengan ikatan kawat pada sekujur tubuh mereka.((Tim Pembela Satwa Liar. 2021. “Tubuh 3 Harimau yang Mati Dipenuhi Jerat”. Garda Animalia. Diakses dari https://gardaanimalia.com/tubuh-3-harimau-sumatera-yang-mati-dipenuhi-jerat/ pada 30 September 2021))

Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan salah satu korban langganan jebakan jerat. Predator puncak seperti harimau memiliki cakupan teritorial yang sangat luas dan rawan terjerat oleh kawat-kawat yang disebarkan oleh pemburu.((Figel, J.J., Hambal, M., Krisna, I., Putra, R., Yansyah, D. 2018. “Malignant Snare Traps Threaten an Irreplaceable Megafauna Community”. Tropical Conservation Science. 0: 1-14. DOI: https://doi.org/10.1177%2F1940082921989187))

Tapi, harimau sumatera bukan korban satu-satunya. Banyak spesies megafauna (hewan dengan berat lebih dari 40 kg) terancam oleh metode perburuan ini. Figel, dkk (2018) membuat daftar megafauna Asia yang kerap menjadi korban jebakan jerat (Gambar 1).



Selain harimau sumatera, hewan lain yang sering menjadi korban jebakan jerat adalah beruang madu (Helarctos malaynus ssp.) dan banteng (Bos javanicus). Ketiga hewan ini berada pada daftar hewan dilindungi IUCN.

Harimau sumatera berstatus terancam punah (critically endangered), beruang madu berstatus rentan (vulnerable) dan banteng berstatus langka (endangered). Ketiga hewan ini juga tercantum sebagai hewan dilindungi dalam Peraturan Menteri KLHK No. P.106 Tahun 2018.

Perangkap Sadis nan Efektif


Jika ada kejuaraan metode berburu tersadis, jebakan jerat adalah kandidat kuat juara satunya. Hewan yang terjerat tidak akan langsung mati. Mereka akan tersiksa berhari-hari hingga berminggu-minggu sampai akhirnya mati tragis karena infeksi, kehilangan darah, dehidrasi, kelaparan, maupun stres.

Sebagian hewan yang berhasil membebaskan diri dari jerat tidak akan bisa hidup normal kembali layaknya Kyai Batua. Hewan-hewan ini akan lebih sulit bersaing mencari makanan dan menghindari predator dan berujung pada kematian prematur. Selain kesadisannya, jebakan jerat juga merupakan pesaing kuat dalam kejuaraan metode berburu paling tak pandang bulu.

Laporan Silence of the Snares oleh WWF (2020) menunjukkan terdapat 22 famili hewan di Asia Tenggara yang menjadi bycatch (tangkapan tidak sengaja) jerat. Di antaranya terdapat gajah dan berbagai jenis monyet dan kera yang sebenarnya hampir tidak pernah menjadi target jerat.

Jebakan jerat juga dapat disebar pada wilayah yang sangat luas dan dapat didiamkan hingga berbulan-bulan. Karena ditinggal dalam waktu yang lama, pemburu sering lupa dengan lokasi jeratnya sendiri. Menemukannya juga jelas bukan hal yang mudah karena jerat memang dirancang agar sulit ditemukan.

Sebuah simulasi dilaksanakan oleh O’Kelly, dkk (2018) untuk melihat kemampuan polisi hutan Kamboja menemukan jerat. Hasilnya, mereka hanya bisa menemukan antara 20-40 % dari total jerat yang disembunyikan.

Walaupun begitu banyak kerusakan yang dihasilkannya, jerat tetap menjadi salah satu metode favorit bagi para pemburu. Ini karena jerat sangat murah dan praktis dibuat. Jerat dapat dibuat cukup dengan menggunakan seutas kawat yang mudah didapatkan di mana-mana.

Jebakan jerat juga tidak menghasilkan suara gaduh seperti senapan atau anjing pemburu. Ditambah lagi, menelusuri pemilik jerat yang sudah ditebar adalah kegiatan yang sangat sulit dilakukan. Ini membuat para pemburu ilegal yang menggunakan jerat jarang bisa tertangkap.


Indonesia Surga Jebakan Jerat


Kematian harimau betina dan dua anaknya menyorot lemahnya peraturan pemerintah terhadap penggunaan jebakan jerat. Dwi Nugroho Adhiasto, seorang pakar perdagangan satwa liar, menyatakan terdapat kelonggaran regulasi dan menekankan urgensi regulasi yang kuat untuk perburuan menggunakan jerat, terutama jerat yang dapat membunuh hewan dilindungi.

Kelonggaran regulasi ini memang benar adanya. Laporan Silence of the Snares oleh WWF (2020) memperlihatkan bahwa regulasi Indonesia terhadap penggunaan jerat merupakan salah satu yang paling lemah di antara negara-negara Asia Tenggara lainnya.

Tidak ada landasan hukum di Indonesia yang menyebutkan dan mendefinisikan istilah “jebakan” dan “jerat” di dalamnya. Tidak ada larangan kepemilikan jerat pada wilayah dilindungi.

Jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia merupakan satu-satunya negara tanpa denda minimum penggunaan jerat pada daerah dilindungi. Padahal, sudah banyak terbukti bahwa penegakan hukum merupakan kunci utama dari suksesnya konservasi hewan seperti harimau sumatera dan gajah afrika.((Figel, J.J., Hambal, M., Krisna, I., Putra, R., Yansyah, D. 2018. “Malignant Snare Traps Threaten an Irreplaceable Megafauna Community”. Tropical Conservation Science. 0: 1-14. DOI: https://doi.org/10.1177%2F1940082921989187))((Linkie, M., Martyr, D.J., Harihar, A., Risdianto, D., Nugraha, R.T., Maryati, Wong, W.M. 2015. “Safeguarding Sumatran tigers: Evaluating effectiveness of law enforcement patrols and local informant networks”. Journal of Applied Ecology. 52: 851-860. DOI: https://doi.org/10.1111/1365-2664.12461))((Martin, E. 2010. “Effective law enforcement in Ghana reduces elephant poaching and illegal ivory trade”. Pachyderm. 48: 24-32.))

Di samping ketiadaan regulasi, pendidikan mengenai metode berburu kepada masyarakat lokal juga masih sangat lemah. Ini terbukti dengan banyaknya bycatch di Indonesia.

Hewan liar sering menjadi bycatch oleh jerat yang dipasang masyarakat lokal untuk berburu babi hutan -satu-satunya megafauna yang tidak dilindungi undang-undang, atau untuk menangkap hewan buruan sebagai sumber pangan seperti rusa.((Figel, J.J., Hambal, M., Krisna, I., Putra, R., Yansyah, D. 2018. “Malignant Snare Traps Threaten an Irreplaceable Megafauna Community”. Tropical Conservation Science. 0: 1-14. DOI: https://doi.org/10.1177%2F1940082921989187))

Sayangnya, karena jerat tidak dapat memilih mangsa, hewan liar lain juga sering menjadi korban. Apalagi jerat sering dipasang pada kebun-kebun warga yang berbatasan dengan wilayah dilindungi.

Seluruh kegiatan berburu dengan jebakan jerat memperkenalkan dua istilah baru pada kamus konservasi Indonesia. Pertama, empty forest, hutan yang kosong, yang pertama kali diperkenalkan oleh Kent H. Redford pada artikelnya yang berjudul The Empty Forest.

Istilah ini menunjukkan kondisi ketika mamalia besar tidak bisa lagi ditemukan pada hutan. Dengan memasang banyak target pada mamalia besar, penggunaan jebakan jerat menjadi salah satu faktor utama terjadinya fenomena empty forest di Indonesia.

Yang kedua, Southeast Asian snaring crisis (krisis jerat Asia Tenggara). Saking parahnya wabah jebakan jerat pada hutan-hutan Asia Tenggara, para peneliti sampai menyebut kondisi ini sebagai sebuah krisis.

Salah satu sebab utamanya adalah karena lokasi Asia Tenggara yang berdekatan dengan banyak pusat pasar produk hewan liar seperti Tiongkok dan Korea.

Sudah terlalu banyak krisis yang menggerogoti alam Indonesia: Indonesia songbird crisis, Sumatran tiger crisis, Indonesia forest fire crisis.

Kiranya tidak perlu kita menambahkan Southeast Asian snaring crisis kepada daftar ini. Jika kita tambahkan terus, di akhir yang ada hanyalah Indonesia biodiversity extinction crisis (krisis kepunahan keanekaragaman hayati Indonesia)

Tags :
harimau sumatera Jebakan Jerat Kyai Batua
Writer:
Pos Terbaru
Tiga Ekor Kanguru Tanah Diselundupkan di Pelabuhan Jayapura
Tiga Ekor Kanguru Tanah Diselundupkan di Pelabuhan Jayapura
Berita
09/05/25
Telaga Paring, Orangutan yang Terjebak Banjir Besar di Kalteng Berhasil Dilepasliarkan
Telaga Paring, Orangutan yang Terjebak Banjir Besar di Kalteng Berhasil Dilepasliarkan
Berita
09/05/25
Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi
Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi
Berita
09/05/25
Tiga Individu Baru Badak Jawa Terdeteksi di Ujung Kulon
Tiga Individu Baru Badak Jawa Terdeteksi di Ujung Kulon
Berita
06/05/25
Ternyata Amir Simatupang Pernah Tawarkan Taring Harimau Seharga Rp50 Juta
Ternyata Amir Simatupang Pernah Tawarkan Taring Harimau Seharga Rp50 Juta
Berita
06/05/25
Kabar Baik, Dua Ekor Harimau Lahir di Suaka Barumun!
Kabar Baik, Dua Ekor Harimau Lahir di Suaka Barumun!
Berita
06/05/25
Hampir setiap Malam Beruang Madu Berkeliaran di Kabupaten Abdya
Hampir setiap Malam Beruang Madu Berkeliaran di Kabupaten Abdya
Berita
05/05/25
WN Tiongkok jadi Tersangka Perdagangan Cula Badak di Manado
WN Tiongkok jadi Tersangka Perdagangan Cula Badak di Manado
Berita
02/05/25
Pembangunan Suaka Badak Sumatera di Aceh Timur Segera Rampung
Pembangunan Suaka Badak Sumatera di Aceh Timur Segera Rampung
Berita
02/05/25
Saksi Nyatakan Sisik Trenggiling Tidak Terdaftar sebagai Barbuk di Polres Asahan
Saksi Nyatakan Sisik Trenggiling Tidak Terdaftar sebagai Barbuk di Polres Asahan
Berita
02/05/25
Bukan hanya Sisik, Alex Tanyakan Kulit Harimau pada 2 Anggota TNI
Bukan hanya Sisik, Alex Tanyakan Kulit Harimau pada 2 Anggota TNI
Berita
02/05/25
Tahap Kedua Pelepasliaran, 182 Ekor Kura-Kura Moncong Babi kembali ke Alam
Tahap Kedua Pelepasliaran, 182 Ekor Kura-Kura Moncong Babi kembali ke Alam
Berita
30/04/25
Dua Pelaku Perdagangan Organ Satwa Dilindungi Diserahkan ke JPU
Dua Pelaku Perdagangan Organ Satwa Dilindungi Diserahkan ke JPU
Berita
30/04/25
Seri Macan Tutul Jawa: Upaya Yayasan SINTAS Selamatkan Predator Puncak Tersisa di Jawa
Seri Macan Tutul Jawa: Upaya Yayasan SINTAS Selamatkan Predator Puncak Tersisa di Jawa
Liputan Khusus
29/04/25
Perburuan Burung di TN Ujung Kulon Berujung 2 Tahun Pidana
Perburuan Burung di TN Ujung Kulon Berujung 2 Tahun Pidana
Berita
29/04/25
Bripka Alfi Siregar ‘Amnesia’ di Pengadilan, Hakim Dorong Penetapannya jadi Tersangka
Bripka Alfi Siregar ‘Amnesia’ di Pengadilan, Hakim Dorong Penetapannya jadi Tersangka
Berita
28/04/25
Batal Vonis Bebas, Willy Pembeli Cula Badak Dibui 1 Tahun
Batal Vonis Bebas, Willy Pembeli Cula Badak Dibui 1 Tahun
Berita
28/04/25
Kabar Baru, Pria asal AS Dijatuhkan Hukuman atas Kasus Penyiksaan Monyet
Kabar Baru, Pria asal AS Dijatuhkan Hukuman atas Kasus Penyiksaan Monyet
Berita
27/04/25
Jadi Saksi Ahli, Hinca Panjaitan Pakai Kaos Save Trenggiling ke Pengadilan
Jadi Saksi Ahli, Hinca Panjaitan Pakai Kaos Save Trenggiling ke Pengadilan
Berita
26/04/25
Konflik kembali Terjadi, Ternak Warga Ditemukan Mati di Area Sawah
Konflik kembali Terjadi, Ternak Warga Ditemukan Mati di Area Sawah
Berita
25/04/25