Menyelamatkan Alam dan Satwa Liar dengan Adat Istiadat

Gardaanimalia.com - Kepulan asap hasil pembuangan kendaraan bersahut dengan cerobong-cerobong pabrik silih sesak menjadi kelambu yang menggerogoti dada para penghuninya. Apakah potret ruang hidup seperti ini yang kita inginkan hingga generasi selanjutnya? Tak pelak jawaban tersebut datang lebih cepat kala kita dihadapkan pada perubahan lingkungan di titik paling kritis dalam peradaban manusia modern. Hal ini merupakan bukti ketidakmampuan manusia memperbaiki atas dampak yang ditanam dengan dalih memenuhi kebutuhan hidup.
Peran manusia sebagai pelaku sekaligus korban turut menyeret kehidupan satwa. Kian hari perampasan habitat, perburuan hingga perdagangan satwa seperti nyaris tak pernah berhenti. Kemiskinan menjadi pangkal sebab dari maraknya perburuan satwa liar yang di saat bersamaan pembangunan guna mendorong roda ekonomi tengah digalakkan. Patut diperhatikan, tanpa mengesampingkan kaitan perburuan dan kemiskinan, ada pun indikasi lain yang ditawarkan yakni pengaruh lunturnya nilai budaya tradisional dan adat istiadat.
Hutan dan satwa merupakan unsur ekosistem yang memiliki kedudukan beserta peranan penting yang lebih dari sekadar rumah dan sumber kehidupan. Sejarah panjang manusia dengan alam diwujudkan dalam budaya leluhur sunda yang mengajarkan manusia untuk mengenali Hyang Maha Kuasa melalui tata cara hidup beradab dan selaras bersama alam semesta.
Hal itu disampaikan dengan jelas dalam piwuruk atau nasihat “Gunung talingakeun, leuweung kanyahokeun, kebon garaaeun, gawir awieun, lebak balongan, sampalan sawahan, walungan rempekan” (Gunung harus dijaga, hutan harus dipelajari, kebun harus diolah, tebing harus ditanami bambu, cekungan lembah dibuatkan kolam, dataran harus dijadikan sawah, sungai harus ditanami pepohonan pada pinggirannya). Prinsip ini yang kemudian mengajarkan bahwa alam bukanlah sesuatu yang harus ditundukkan.
Baca juga: Pentingnya Penataan Ruang dan Perlindungan Hutan di Indonesia
Lebih lanjut hutan dan satwa merupakan sebuah identitas bagi masyarakat dan bagian dari satu kesatuan dengan manusia. Hal itu terungkap dari beberapa kawih, tembang, dan cianjuran yang sarat bertemakan alam dan juga diasosiasikannya beberapa satwa oleh masyarakat adat untuk merujuk keberadaan asal tempat tinggal mereka. Harimau jawa (Panthera tigris sondaica) atau maung lodaya yang pada saat itu banyak mendiami hutan-hutan tatar sunda adalah penanda bahwa urang sunda hidup di daerah dataran tinggi. Sedangkan, urang sunda yang berada dekat dengan aliran air atau dataran rendah mereka mengidentikkan buaya putih sebagai penanda keberadaan tempat tinggalnya. Perwujudan maung lodaya oleh urang sunda sebagai penjaga, menak, dan leluhur. Oleh karena itulah, pantang hukumnya mengganggu apalagi membunuh maung.
Namun, kondisi terus berubah seiring waktu berjalan. Modernitas telah mengubah segala aspek kehidupan manusia. Perlahan namun pasti, nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat ikut tergerus dan bertransformasi. Terjadi suatu perubahan material menuju komoditas. Pengingkaran manusia terhadap alam mesti dibayar mahal.
Jika dulu manusia menjadikan satwa dan alam sebagai satu kesatuan. Dulu satwa tidak boleh diburu atau dibunuh karena dianggap sakral, sekarang kondisinya jauh berbeda. Manusia memburu dan memelihara satwa liar sebagai bentuk pengukuhan strata sosial dimana satwa unik dan langka menjadi incaran. Tren ini terjadi karena pada umumnya masyarakat beranggapan bila seseorang memelihara satwa langka atau eksotis maka tingkat sosialnya tinggi. Terlebih lagi harga satwa tersebut tidak murah.
Sebenarnya, adat istiadat sebagai alat kontrol sosial, selain hukum, dapat berjalan seirama untuk menekan masalah perburuan, perdagangan, dan pemeliharaan satwa liar. Adat istiadat dinilai cukup efektif sebagai sistem pengendalian masyarakat. Upaya penghidupan kembali nilai budaya dan adat istiadat perlu digiatkan lagi agar tidak hilang ditelan zaman dan juga untuk mencegah terjadinya potensi perusakan alam yang lebih parah lagi.

Seorang Pria Paruh Baya Ditangkap setelah Ketahuan Berdagang Penyu
26/03/25
Petugas Gabungan Sita 72 Satwa Dilindungi di Mimika
22/03/25
Gakkum Beroperasi, Puluhan Tengkorak Satwa Liar jadi Barang Bukti
20/03/25
FATWA: Satwa yang 'Bangkit dari Kepunahan'
17/03/25
Amankan Monyet Peliharaan, BKSDA Jelaskan Bahaya Domestikasi Satwa Liar
15/03/25
Berang-Berang Bukan Peliharaan! Kenali 4 Jenis yang Hidup di Indonesia
14/03/25
Seorang Pria Paruh Baya Ditangkap setelah Ketahuan Berdagang Penyu

Macan Dahan yang Masuk Gudang di OKU sudah Dievakuasi
![Berpacu dengan Kepunahan [3]](https://gardaanimalia.cloudapp.web.id/uploads/1742879417_fd2dc5f16700a5b9fff5.jpg)
Berpacu dengan Kepunahan [3]
![Ambulans untuk Harimau Sumatera [2]](https://gardaanimalia.cloudapp.web.id/uploads/1742875241_b9bd802809c6c35df99a.jpg)
Ambulans untuk Harimau Sumatera [2]
![Bisnis Cuan Berbalut Kepahlawanan [1]](https://gardaanimalia.cloudapp.web.id/uploads/1742875243_39937082cc8949808434.jpg)
Bisnis Cuan Berbalut Kepahlawanan [1]

Belasan Gajah Liar Masuk Sawah, Warga Berharap ada Solusi

Dua Opsetan Tanduk Rusa Diamankan di Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon

Akan Dibawa ke Pulau Jawa, 34 Burung Diamankan di Sampit

FATWA: Komodo Malas Merantau!

Petugas Gabungan Sita 72 Satwa Dilindungi di Mimika

Buntut Konflik di Riau, Harimau Masuk Boxtrap untuk DIevakuasi

Teka-Teki Keberadaan Baza Hitam si Predator Cilik

Gakkum Beroperasi, Puluhan Tengkorak Satwa Liar jadi Barang Bukti

FOTO: Perbedaan Orangutan Tapanuli dan Orangutan Sumatera

Labi-labi Ditemukan di Pulau Bawean, BKSDA: Penting untuk Terus Dijaga

Sebanyak 5 Penyu Diamankan dari Penyelundupan, 1 dalam Kondisi Stres

FATWA: Satwa yang 'Bangkit dari Kepunahan'

BKSDA Turun Tangan Pantau Harimau yang Melintasi Kebun

Lima Peniaga Kulit dan Tulang Harimau Diciduk Polisi

Bangkai Paus Terdampar di Simeulue, Evakuasi Terkendala Kondisi Pantai
